Scale Up Gandeng Yayasan Betang Borneo Taja Pelatihan Resolusi Konflik SDA
Lembaga Scale Up (Kemitraan Pembangunan Sosial Berkelanjutan) Bekerjasama dengan Yayasan Betang Borneo, taja pelatihan resolusi konflik sumber daya alam (SDA) dengan metode Alternative Dispute Resolution (ADR) untuk masyarakat di hotel Aquarius Palangkaraya, Jumat (27/2/2015).
Palangkaraya, OKETIMES.com - Lembaga Scale Up (Kemitraan Pembangunan Sosial Berkelanjutan) Bekerjasama dengan Yayasan Betang Borneo, taja pelatihan resolusi konflik sumber daya alam (SDA) dengan metode Alternative Dispute Resolution (ADR) untuk masyarakat di hotel Aquarius Palangkaraya, Jumat (27/2/2015).
Pelatihan yang digelar selama dua hari (27-28/02) kemarin, melibatkan Masyarakat dari Kabupaten Kapuas, Gunung Mas, Kota Waringin Barat, Kota Waringin Timur, Pulang Pisau dan beberapa aktivis seperti POKKER SHK, Kemitraan, Save Our Borneo dan Aman Kalteng.
Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian mengatakan, tujuan dari kegiatan ini adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penyelesaian konflik SDA. Mendorong proses penyelesaian konflik SDA melalui mekanisme penyelesaian konflik diluar Pengadilan.
Memperkuat posisi dan strategi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak atas SDA, menghindari penyelesaian koflik dengan kekerasan fisik yang dapat merugikan masyarakat serta membangun strategi penyelesaian konflik melalui data dan informasi.
Sementara, Direktur Eksekutif Yayasan Betang Borneo, Dimas N Hartono menyampaikan bahwa Konflik-konflik SDA yang terjadi saat ini tidak diimbangi dengan pembaharuan pendekatan penyelesaian konflik yang tuntas.
"Peran pemerintah dalam penyelesaian konflik sangat penting, namun saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Mekanisme legal/formal dalam penanganan konflik SDA masih menjadi pilihan utama, sebagian besar konflik sumberdaya alam berakhir di pengadilan, katanya.
Putusan pengadilan memberikan kepastian hukum suatu perkara dengan memenangkan salah satu pihak. Dalam penyelesaian konflik melalui legal/ formal jarang sekali masyarakat menjadi pihak yang menang karena berbagai faktor terutama legalitas.
Dengan putusan yang demikian, maka putusan tersebut melegitimasi bahwa masyarakat tidak memiliki kekuatan hukum. Belum lagi represifitas aparat keamanan baik dari perusahaan maupun aparat pemerintah yang sering sekali terjadi di daerah berkonflik yang menimbulkan kerugian baik materi maupun psikologis masyarakat.
Ditambahkan Dimas, pada sisi lain pendekatan penyelesaian konflik melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan (Alternative Dispute Resolution: ADR) belum berkembang dengan baik. ADR berfungsi memberi pilihan tata cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak.
Salah satunya, seperti Konsultasi, negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau penilaian ahli. Mekanisme ADR memiliki kesesuaian dengan nilai dan mekanisme sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yaitu musyawarah mufakat, urainya.
Acara yang diadakan dua hari dengan agenda hari pertama pembukaan,perkenalan dan kontrak belajar dilanjutkan membuat gambar konflik yang di presentasikan oleh peserta.
Selanjutnya presentasi narasumber (pengertian konflik, akar konflik, dan eskalasi konflik) dilanjutkan dengan diskusi dengan narasumber, pemetaaan aktor berdasarkan sketsa konflik yang telah dibuat oleh peserta di awal.
Kemudian presentasi hasil diskusi kelompok, penyampaian materi analisis konflik(pemetaan aktor, isu, posisi, kepentingan, kekuatan, kelemahan, dan tabel analisa konflik), dan penyampaian materi bentuk bentuk penyelesaian konflik (litigasi, non litigasi (ADR) kekurangan dan kekuatan ADR.
Dilanjutkan hari kedua dengan review, simulasi negosiasi (sebelum teori). Penyampaian materi negosiasi dan pengenalan mediasi, review simulasi negosiasi II, penyampaian materi merancang kesepakatan, evaluasi berupa kritik, saran, kesan, materi, narasumber, dan fasilitator. (rls/har)
Komentar Via Facebook :