Dampak Kenaikan BBM, Sudah Dua Minggu Desa Temusai Gelap Gulita

BUNGARAYA, oketimes.com- Selama dua minggu belakangan, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Desa Temusai, Kecamatan Bungaraya berhenti beroperasi. Dampak dari kenaikan harga BBM, pengelola PLTD kewalahan memenuhi kebutuhan operasional mesin PLTD khususnya bahan bakar. Sementara, untuk menaikkan tariff listrik, pelanggan PLTD menolak.

Pengelola PLTD Desa Temusai, Basir, kepada riaueditor.com membenarkan PLTD yang dikelolanya untuk sementara waktu tak bisa beroperasi. Jika tarif listrik tak dinaikkan sesuai dengan kenaikan harga BBM, maka otomatis PLTD tak dapat beroperasi.

Kata Basir, setelah kenaikan harga BBM, biaya pengoperasian PLTD tentunya juga meningkat, terlebih lagi saat ini banyak dilakukan perbaikan atas kerusakan pada mesin. Untuk menutupi kebutuhan tersebut, mau tak mau tarif listrik yang dikenakan kepada masyarakat juga harus dinaikkan.

"Karena semua biaya operasi baik itu bahan bakar, perawatan, perbaikan mesin PLTD dan lainnya, diambil dari pungutan tarif listrik dari masyarakat," kata Basir.

Sebagai pengelola PLTD, lanjut Basir, pihaknya tentu tidak mau merugi. Maka dari itu pihaknya menaikkan tarif terhadap pelanggan. Namun sayang, masyarakat merasa keberaan dan menolak kebijakan pengelola tersebut. Sebelum ada solusi, untuk sementara waktu operasi PLTD Desa Temusai dihentikan. "Untuk keputusannya selanjutnya kita menunggu atasan," pungkas Basir.

Dari keterangan warga pelanggan PLTD Desa Temusai, diketahui bahwa pengelola PLTD menaikkan tarif dua kali lipat dari sebelumnya. Dinilai tak sesuai dengan kenaikan harga BBM, maka itu warga menolak.

"Ini benar-benar keterlaluan, dulu beban PLTD Rp100 ribu per bulan, sekarang naik menjadi Rp200 ribu. Ini belum termasuk tarif meteran listrik yang dihitung setiap bulannya," ungkap Hendra, warga Desa Temusai yang menjadi pelanggan PLTD.

Yang dikesalkan Hendra, kenaikan harga BBM sendiri hanya berkisar Rp2000 per liternya, atau tak sampai dari setengah harga BBM yang lama. Namun pengelola PLTD malah menaikkan tarif listrik dua kali lipat.

Diakui Hendra, padamnya listrik di desanya ini telah berlangsung selama dua minggu. Ketika malam otomatis desa Temusai menjadi gelap gulita. "Kami minta pemerintah daerah melalui instansi terkait mencarikan solusi secepatnya agar desa kami kembali normal seperti biasa," ujar Hendra berharap.

Senada dengan Hendra, Yanto, warga Desa Temusai pelanggan PLTD lainnya juga menyesalkan kenaikan tarif PLTD yang dirasa mencekik masyarakat ini. Biaya beban yang naik menjadi Rp200 ribu tersebut kata Yanto sangat tidak masuk akal.

"Ditambah lagi biaya meteran listrik yang juga dihitung setiap bulannya, jadi berapa yang harus kami bayar, ini benar-benar tidak masuk akal," ungkap Yanto.

Sejatinya, warga Desa Temusai mengaku merasa terbantu dan sangat berterima kasih dengan beroperasinya PLTD di desanya ini, kendati pun keadaannya masih mengecewakan akibat seringnya terjadi pemadaman alias "byarpet". Alasan klasik, terjadi masalah pada mesin PLTD. Walau kesal, masyarakat pelanggan masih bisa mentolerir.

Tetapi, rasa terima kasih pelanggan ini tampaknya akan berubah menjadi luapan emosi kekesalan jika pengelola PLTD Desa Temusai benar-benar menaikkan tarif listrik hingga dua kali lipat.

"Kalau listriknya menyala terus dengan stabil mungkin kenaikan ini tak begitu masalah. Tapi keadaan sekarang ini listrik PLTD sering padam. Belum lagi dengan warga yang tinggal auh dari PLTD yang listriknya kembang kempis, apa mereka juga harus membayar dua kali lipat juga," ketus Yanto.

Bagi pelanggan yang tergolong mampu, sebut Yanto mereka tentunya tak begitu merasa keberatan. Tapi keadaannya akan  sangat bertolak belakang dengan warga yang berpenghasilan pas-pasan, kenaikan ini pastinya berat buat mereka," tutur Yanto lagi.

Kepada pemerintah daerah Yanto berharap untuk memperhatikan dan segera memberikan solusi kepada warga desa Temusai yang setiap malamnya berada dalam kondisi gelap gulita. (man)


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait