Konflik Tapal Batas Kampar-Rohul
Konflik Lima Desa tak Kunjung Usai, Warga Minta Referendum
Ilustrasi
Kunto Darussalam, OKETIMES.com - Akibat konflik tapal batas di Lima Desa, (Intan Jaya, Muara Intan, Tanah Datar, Rimba jaya dan Rimba Makmur) masih gonjang ganjing antara Pemkab Kampar dan Pemkab Rohul. Masyarakat setempat kini merasa jenuh dan meminta untuk Referendum atau pun jejak pendapat.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Tanah Datar, Hery Subagiyo mengatakan konflik tapal batas di lima desa tersebut yang diperebutkan Pemkab Rohul dan Kampar, saat ini sangat membingungkan masyarakat. Karena, konflik lima desa yang tak kunjung usai mulai tahun 2005 sampai tahun 2015 tidak ada kejelasan.
" Karena konflik lima desa ini tak kunjung usai, dari tahun 2005 sampai tahun 2015 ini, sekarang masyarakat sudah sangat jenuh karena ketidakjelasan status lima desa tersebut. Sebab secara administrasi masyarakat ada yang memiliki KTP Kampar dan sebahagian KTP Rohul. Jadi, kami saat ini bingung harus bagaimana beberurusan dengan pemerintahan yang mana," kata Hery kepada media ini, Kamis (04/06/2015) sore.
Selain itu, dikisahkannya awal mula terjadi konflik tapal batas di lima desa ini. Berawal, dari diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur Riau, Rusli Zainal pada tahun 2005 lalu, yang menyatakan lima desa yang sebelumnya berada dibawah naungan Kabupaten Rohul menjadi masuk ke Kabupaten Kampar. Namun, pada tahun 2007 SK Gubernur tersebut dibantah oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) RI yang menyatakan lima desa harus kembali masuk ke Kabupaten sebelumnya.
" Pada saat itu, masyarakat di lima desa sudah merasa senang karena keputusan MA tersebut yang menyatakan lima desa masuk kembali ke Kabupaten Rohul," ujarnya.
Tidak sampai disitu saja, segelintir masyarakat yang tidak senang dengan hasil keputusan dari MA tersebut, bersama Pemkab Kampar, masyarakat yang tidak senang dari hasil keputusan MA ini berupaya menggugat hasil keputusan MA ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta pada tahun 2009.
" Pihak PTUN memenangkan gugatan tersebut dan lima desa masuk ke Kabupaten Kampar. Mulai dari situ kekacauan antar masyarakat mulai terjadi," katanya.
Dikatakannya lagi, Pemkab Rohul dan masyarakat lima desa yang menginkan desa mereka masuk wilayah Rohul, kembali menggugat melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tahu n 2010. Hasilnya, sesuai keputusan Mendagri pada tahun 2010 lima desa masuk dalam bimbingan Kabupaten Rohul.
Selain itu, katanya karena tidak juga ada kejelasan status wilayah antara Kampar dan Rohul. Masyarakat meminta agar persoalan ini diselesaikan secara Referendum (Jejak pendapat, red). " Kami atas nama masyarakat di lima desa meminta kepada Bupati Kampar dan Rohul disaksikan Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau, duduk bersama membahas Reperendum ini.
Hal ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah tapal batas lima desa ini dan para pejabat di dua kabupaten ini mengerti keinginan masyarakat," harapnya.
Selain itu, sambungnya diadakannya Reperendum ini untuk mengantisipasi pertikaian antara masyarakat Versi Kampar maupun Rohul. Karena selama ini di tengah-tengah masyarakat selalu terjadi perselisihan paham, dan akibatnya menimbulkan keresahaan. " Masyarakat jadi cemas. Serta masyarakat yang menjalankan usaha tidak tenang, akibat dari pertikaian antara dua kubu yang berselisih ini," paparnya.
Ia juga mengutarakan, jika diadakan Reperendum antara dua kepala daerah. Masyarakat akan mengetahui masuk ke kabupaten mana desa mereka berada. " Setelah ada keputusan yang Inkrah dari Reperendum anatara dua kepala daerah. Jika harus masuk ke Kabupaten Kampar, maka Pemkab Rohul harus legowo menerima keputusan. Begitu juga sebaliknya," urainya. (Yahya)
Komentar Via Facebook :