Lima Tahun Berjalan
PUPR Akui Sagu Hati Warga Terdampak IPAL Nihil, Isu Uang Japrem Rp2,2 Miliar Bak "Kentut"

Indra Pomi Nasution ST, MSI, Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru saat meminta penjelasan Satker Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) bersama PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (SC2) selaku kontraktor pelaksana ketika menghadiri undangan Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun, S.STP., MAP., pada Kamis 16 Juni 2022 di Komplek Perkantoran MPP Kota Pekanbaru.
Pekanbaru, Oketimes.com - Semenjak adanya Proyek Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) yang dilakukan Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) bersama PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (SC2) selaku kontraktor pelaksana, yang diawali pada Juni tahun 2018 silam, 2019, 2020, 2022 hingga tahun 2022 ini.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pekanbaru, mengungkapkan belum ada etikad baik atau pemberian kompensasi atau sagu hati dari kontraktor pembangunan IPAL terhadap masyarakat yang terdampak ekonomi akibat pembangunan IPAL tersebut di Kota Pekanbaru.
Penegasan itu, disampaikan Kepala Dinas PUPR Pekanbaru, Indra Pomi Nasution di hadapan Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun S.STP. MAP yang dihadiri Satker Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) bersama pihak kontraktor pelaksana PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (SC2) saat menggelar rapat penjelasana dari instansi terkait pada Kamis 16 Juni 2022 di Komplek Perkantoran MPP Kota Pekanbaru.
Baca Juga : Pj Wako Minta Jalan Rusak Akibat Proyek IPAL Segera Diperbaiki
"Dulu hal ini pernah kita bahas, bagaimana masyarakat sekitar pembangunan IPAL yang terdampak perekonomiannya, jadi kontraktor pelaksanaan sendiri mengatakan bahwa dikontrak mereka tidak sampai kesana," tukas Indra Pomi.
Meski demikian lanjut Indra Pomi, hingga kini juga belum ada pemberian kompensasi bagi masyarakat sekitar pembangunan yang terdampak perekonomian mereka.
"Sementara banyak dari masyarakat di sekitar pembangunan IPAL yang terdampak. Salah satu terkait perekonomian mereka. Seperti penurunan omzet dari pedagang yang berjualan di sekitar lokasi pekerjaan IPAL," beber Indra Pomi.
Selain itu, lanjut Indra Pomi, akibat proyek IPAL penyempitan ruas jalan akibat pekerjaan IPAL juga bikin para pelanggan mereka terbatas untuk melintas, dan menyebabkan omzet mereka menurun.
Baca Juga : Pj Wako Tekankan Satker dan Rekanan Segera Perbaiki Jalan Rusak Paska Digali
"Tidak ada (kompensasi) sampai saat ini. Dikontrak mereka tidak sejauh itu pertanggungjawaban terhadap dampak (pembangunan)," pungkasnya.
Seperti diberitakan, pengerjaan SPALD tahap pertama sudah dimulai sejak Juni tahun 2018 silam, dan seharusnya selesai pada 2019 dengan sistem tahun jamak.
Dimana ada dua paket yang dikerjakan oleh dua BUMN Karya, yaitu PT. Wijaya Karya-Karaga (KSO) untuk paket SC1 senilai Rp206 miliar, dan PT. Hutama Karya-Roskalisca pada paket SC2 sebesar Rp144 miliar.
Lokasinya berada di beberapa ruas jalan Pekanbaru Barat, seperti Jalan Bangau, Kaswari, Balam, Rajawali, Ahmad Dahlan dan beberapa ruas jalan lain di sekitar Kampus lama UIN Suska Riau.
Baca Juga : Kurang dari 24 Jam, Kontraktor Sekelas BUMN Kerjakan Proyek Hotmix dengan Kondisi Retak dan Pecah
Tahap kedua, nilainya bertambah, karena menghabiskan tiga tahun anggaran, 2020, 2021, dan 2022 dan jumlahnya, tetap dua paket. Yakni Paket SC1 yang dikerjakan oleh PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) senilai Rp274,8 miliar lebih dan SC2 dikerjakan PT. Hutama Karya - Adhi Karya KSO.
Warga Pekanbaru saat ini tidak bisa berharap dalam waktu dekat proyek ini tuntas. Karena tahap kedua saja, baru akan selesai tahun 2022 dan informasinya proyek ini akan berlanjut ke wilayah Pekanbaru Timur dengan nilai triliunan rupiah.
Dari besarnya nilai proyek dan dikerjakan oleh BUMN yang berpengalaman, seharusnya proyek ini dikerjakan dengan baik dan profesional dari segala sisi. Termasuk, persoalan SMK3.
Namun di lapangan, fungsi K3 dan kualitas mutu pekerjaan aspal hotmix pemulihan badan jalan seperti awal paska digali, tidak dijalankan maksimal.
Baca Juga : Perbaikan Sistim Drainase Kontraktor Ipal Tidak Becus, Rumah Warga Jalan Mangga Jadi Langganan Banjir
Hal yang sama juga dalam pengaturan lalu lintas di titik-titik manhole terlihat tidak beraturan. Manhole adalah lubang (hole) yang berukuran besar dan dapat dimasuki tubuh seukuran pria dewasa.
Begitu juga dengan lampu tanda adanya pekerjaan proyek atau bekas galian dan rambu-rambu lalu lintas. Intinya, K3 tidak hanya berlaku bagi pekerja perusahaan kontraktor, tapi juga terhadap keselamatan pengguna jalan.
Padahal, secara teknologi, pekerjaan IPAL ini dilaksanakan dengan teknik pengeboran cukup canggih dan aman. Metode yang digunakan adalah teknik Jacking pipa. Yaitu pemasangan pipa dengan melakukan pengeboran tanah secara horizontal di bawah permukaan jalan, lalu mendorong pipa dengan menggunakan tenaga hidrolik.
Jadi Cuan Japren Oknum
Belakangan, semenjak adanya proyek tersebut, banyak para oknum-oknum yang merasa 'kecipratan' dalam pelaksanaan proyek tersebut, lantaran banyaknya aduan masyarakat terhadap pelaksanaan proyek, sehingga diduga kuat pihak rekanan hanya membuka 'kran' untuk bagi-bagi cuan kepada oknum-oknum tertentu elemen masyarakat.
Baca juga : Lagi-lagi Molor, Proyek Ipal Cacian Warga Perpanjang Keresahan Masyarakat
Anehnya, bagi masyarakat yang terdampak proyek tersebut, hingga kini belum ada etikad baik dari pihak rekanan atau pun penyelenggara kegiatan dalam hal ini Satker Pelaksanaan BPPW Riau, Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) dengan PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) paket SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (paket SC2) selaku kontraktor pelaksana, untuk memberikan kompensasi atau sagu hati kepada warga terdampak proyek IPAL.
Meski pun warga terdampak sudah mengalami keresahan yang berkepanjangan, karena banyak kondisi jalan berdebu saat musim panas dan becek saat hujan datang serta dampak sosialnya seperti in materi dan materil lainnya.
Informasi yang dirangkum oketimes.com terhadap bagi-bagi "cuan" tersebut, rekanan disebut-disebut telah mengeluarkan Biaya Sosial dan Pengamanan hingga mencapai Rp2.250.000.000,- atau Rp 2,2 Miliar.
Adapun rincian Biaya Sosial dan Pengamanan Rp2.250.000.000,- yang diduga telah dikeluarkan rekanan kepada oknum-oknum elemen masyarakat tersebut, yakni untuk oknum OKP dianggarkan 210 unit/bulan dengan masing-masing Rp750.000,- dengan total Rp157.500.000,-.
Begitu juga kepada oknum LSM 150 unit/bulan masing-masing mendapat @Rp750.000,- bertotal Rp112.500.000,- dan oknum Wartawan ada sebanyak 240 unit/bulan dengan masing-masing @Rp750.000, dengan nilai total Rp180.000.000,-.
Baca juga : Deadline Molor Lagi, Proyek IPAL Cacian Warga Tabuh Genderang
Tak pelak oknum Kapos sebanyak 180 unit/bulan masing-masing @Rp750.000,- dengan jumlah total Rp135.000.000,- dan oknum Kapolsek 60 unit/bulan dengan masing-masing @Rp1.500.000,-,dengan nilai total Rp90.000.000,- serta oknum Kapolres 30 unit/bulan, @Rp2.000.000 dengan nilai total Rp60.000.000,-.
Sedangkan untuk oknum aparat Polda Riau ada sebanyak 30 unit/bulan, dengan masing-masing @Rp5.000.000,-, bertotal Rp150.000.000,-.
Tidak pelak, oknum Aparat Standby Batalion 90 unit/bulan masing-masing @Rp5.000.000,-, dengan jumlah Rp450.000.000,-. Aparat Standby PM/Brimob 60 unit/bulan @Rp3.000.000,- dengan jumlah total mencapai Rp180.000.000,-.dan oknum Kejaksaan 30 unit/bulan, @Rp5.000.000,-, jumlah total Rp150.000.000,-.
Selanjutnya, untuk oknum Lurah, Camat 300 unit/bulan, @Rp500.000,-, jumlah Rp150.000.000,-. Sosialisasi Masyarakat 30 unit/bulan, @Rp750.000,-, jumlah Rp225.000.000,-.
Selanjutnya, Kompensasi Masyarakat 50 kejadian, @Rp3.000.000,-, jumlah Rp150.000.000,-. Sumbangan Tempat Ibadah 30 unit/bulan, @Rp2.000.000,-, jumlah Rp60.000.000,-.
Informasi yang berkembang setiap proyek besar harus ada biaya sosial dan pengamanan, umum disebut 'Japrem' (jatah preman). Dan semua item itu, tercantum dalam HPS (Harga Perkiraan Sendiri), satu kesatuan yang sudah dibuat oleh pemberi kerja.
Japrem Ipal Minta di Usut
Desas-desus adanya pembagian "Japren" atau jatah preman tersebut, ternyata sampai ditelinga pegiat anti korupsi di kota Pekanbaru, sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) diminta mengusut dugaan Biaya Sosial dan Pengamanan Proyek Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Pekanbaru sebesar Rp2.250.000.000,– itu.
"Kita minta aparat penegak hukum mengusut biaya sosial dan pengamanan proyek IPAL di Pekanbaru ini, apa benar ada anggarannya sebesar Rp2,25 miliar," kata Direktur Eksekutif Jaringan Investigasi Pemberantasan Korupsi (Jipikor) Tri Yusteng Putra, kepada wartawan pada Rabu (15/12/2021) seperti dinukil dari siberindo.co.
Ia mengatakan, jika benar ada anggaran biaya sosial dan pengamanan atau umum disebut "japrem" (jatah preman) pada proyek IPAL Pekanbaru, patut dipertanyakan.
"Bila biaya diduga japrem ini benar, patut dipertanyakan apakah ada anggaran untuk pengamanan proyek IPAL Pekanbaru di dalam kontrak karena angkanya luar biasa, disebut-sebut mencapai Rp2,25 miliar," ujarnya.
Tri Yusteng, juga mempertanyakan dari mana sumber anggaran yang dipakai kontraktor untuk "mengamankan" proyek tersebut. Dia khawatir, untuk memenuhi anggaran pengamanan proyek ini (japrem), justru kontraktor mengurangi spek yang ada.
"Jika hal ini sampai terjadi, tentu kualitas proyek IPAL Pekanbaru ini perlu dipertanyakan, gara-gara untuk menutup biaya ‘japrem’ yang angkanya sangat luar biasa itu," sebutnya.
Lantaran itu, Jipikor juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengaudit pekerjaan proyek IPAL Pekanbaru, lantaran dikhawatirkan dalam memenuhi biaya sosial dan pengamanan, kontraktor malah mengurangi spek.
"Logikanya, bila anggaran diduga ‘japrem’ tidak ada dalam kontrak, kontraktor tidak ingin rugi, maka spek dimainkan. Bila spek dimainkan, alamatlah masyarakat dirugikan karena kualitas IPAL tidak sesuai harapan," ungkapnya.
Bila tidak berfungsi maksimal atau kualitas IPAL tidak bertahan lama, dia minta penegak hukum mengusut permasalahan ini. "Dari mana sumber anggaran yang dipakai kontraktor untuk "mengamankan" proyek tersebut," pungkas Yusteng.
Informasi yang beredar, dalam lembaran berjudul Daftar Kuantitas dan Harga Pekerjaan Konstruksi – Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Pekanbaru Area Selatan (Paket SC-1) TA 2018-2019-2020, tertulis Biaya Sosial dan Pengamanan sebesar Rp2,25 miliar, termasuk dalam Biaya Manajemen Lalu Lintas sebesar Rp6,43 miliar.
Namun informasi tersebut, sempat dibantah oleh penyelengggara dalam hal ini Satker Pelaksanaan BPPW Riau, meski tanpa menunjukkan data kevalitan informasi yang beredar tersebut kepada masyarakat dan hilang begitu saja tanpa kabar, bak kentut, baunya terasa, tapi tak kelihatan atau terdengar.***
Komentar Via Facebook :