Riau Butuh 40.000 Naker Konstruksi
PEKANBARU.oketimes.com- Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Riau, Aswandi SE menjelaskan menurut data yang ada di LPJK Provinsi Riau, tenaga kerja (Naker) konstruksi yang bersertifikat tahun 2013 di Riau berjumlah 8.622 orang. Terdiri dari 711 orang tenaga ahli Madya, 1.584 orang tenaga ahli Muda, 508 orang tenaga terampil Tingkat III, 543 orang tenaga terampil Tingkat II, dan 5.276 orang tenaga terampil Tingkat I.
Sementara untuk pasar jasa konstruksi Provinsi Riau membutuhkan hampir 40.000 orang tenaga kerja konstruksi bersertifikat. Artinya Riau hanya mampu mengadakan lebih kurang 21 persen dari kebutuhan yang sebenarnya.
Hal ini ditegaskan Ketua LPJK Provinsi Riau Aswandi SE dalam sambutannya pada acara pembukaan Musyawarah Daerah I (Musda I) tujuh asosiasi profesi jasa konstruksi di Hotel Furaya Pekanbaru Senin (10/3). Ketujuh asosiasi tersebut masing-masing Asosiasi Tenaga Konstruksi Indonesia (Astekindo) Riau, Persatuan Insinyur Profesional Indonesia (PIPI) Riau, Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia (PATI) Riau, Himpunan Jasa Konstruksi Indonesia (HJKI) Riau, Asosiasi Tenaga Teknik Ahli dan Trampil Indonesia (Astatindo) Riau, Gabungan Tenaga Ahli Konstruksi (Gataki) Riau, dan Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia (IAMPI) Riau.
Menurut Aswandi SE, potret tenaga kerja konstruksi Indonesia saat ini berdasarkan pendekatan perhitungan diperlukan sebanyak 34.000 orang naker konstruksi untuk setiap Rp1 triliun atau untuk setiap satu pusat strategi (MP3EI), sehingga estimasi kebutuhan tenaga kerja bersertifikat kurang dari 500.000 orang, sementara menurut data BPS 2010 ketersediakan tenaga kerja bersertifikat kurang dari 365.000 orang,
Menurut Aswandi SE, gap tenaga kerja konstruksi belum bersertifikat yang perlu dilatih untuk mendukung program pembangunan Kementerian PU lebih kurang 1,5 juta orang dari total secara nasional yang belum bersertifikat adalah sebanyak 5,8 juta orang.
Sementara kapasitas pelatihan konstruksi per tahun menurut rencana strategis RPJMN adalah lebih kurang 15.000 orang, atau dibutuhkan sebanyak 75.000 orang dalam waktu 5 tahun.
Kenaikan pagu Kementerian PU dari 2010-2014 yang mencapai lebih kurang Rp10 triliun atau membutuhkan tambahan tenaga kerja konstruksi 340.000 orang, sementara kapasitas pelatihan 2010-2014 hanya 75.000 orang, sehingga terdapat gap sebesar 265.000 orang. "Artinya untuk pemenuhan naker konstruksi perlu melibatkan seluruh stakeholder untuk berperan aktif dalam peningkatan konpetensi dan pelatihan konstruksi, peran inilah yang mestinya saya harapkan diambilalih oleh HJKI, PIPI, Astekindo, Pati Riau, Astatindo, Gataki, dan IAMPI Riau," ujar Aswandi SE.
Sebagai asosiasi baru di Riau diharapkan tidak hanya fokus pada peningkatan jumlah anggotanya saja tapi lebih dari itu kualitas naker konstruksi yang dinaungi juga harus ditingkatkan kemampuannya melalui pembinaan dan peningkatan kompetensi dan pelaksanaan pelatihan konstruksi yang berkesinambungan. Dengan demikian asosiasi profesi ini dapat membangun integritas serta mampu meningkatkan profesionalisme segenap anggotanya dalam menjalankan profesi di bidang jasa konstruksi yang kokoh, tangguh, handal dan berdaya saing.
Memasuki era pasar bebas 2015, pengembangan sumber daya manusia di segala bidang menjadi hal yang sangat penting, demikian pula halnya dalam industri konstruksi. Berlakunya AFTA 2010 dan Asean Economy Community (AEC) 2015 berpotensi masuk naker asing di bidang industri konstruksi akan sulit dibendung dan berpotensi dapat mengambilalih peran naker lokal karena rendahnya daya saing konstruksi nasional dan kurangnya kompetensi tenaga ahli dan tenaga terampil itu sendiri.
"Kita memerlukan dukungan SDM yang kompeten yang merupakan salah satu kunci penting dan strategis dalam mencapai keberhasilan dan keberlanjutan manfaat pembangunan bidang konstruksi," tegas Aswandi SE.(mp/oke)
Komentar Via Facebook :