Iuran Naik, BPJS Kesehatan Tawarkan Solusi Alternatif Bagi Peserta Kelas III yang Keberatan

ILustrasi
Jakarta, Oketimes.com - Pemerintah tetap bersikukuh untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan 100 persen kepada seluruh peserta pada tahun 2020 ini. Imbasnya, tidak sedikit para peserta uring-uringan atas kenaikan tersebut, termasuk peserta kelas III.
Selaras dengan itu, Kepala BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengungkapkan bahwa pemerintah akan segera melakukan pendataan terhadap peserta Kelas III yang tidak mampu membayar kenaikan iuran. Nantinya, data tersebut akan didaftarkan ke Kementerian Sosial (Kemensos).
"Tentu ada pendataan, sehingga tadi kalau ada keberatan-keberatan, misalnya Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas III, diasumsikan tidak mampu, itu terbuka kesempatan untuk didata dan kemudian diusulkan ke Kemensos," kata Fahmi kepada awak emdia di Kantor Kemenko-PMK, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).
Menurut Fahmi, hal tersebut merupakan imbas dari kenaikan skema iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen, sehingga ada potensi para peserta mengalami penurunan kelas.
Meski begitu, sambung Fahmi, Kemensos sendiri sedang melakukan pembaruan data pengguna jaminan kesehatan.
"Jadi kami ini kan data penerima bantuan ini kan dinamis. Ada yang kemudian sudah mampu, kemudian yang sudah mampu tidak lagi di situ. Ini tinggal proses penggantian (pemutakhiran data) dilakukan sehingga kami juga butuh dukungan publik," ulas Fahmi.
Lanjut Fahmi, jika memang ada peserta bukan penerima upah Kelas tiga yang memang terbukti tidak mampu, situasi memenuhi syarat sebagaimana ketentuan. Tentu proses administrasi pendaftarannya ada mekanismenya, tapi harus sama-sama melakukan pengawalan.
Dia menambahkan, meski iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan, tetapi pemerintah tidak ingin memberatkan masyarakat. "Apalagi untuk yang terbukti tidak mampu," tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemensos, Hartono Laras, mengatakan saat ini pihaknya telah memiliki data terpadu para pengguna jaminan Sosial. Kemensos akan terus melakukan update data terpadu itu.
"Intinya bahwa semua yang terkait dengan bantuan harus masuk. Kemudian juga harus ada NIK-nya, itu kalau nanti ada yang di masukkan (ke dalam data Kemensos) tentu harus ada yang dikeluarkan," tutur Hartono dilansir dari Kompas.com.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tetap sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019.
Hal tersebut disepakati dalam rapat bersama antara Menko-PMK, Menkeu, Menkes, Sekjen Kemensos, Kepala BPJS Kesehatan, Ketua DJSN dan Kepala Staf Kepresidenan, Senin (6/1/2019).
"Sebagaimana telah diketahui bahwa hari ini sesuai tugas Kemenko-PMK, yaitu melakukan koordinasi terhadap kebijakan prioritas. Karena itu sudah diambil kesepakatan dan kesepakatannya bulat, intinya bahwa Perpres Nomor 75 tahun 2019 dilaksanakan seperti apa adanya," sebut Muhadjir di Kantor Kemenko-PMK, Jakarta Pusat.
Perpres tersebut menjelaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen. Penjelasan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu terangkum dalam Pasal 34 Perpres tersebut.
Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000 per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.
Sementara itu, sebelum mengalami kenaikan besaran iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III sebesar Rp 25.500, kelas II sebesar Rp 51.000 dan kelas I sebesar Rp 80.000.***
Source : Kompas.com
Editor : Van Hallen
Komentar Via Facebook :