LAMR Sebut Kedatangan Jokowi tak Membawa Manfaat besar bagi Warga Riau
Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Al Azhar, MA, Eksekutif Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan, Satria Utama dari PWI Riau, Fahrurrozi dari AJI Riau, serta unsur masyarakat lainnya menggelar konferensi pers terkait rencana class action gugatan terhadap Pemerintah dan perusahaan pembakar lahan dampak kabut asap yang melanda Riau secara berkepanjangan yang difasilitasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau bertempat di Sekretariat Walhi Jalan Cempedak I, Pekanbaru, Selasa (6/10/2015).
PEKANBARU, OKETIMES.COM - Ketua Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Al Azhar mengatakan kedatangan Presiden RI Joko Widodo ke Riau, tidaklah akan mengubah apa-apa lagi, karena dinilai sudah sangat terlambat, baik untuk meredakan kemarahan dan mengobati kekecewaan masyarakat Riau, maupun untuk penanganan asap dan cedera kemanusiaan yang telah ditimbulkan.
" Sebaiknya Jokowi memimpin langsung beberapa tindakan penyelamatan konstitusional yang dalam hal itu kita sebut sebagai Nawacita Riau. Diantaranya, memerintahkan Mentri Kesehatan yang "genit" itu untuk memperbaiki penanganan kesehatan masyarakat terdampak asap dan memulihkan kesehatan pasca bencana," ujar Al-Azhar pada awak media, Jumat (9/10).
Selain itu, sambung Al Azhar, kompensasi kerugian keekonomian masyarakat terutama kelompok miskin dan prasejahtera, nelayan, petani dan buruh seperti yang digagas Mensos.
" Selain itu juga, kita minta presiden untuk mengawal ketat proses penegakan hukum oleh aparat, dan memastikan hukum yang setimpal dengan kejahatan luar biasa yang dilakukan pembakar lahan baik koorporasi maupun perorangan. Sedangkan desakan yang ke tiga adalah penghentian permanen izin dan eksploitasi baru hutan-tanah di Riau khususnya, di Sumatera, Kalimantan umumnya. Dan naturalisasikan lahan gambut di manapun di Indonesia," sebutnya.
Terkait dengan perizinan dan kepatuhan operasional perusahaan HTI, juga menurut Al-Azhar pelru diaudit termasuk memastikan kesesuaian luas lahan yang perusahaan dengan izin yang diberikan. Yang keenam, diminta kepada Presiden agar segera menyelesaikan konflik dan tumpang-tindih kepemilikan lahan di Riau dengan asas penghormatan dan pengakuan mutlak terhadap hak-hak dan sejarah Melayu Riau.
" Moratorium perpanjangan izin HTI atau sawit di Riau sampai ada kesepakatan-kesepakatan baru dengan pemilik hak-hak adat dan sejarah Melayu. Kita juga menggesa agar tata ulang kawasan konservasi di Riau yang sekarang faktanya sebagian sudah dirambah dan jadi kebun sawit dan sebagian lagi tumpang-tindih dengan ruang hidup masyarakat adat," tuturnya.
Yang ke sembilan, wujudkan pusat-pusat industry Hilir di Dumai, Buton dan Kuala Enok sebagaimana rancangan bersama reszim sebelumnya. (dea)
Komentar Via Facebook :