Cabut Izin Perusahaan Perusak Habitat Gajah Sumatera

Para pawang gajah Sumatera dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau berusaha menggiring gajah seekor sumatera yang tersesat di kawasan perkebunan, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi baru-baru ini. Gajah tersebut berhasil dievakuasi ke kawasan habitat gajah sumatera di hutan Taman nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Kabupaten Tebo, Jambi.

Jambi, OKETIMES.com - Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengevaluasi izin konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di Sumatera yang mengancam kelestarian gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).

Bila izin konsesi perusahaan HTI tersebut masuk ke dalam kawasan hutan yang selama ini menjadi habitat gajah sumatera, maka izin perusahaan tersebut perlu segera dibekukan. Hal itu penting agar hutan alam yang menjadi habitat gajah sumatera tidak dieskploitasi dan dikonversi lagi menjadi HTI.

Demikian dikatakan Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Krismanko Padang kepada wartawan di Jambi, Rabu (18/2), terkait terbongkarnya jaringan perburuan liar dan perdagangan ilegal gading gajah sumatera baru-baru ini.

Menurut Krismanko, eksploitasi dan konversi hutan alam menjadi HTI di Jambi dan Riau belakangan ini semakin mengancam keberadaan gajah sumatera.

Hal itu terjadi karena sebagian areal konsesi HTI tersebut berdekatan dengan kawasan hutan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) Jambi dan Riau yang selama ini menjadi habitat gajah sumatera. Ancaman terhadap gajah sumatera itu diperparah dengan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan semakin luasnya kegiatan pertambangan batu bara di di sekitar TNBT.

Menurut Krismanko Padang, gajah sumatera merupakan satu-satunya sub spesies gajah Asia di dunia yang masuk dalam daftar merah The International Union for Conservation on Nature (IUCN).

Gajah sumatera mendapat status sangat terancam punah karena 70 persen gajah sumatera hidup di luar wilayah konservasi. Baik itu di kawasan HTI, hutan sekitar perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara.

"Karena selain tidak lagi mengeluarkan izin HTI atau pertambangan, pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali izin konsesi yang di dalam area kerjanya masih terdapat populasi gajah sumatera. Hal ini perlu dilakukan pemerintah secara serius agar populasi gajah sumatera tidak punah,"katanya.

Dikatakan, terungkapnya jaringan pemburu gading gajah oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau baru-baru ini menunjukkan bahwa wilayah HTI menjadi lokasi ajang pembunuhan gajah sumatera dengan motif perburuan gading. World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia mencatat jumlah gajah sumatera yang mati selama satu dekade (1994-2014) di Provinsi Riau mencapai 145 ekor. Lebih dari 30 persen gajah mati di areal konsesi HTI.

Kelompok pemburu liar tersebut, lanjut Kriamanko mengaku telah membunuh enam gajah sumatera di wilayah Riau dan Jambi. Seekor gajah dibunuh di Riau berada di areal konsesi perkebunan akasia yang dikelola PT Sinar Mas Grup dan tiga gajah dibunuh di lokasi yang berjarak 500 meter dari konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Sedangkan di Jambi, pemburu gading ini membunuh dua gajah di areal perkebunan kelapa sawit plasma PT Sumbar Andalas Kencana (SAK). Gajah jantan baik dewasa maupun anak-anak dibunuh dengan cara ditembak dan gadingnya diambil secara brutal.

Aturan Diperketat

Menurut Krismanko, aturan yang ketat kepada setiap pemegang hak konsesi harus diterapkan agar setiap satwa liar dilindungi mendapat jaminan perlindungan dan kehidupan. Dalam hal pengamanan terhadap perburuan, perusahaan harus memiliki satuan patroli yang memonitor keberadaan gajah secara berkala. Pos penjagaan serta portal di setiap akses masuk harus disediakan untuk mengantisipasi masuknya kelompok pemburu liar.

"Sebenarnya pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sudah direncanakan sangat rinci tentang apa yang harus dilakukan perusahaan bila arealnya termasuk dalam habitat satwa liar dilindungi termasuk gajah sumatera. Namun selama ini amdal tersebut tidak dilaksanakan denganbaik akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan badan lingkungan hidup daerah terhadap kegiata perusahaan HTI, pertambangan dan perkebunan sawit,"katanya.

Krismanko mengatakan, pembangunan perkebunan kelapa sawit di Jambi dan Riau, khususnya di sekitar TNBT harus mendukung kehidupan gajah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan perusahaan menjaga kelestarian populasi gajah sumatera, yaitu menjaga kondisi sempadan sungai dan menyediakan blok-blok pakan alami di sepanjang jalur jelajah gajah.

Selain itu perusahaan perkebunan dan pemegang konsesi lainnya, baik perusahaan HTI dan pertambangan batu bara juga dapat membuat pembuatan koridor di kawasan mereka. Hal ini penting agar satu kelompok gajah sumatera yang berada di satu lokasi tetap bisa terhubung dengan kelompok gajah di lokasi lainnya. Dengan demikian perburuan gajah tidak bisa dilakukan dengan mudah.

"Kalau gajah yang keluar dari hutan tersesat di kawasan HTI, perkebunan dan pertambangan, para pemburu akan lebih mudah membunuhnya. Jadi, selain membatasi areal konsesi HTI, perkebunan dan pertambangan di sekitar hutan habitat gajah sumstera, para pengusaha juga harus melindungi gajah yang berada di areal mereka,"katanya.



Penulis  : Radesman Saragih/FQ
Sumber : Suara Pembaruan



Tags :berita
Komentar Via Facebook :