Kurangi Angka Perceraian, BP3AKB Meranti Siap Mediasi
SELATPANJANG, riaueditor.com– Berakhirnya suatu ikatan pernikahan atau biasa disebut dengan perceraian bukanlah lagi menjadi hal yang luar biasa di kalangan masyarakat, melainkan semakin marak dilakukan, bahkan sudah menjadi hal yang umum di sebagian masyarakat maupun kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga sangat berpengaruh pada anak dari kedua pasangan tersebut.
Angka perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kepulauan Meranti terbilang tinggi. Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah angka perceraian yang ditangani lembaga peradilan itu tahun 2012 perceraian perkara gugatan sebanyak 237, kemudian tahun 2013 menjadi 267.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kepulauan Meranti, Dra. H. Syarifah Zumah kepada wartawan saat ditemui dikantornya, Jalan Banglas Selatpanjang, Kamis (2/10).
Syarifah juga menjelaskan bahwa berbagai macam faktor turut mendasari adanya kasus perceraian tersebut, diantaranya yakni ketidakharmonisan rumah tangga , tidak adanya tanggung jawab, maupun faktor ekonomi dan terutama kurangnya pengetahuan ilmu agama. semua itu dapat melatar belakangi maraknya perceraian yang terjadi di masyarakat.
Dia juga menyayangkan karena terkadang para orang tua menjadi lupa bahwa perceraian tidak hanya menyangkut kedua belah pihak saja, suami dan istri. adapun anak-anak yang menjadi bukti cinta kasih pasangan dan merupakan amanah yang diberikan tuhan kepada orang tua untuk dirawat dan diberi kasih sayang terkena imbasnya.
Orang tua kemudian demi kepentingannya pribadi menjadi egois untuk kemudian mengambil keputusan saling berpisah tanpa memperhatikan dampak yang terjadi pada keturunan mereka.
"Terlebih lagi untuk anak-anak usia dini yang masih perlu belaian kasih sayang dari orang tuanya, hal tersebut disadari ataupun tidak akan mempengaruhi kepribadian anak. rasa aman dan kehangatan keluarga yang menjadi kebutuhan dasar mereka, jika tak didapatkan akan begitu berpengaruh dalam kehidupannya baik semasa anak-anak maupun dewasa kelak," tutur Syarifah.
Syarifah juga menjelaskan, walaupun kadangkala perceraian merupakan satu-satunya alasan untuk kehidupan yang baik di antara kedua belah pihak, tetapi selalu ada akibat buruknya pada anak baik secara psikologis maupun secara fisik. oleh karena itu semua akan mempengaruhi kehidupan sang anak. Kondisi jiwa dan psikologis yang berdampak pada kepribadiannya ditentukan oleh bagaimana lingkungan di sekelilingnya. Semua itu hendaknya harus dipikirkan matang-matang oleh para orang tua.
"Sebenarnya, perceraian itu masih bisa dihindari apabila kedua pasangan saling memahami dan bisa menerima kekurangan antara satu sama lain, dan saling menutupi, yakni permasalahan yang besar dikecilkan dan permasalahan yang kecil dihilangkan, tetapi jangan pula permasalahan yang kecil diperbesar tentunya akan berakibatkan fatal sehingga terjadilah perceraian," tambahnya lagi.
Lebih jauh, Syarifah mengatakan bahwa kedepan pihaknya terus berusaha mengurangi angka perceraian ini dengan diadakannya pembinaan melalui penyuluhan, "Ke depannya akan kita buat penyuluhan dalam rangka membina masyarakat mengenai pernikahan, terutama bagi pra-nikah, karena mereka harus mempelajari terlebih dahulu sebelum menikah, dan setelah menikah langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan agar terbentuknya rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah yang harus didasari dengan ilmu agama tentunya," harap Kepala BP3AKB Kepulauan Meranti itu.(aim)
Komentar Via Facebook :