JMGR Tuding PT EMP Perusak LH, Bagus Kartika : No Coment

Manajemen PT Empowering People (EMP), menyerahkan bantuan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kepulauan Meranti, Rabu (13/2/2019) pagi di halaman Kantor Dinas Lingkungan Hidup di Selatpanjang. Dalam penyerahan bantuan itu, terlihat hadir Kepala Dinas Lingkungan Hidup Hendra Putra, SSTP, MSi, Camat Tebing Tinggi Elfandi, SE, MSi dan perwakilan PT EMP Mega Nainggolan.

Pekanbaru, Oketimes.com - PT Energi Mega Persada Tbk (EMP) sebagai operator pengelola konsesi minyak dan gas Blok Selat Malaka mencakup wilayah kerja Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dituduhkan telah mengabaikan lingkungan.

Pernyataan itu disampaikan Isnadi Esman, Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dalam press relisnya yang beredar kepada media belum lama ini. Ia memaparkan tentang adanya pembaharuan kontrak EMP yang memiliki luasan kerja 9.492 Kilometer Persegi di Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.

Dimana pada pertengahan tahun 1995, Far Eastern Hydrocarbons Ltd yang dimiliki Kelompok Usaha Bakrie itu mengakuisisi Resources Holding Incorporation, perusahaan induk Kondur Petroleum S.A telah membeli seluruh saham operator Blok Selat Malaka.

"Kemudian pada tanggal 16 Februari 2003 Energi Mega Persada Tbk mengambil alih seluruh kepemilikan Kondur Petroleum S.A dan nama Kondur Petroleum S.A. sendiri sejak 12 Juni 2012 telah berubah menjadi EMP Malacca Strait S.A," ujar Isnadi Esman aktivis JMGR dalam press rilis tersebut kepada media.

Isnadi menirukan ucapan Iman SJ Putera, jika Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, terutama pasal tentang azas dan tujuan dari penyelenggaraan usaha minyak dan gas bumi.

Tentunya harus berlandaskan ekonomi kerakyatan, kemakmuran bersama, kesejahteraan rakyat dan yang tidak kalah pentingnya adalah berwawasan lingkungan, kata Isnadi Esman menirukan ucapan Iman.

PT EMP dulunya bernama Kondur Petroleum S.A, Perusahaan yang didirikan di bawah hukum Nasional Republik Panama pada 17 Desember 1967 itu sebelumnya telah melakukan menandatangani kontrak kerja sama (KKS) dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 5 Agustus 1970 sebagai operator pengelola konsesi Migas Blok Selat Malaka seluas 39.550 Kilometer Persegi.

Selama 23 tahun, EMP melalui Bakrie Grup menguasai KKS mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas yang ada di Pulau Padang, justru yang terjadi kemiskinan dan ketertinggalan dialami masyarakatnya kata Ismadi.

"Masyarakat di Desa Bagan Melibur Pulau Padang merupakan daerah ring 1 dari kegiatan usaha Migas Bakrie Grup terdapat kantong kemiskinan di Meranti. Ini merupakan representative kecil dari angka kemiskinan di Meranti sebesar 29,8 persen (data BPS). Kita sayangkan kondisi ini kontras dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah di Meranti, seperti minyak, gas, timah, hutan, mangrove dan sagu," papar Isnadi.

Isnadi melihat, selain soal soal kesejahteraan masyarakat, kegiatan eksploitasi Migas EMP Malacca Strait S.A juga berpengaruh sangat signifikan terhadap degradasi dan deforestasi landskap gambut (peatland) yang ada di Pulau Padang.

"Ya, dari hasil riset kita bersama akademisi Universitas di Riau tahun 2016, terjadi penurunan permukaan tanah gambut berkisar antara 10-12 centi meter per tahun akibat dari aktifitas eksplotasi Migas di Pulau Padang, terutama akibat adanya pengeboran bawah permukaan gambut dan pembangunan drainase saluran air yang lebar dan aliranya langsung ke laut dan sungai," paparnya.

Fakta ini, ungkap Isnadi tentunya sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat di daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah (subsiden).

Misalnya saja dengan kondisi yang kering maka akan memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang juga berpengaruh terhadap lahan pertanian dan perkebunan masyarakat, jika tidak ada treatment khusus akan mengancam eksistensi pulau dengan resiko tenggelam, kata Isnadi.

"Kita berharap ada manajemen yang lebih baik yang mengutamanakn kesejateraan masyarakat untuk mengelola Migas di Pulau Padang. Pemerintah baik daerah maupun pusat harus mampu memaksimalkan sumber daya alam yang ada ini untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak perlu ada perusahaan yang mengelola hanya untuk kepentingan dan kekayaan sepihak," pungkas Iman yang juga diamini Isnadi.

Anehnya, Manajer PT Energi Mega Persada Bagus Kartika saat dihubungi lewat ponselnya Rabu (13/2/19) siang, memilih menutup diri alias diam dan tidak ingin mengomentari tudingan yang disampaikan Isnadi Esman selaku Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), terkait dugaan adanya pembiaran perusakan lingkungan hidup yang dilakukan PT EMP sebagai operator pengelola konsesi minyak dan gas Blok Selat Malaka mencakup wilayah kerja Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dengan luas 9.492 Kilometer Persegi di wilayah tersebut.

"Sementara sih, no komen bro," tulis Bagus Kartika singkat lewat pesan Whatsappnya menjawab pertayaaan awak media ini.***

 

Penulis   : Ndanres   /   Editor    : Richarde


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait