Lewat Surat Terbuka, Romy Minta Maaf Kepada Masyarakat Indonesia dan TKN Jokowi-Ma'aruf

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy
Jakarta, Oketimes.com - Ketua Umum Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy, minta maaf kepada masyarakat indonesia partai PPP dan termasuk TKN Jokowi-Ma'aruf pasca terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh penyidik KPK di Sidoarjo, Jawa Timur, pada Jumat, 15 Maret 2019.
"Kepada rekan-rekan TKN Jokowi-Amin dan masyarakat Indonesia, saya mohon maaf atas kejadian menghebohkan yang tidak diinginkan," kata Romy lewat surat terbuka seperti dikutip pada Sabtu (16/3/2019).
Menurutnya, OTT terhadap dirinya merupakan sebuah risiko sebagai seorang pemimpin. Ia akan menghadapi kasus yang membelitnya sesuai dengan koridor hukum.
"Harus saya hadapi dengan langkah-langkah terukur dan konstitusional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Mohon doanya," katanya.
Seperti diberirtkan, Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
Dia ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya, yaitu Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur (Jatim), Haris Hasanuddin. Keduanya diduga sebagai pemberi suap terhadap Romi.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Romi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Muafaq dan Haris disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terhadap Muafaq, KPK mengenakan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka terencam dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).***
Sumber : KPK / Editor : Cardoffa
Komentar Via Facebook :