Lewat Perda, Perlindungan Perempuan dan Anak Segera Teratasi

Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi, saat penyampaian ranperda perlindungan hak perempuan dan anak di DPRD provinsi Riau. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) bekerjasama dengan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Riau menggelar kegiatan Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha, di Pekanbaru, Kamis (21/7/2016).

Pekanbaru, Oketimes.com - Tingginya kasus kekerasan yang dialami Perempuan dan Anak secara Nasional dalam beberapa tahun terakhir ini, mendesak pemerintah harus segera mengambil tindakan presentatif bagi kaum perempuan dan anak sedini mungkin. Jika tidak dilakukan segera, maka korban yang berjatuhan semakin bertambah setiap harinya.

Sebagai acuan, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merilis data bahwa setiap dua jam terdapat tiga perempuan menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia. Ini berarti, ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya.

Komnas Perempuan mengidentifikasi kekerasan seksual memiliki 15 bentuk, yaitu: Perkosaan, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung.

Kemudian pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual/diskriminatif, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Kejadian tersebut tidak terlepas dari daerah lainnya, termasuk di provinsi Riau. Guna menjamin perlindungan perempuan dan anak di Riau, Pemerintah Provinsi Riau dalam memberikan perlindungan kepada Perempuan dan anak akan diwujudkan dengan mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Hak Perempuan dari tindak kekerasan dan pelindungan terhadap anak.

Mewakili Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Sekretaris Dareah Provinsi Riau Ahmad Hijazi menyebutkan bahwa Ranperda perlindungan perempuan dan anak sangat penting dilakukan, mengingat makin banyaknya kasus-kasus tersebut terjadi di Riau.

"Seiring dengan terus meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah kita ini, maka perda Perlindungan Hak Perempuan dan anak dari tindak kekerasan ini sangat penting keberadaannya," kata Sekda dalam menyampaikan draf Ranperda Perlindungan Perempuan dan anak pada rapat paripurna DPRD Riau beluma lama ini.

Ahmad Hijazi menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik dalam kehidupan berumah tangga, di lingkunan tempat kerja dan berbagai kehidupan sosial masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan

Dikatakannya, Isu kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai masalah individu, padahal saat ini permasalahan kekerasan terhadap perempuan sudah menjadi masalah global. Sehingga, Ranperda ini diharapkan dapat melindungi hak perempuan dari kekerasan. Dan upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi kekerasan termasuk pemaksaan dan perampasan kemerdekaan.

Ditambahkan, upaya yang dilakukan dalam bentuk perhatian dan memberikan rasa aman, nyaman dari Pemerintah Provinsi Riau terhadap warganya.  "Ini salah satu bentuk pelayanan juga pada masyarakat dari Pemerintahnya.  Diharapkan kasus yang terjadi tiap tahunnya bisa diminimlisir," ungkapnya lagi.

"Tidak hanya perlindungan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan kerja, namun termasuk perlindungan dari perdagangan manusia," terang Ahmad.

Dijelaskannya lagi, Penanganan kasus terhadap perempuan dilakukan secara terpadu juga sudah ditangani komponen lain, seperti LSM dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Riau.

Untuk menampung persoalan kekerasan perempuan ini, Hijazi mengatakan, Pemprov Riau sudah membentuk kelompok kerja baik itu yang difasilitasi oleh swasta maupun pemerintah. Pemprov Riau juga menfasilitasi keberadaan P2TPA yang sudah ada di 12 kabupaten/kota di Riau.

Titik penting dalam Raperda ini adalah pencegahan, diharapkan kedepan, kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan bisa lebih diperbanyak lagi agar bisa menyentuh seluruh elemen masyarakat.

Ahmad Hijazi juga menegaskan, dengan adanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi terkait program pencegahan, akan didukung dengan anggaran yang memadai untuk program-program perlindungan perempuan dan anak ini. "Tentu dengan adanya perda ini akan berdampak juga terhadap anggaran, akan ada alokasi khusus tentu untuk pelaksanaan program ini," terangnya.

Mekipun Pemerintah memiliki tanggung jawab besar melaksanakan, namun Ahmad Hijazi meminta peran dari seluruh elemen dalam masyarakat untuk menanggulangi adanya kekerasan terhadap perempuan. "Untuk itu kami berharap agar kiranya dewan dapat membahas lebih lanjut usulan Raperda ini hingga pada penyelesaian akhirnya," tutup dia.

Sementara, Kepala BPPPAKB Riau T. Hidayati Efiza menegaskan komitmen melindungi perempuan dan anak oleh pemerintah provinsi Riau melalui Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Riau bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA).

Hal itu salah satunya dengan melakukan Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha.

Di tahun 2016, Kementerian PP-PA memiliki tiga program unggulan yang disebut sebagai `three ends`, yaitu end violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan end barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi).

Program ini untuk menggugah kesadaran masyarakat agar bersinergi dengan lembaga atau organisasi di masyarakat dan diharapkan dapat menjadi arah bagi KPPA dan para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam melaksanakan urusan PP dan PA

"Kegiatan Advokasi dan sosialisasi PP-PA bagi lembaga profesi dan dunia usaha dapat membangun koordinasi yang kuat antar pelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi pembangunan khususnya urusan PP dan PA dalam mengatasi permasalahan di Riau sampai pada tingkat kabupaten hingga desa," Kata Dia.

Dia berharap, dengan adanya kegiatan apa yang menjadi tujuan pemerintah pusat dan daerah dapat terwujud yaitu dengan meningkatkan sensitifitas berbagai pihak khususnya elemen masyarakat dari dunia usaha.

Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) bekerjasama dengan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Riau menggelar kegiatan Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha, di Pekanbaru, Kamis (21/7/2016).

Kegiatan tersebut dihadiri Asisten Deputi urusan gender dalam pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Muhammad Ihsan.

Dalam pemaparanya Ihsan mengatakan, tahun 2016 Kementerian PP-PA telah melaunching atau mencanangkan tiga program unggulan yaitu Program `Three Ends` yang merupakan sebuah program unggulan Kementerian PP-PA kepada Lembaga Masyarakat, dunia usaha dan media massa serta stakeholder lainya.

"Di tahun 2016, Kementerian PP-PA memiliki tiga program unggulan yang disebut sebagai `three ends`, yaitu end violence against women and children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), end human trafficking (akhiri perdagangan manusia), dan end barriers to economic justice (akhiri kesenjangan ekonomi)," kata Muhammad Ihsan.

"Program ini untuk menggugah kesadaran masyarakat agar bersinergi dengan lembaga atau organisasi di masyarakat dan diharapkan dapat menjadi arah bagi KPPA dan para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam melaksanakan urusan PP dan PA," katanya lagi.

Dia berharap, kegiatan Advokasi dan sosialisasi PP-PA bagi lembaga profesi dan dunia usaha dapat membangun koordinasi yang kuat antar pelaku pembangunan, menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi pembangunan khususnya urusan PP dan PA dalam mengatasi permasalahan di Riau sampai pada tingkat kabupaten hingga desa.

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha dibuka oleh Kepala bidang KB, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Riau Ir Asniati.

Asniati mewakili Kepala Badan PPPAKB Provinsi Riau Hj Tengku Hidayati Efiza, berharap dengan adanya kegiatan apa yang menjadi tujuan pemerintah pusat dan daerah dapat terwujud yaitu dengan meningkatkan sensitifitas berbagai pihak khususnya elemen masyarakat dari dunia usaha, media maupun Akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat dalam melakukan komunikasi dan pengembangan jejaring dengan masyarakat dan dunia usaha.

"Semoga dengan diselenggarkannya kegiatan ini, lembaga layanan dapat melakukan layanan prima penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujar Asniati.

Hadir pada acara tersebut, diantaranya Asosiasi dosen Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Persatuan perawat nasional Indonesia, Ikatan Guru Indonesia, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia, Himpunan Psikolog Indonesia, Persatuan Perawat Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia.

Kemudian perwakilan dari Media massa, Kadin, IWAPI, PRBF, BKOW, Dekranasda, Akdemisi dan organsasi keagamaan diantaranya, MUI, BKMT, Pusat Study Wanita, Fatayat NU, Aisyiah, PKK, Dharma Wanita, dan Dharma Pertiwi.

Menurut data yang terhimpun dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) provinsi Riau, pada tahun 2016 terhitung sampai bulan Juni, kasus kekerasan pada perempuan dan anak mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Riau Hj T Hidayati Efiza, yang diwakilkan Kepala bidang KB Ir Asniati pada saat membuka acara Advokasi dan sosialisasi perlindungan perempuan (PP) dan perlindungan anak (PA) bagi lembaga profesi dan dunia usaha, di salah satu hotel di Pekanbaru, Kamis (21/7/2016).

"Dari tahun ke tahun kasus kekerasan yang terjadi di berbagai daerah di Riau semakin meningkat, tahun 2014 sebanyak 361 kasus, tahun 2015 sebanyak 475 kasus, dan pada tahun 2016 terhitung sampai bulan juni sebanyak 290 kasus," papar Asniati.

"BPPPAKB melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) provinsi Riau, menerima pengaduan yang berkaitan dengan permasalahan perempuan dan anak. Pengaduan yang datang tersebut bermacam-macam, mulai dari tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan masalah Ekonomi," katanya lagi.

Asniati menjelaskan, dari hasil monitoring ke Kabupaten/kota BPPPAKB bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) telah melakukan sosialisasi sampai ke desa dan kelurahan, sehingga masyarakat sudah mulai mengetahui keberadaan P2TP2A, namun disisi lain P2TP2A memiliki keterbatasan baik dalam anggaran operasional penanganan kasus maupun tenaga pendamping kasus (Pengacara, Psikolog, Pekerja sosial, Rohaniawan).

"Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak provinsi Riau, menerima pengaduan yang berkaitan dengan permasalahan perempuan dan anak. Pengaduan yang datang tersebut bermacam-macam, mulai dari tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan Ekonomi," ujarnya.

Masalah kekerasan ini merupakan permasalahan yang kompleks, karena itu perlu penanganan yang terintegrasi dari berbagai sektor, pada kesempatan ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan BPPPAKB Riau menghimbau kepada masyarakat, dunia usaha dan media untuk turut peduli dalam permasalahan kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, sehingga permasalahan yang timbul akan lebih mudah untuk diselesaikan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Riau menggelar kegiatan uji publik draft panduan pelatihan yang responsif gender bagi sumber daya manusia (SDM) media.

Kegiatan yang dilaksanakan di salah satu hotel berbintang di Pekanbaru itu, dibuka oleh Kepala BPPPAKB Riau, Hj T Hidayati Efiza, berlangsung selama dua hari, 19-20 Juli 2016 dan diikuti oleh puluhan praktisi humas pemerintah, wartawan utusan dari beberapa media massa, baik cetak, portal berita, online dan televisi serta dan penggiat perlindungan perempuan dan anak.

Kepala Bidang Media Elektronik dan Media Sosial KPPPA Imiarti menyatakan, pelatihan ini dimaksudkan dapat memberikan pemahaman mengenai media yang sensitif gender dan ramah anak.

"Yang saya lihat kebanyakan media menjadikan posisi perempuan dan anak sering diabaikan. Sehingga jika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sering ditonjolkan adalah korbannya," kata Imiarti pada saat meyampaikan pemaparannya.

Konsultan di KPPPA, Aida Milasari pada saat memberikan materi mengatakan, tujuan dibuatnya modul ini adalah untuk melatih para fasilitator, sehingga fasilitator ini nantinya dapat memberikan pelatihan mengenai media yang sensitif gender dan ramah anak, pada para pekerja media, baik media cetak, elektronik, maupun media sosial.

"Pelatihan gender bagi media ini penting karena dengan pelatihan ini, pekerja media diberi pelatihan keterampilan dan teknis untuk menganilisis berbagai fakta, isu, dan data dari perspektif gender dan dapat membantu para pekerja media untuk memahami bahwa sikap, prasangka, bias dan konstruksi gender telah menguasai media," ungkapnya.

Dengan diselenggarkannya kegiatan ini diharapkan mass media dan peserta yang hadir lainya dapat memberikan kontribusi di dalam pembangunan nasional yang perspektif gender, yaitu pembangunan yang dapat melindungi perempuan dan anak. (adv/hms)


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait