Ekowisata SM Bukit Rimba Baling Perlu Dilestarikan

Kondisi potensi Ekowisata di SM Bukit Rimba Baling Kabupaten Kampar Kiri dan Kuansing Provinsi Riau.
Pekanbaru, Oketimes.com - Kawasan hutan SM Bukit Rimbang Baling menjadi salah satu pesona Destinasi wisata Favorit Riau 2019. Pariwisata Alam ini sebagai salah satu proyeksi untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah Daerah dan Balai Besar KSDA Riau, menggarap Ekowisata (ecotourism) sebagai langkah untuk potensi wisata di Riau dengan lebih serius.
Tahun 2020 saja, BKSDA telah mengalokasikan bantuan kemitraan konservasi pada 6 Desa penyangga di sepanjang sungai Subayang dan akan terus melakukan pembinaan dan pendampingan masyarakat dalam pengembangan ekowisata.
Apalagi tengah dibangunnya jalur interpretasi yang menghubungkan antara Desa Tanjung Belit sampai dengan Desa Pangkalan Serai sebagai desa terakhir sepanjang kurang lebih 36 Km, diharapkan dapat menjadikan SM Rimbang Baling, makin dikenal sebagai Destinasi Wisata hingga ke manca negara.
Secara singkat definisi ekowisata (The International Ecotourism Society) adalah segala aktivitas wisata yang memiliki tanggung jawab kepada alam, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
Bukan hanya berwisata alam saja, prinsip yang diusung ekowisata harus memiliki beberapa manfaat seperti konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal, menghormati kepercayaan masyarakat setempat, dan pendidikan lingkungan. Hal-hal tersebut yang membedakan ekowisata dengan wisata alam pada umumnya.
Konsep ekowisata di Riau sendiri belum terlalu banyak digeluti oleh pegiat pariwisata, kata Kepala Bidang (Kabid) Wilayah I Bukit Rimbang Baling KSDA Riau Hansen kepada awak media di Pekanbaru, Jumat 14 Peberuari 2020.
Namun, menurutnya pertanian urban yang dimaksud adalah mempertemukan wisatawan dengan komunitas lokal untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, untuk mewujudkan kehidupan yang ramah lingkungan.
"Diperkirakan pada tahun 2025, kawasan Riau akan memiliki sektor pariwisata yang berkualitas mengingat keragaman budaya dan alam yang dimilikinya. Hal ini bisa terwujud asalkan berkomitmen kepada pengembangan pariwisata berkelanjutan. Bahkan hal ini bisa sangat berdampak pada aspek sosial ekonomi warga sekitar," kata Hansen dalam bincang-bincangnya Jumat siang.
Hansen berpendapat, para pelaku wisata dalam menggarap ekowisata bisa melakukan proyek bisnis. "Ekowisata adalah contoh nyata bagaimana bisnis bisa bersahabat dengan alam. Konsep bisnis yang tepat diaplikasikan adalah yang berbasis pada komunitas, sehingga aset-aset dalam ekowisata bisa terus terjaga," ungkapnya.
SM Bukit Rimbang Bukit Baling melalui Keputusan Gubernur KDH Tk. I Riau Nomor 149/V/1982 tanggal 21 Juni 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling sebagai kawasan Hutan Tutupan/ Suaka Alam seluas 136.000 hektar.
Bukit Rimbang Bukit Baling ditunjuk sebagai kawasan suaka alam dikarenakan areal hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi suaka margasatwa dan sumber mata air yang perlu dibina kelestariannya, untuk kepentingan pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi.
"Rimbang Baling adalah hutan yang sangat kaya alamnya, setiap tempat memiliki keunikannya tersendiri. Sehingga prioritas setiap tempat pastilah berbeda-beda, misalnya masyarakat di kawasan sekitar hutan dengan berbukit," ujarnya.
Ia mengakui, konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) ini sudah mulai ‘diadopsi’ oleh pemerintah Indonesia, namun arahnya tetap di tangan pemerintah pusat. Kini, Rimbang Baling telah menjadi Pesona Destinasi wisata Favorit Riau.
Kini telah dengan tengah dibangunnya jalur interpretasi yang menghubungkan antara Desa Tanjung Belit sampai dengan Desa Pangkalan Serai sebagai desa terakhir sepanjang kurang lebih 36 km, sehingga pihaknya tetap berupaya Rimbang Baling makin dikenal sebagai destinasi wisata sampai ke manca negara.
Total panjang jalur interpretasi yang masuk dalam kawasan SM Bukit Rimbang Bukit Baling adalah sepanjang 29,5 km dan jalur Kota Lama sampai Sungai Santi sepanjang kurang lebih 7 km, dengan puluhan jembatan gantung diharapkan akan mempermudah masyarakat luas untuk menikmati keindahan alam hutan Sumatera.
Jalur inipun menjadi akses darat masyarakat setempat yang sebelumnya hanya terbatas transportasi melalui jalur sungai, ditambah masuknya jaringan listrik PLN merupakan sarana dan prasarana yang sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan ekonomi kerakyatan.
Balai Besar KSDA Riau telah mengalokasikan bantuan kemitraan konservasi pada 6 Desa penyangga di sepanjang sungai Subayang dan akan terus melakukan pembinaan dan pendampingan masyarakat dalam pengembangan ekowisata.
"Begitu juga melalui APBD Kabupaten Kampar maupun Telkomsel ikut membantu anggaran untuk membangun dan memajukan ekowisata Rimbang Baling," pungkas Hansen meyakinkan. ***
Reporter : Richarde
Editor : Cardova
Komentar Via Facebook :