Rencana Pemkab Inhil Lakukan Pinjaman Rp200 M Menuai Sorotan

Rosmely, Ketua PPWI Kabupaten Inhil.(Foto: Ist)

INHIL - Rencana Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir ( Pemkab Inhil) untuk meminjam dana sebesar Rp200 miliar, menuai sorotan tajam. Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Inhil, Rosmely, menilai langkah itu tak bijak dan justru menunjukkan lemahnya pengelolaan potensi daerah yang kaya akan sumber daya.

Rosmely mengungkapkan, di Inhil saat ini terdapat 80 perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang di antaranya bergerak di sektor perkebunan kelapa, kelapa sawit, dan pengolahan CPO/PKS. Seluruh perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk mengalokasikan Corporate Social Responsibility (CSR) yang semestinya dapat menjadi sumber pendanaan pembangunan infrastruktur dasar.

"Sebelum bicara pinjam uang Rp200 miliar, pemerintah harus menjelaskan dulu, ke mana sebenarnya dana CSR itu dialokasikan. Forum CSR sudah dibubarkan dan mandat pengelolaannya dialihkan ke Dinas Sosial. Tetapi sampai hari ini tidak ada transparansi yang jelas," tegas Rosmely.

Ia menilai, pemerintah daerah seharusnya memaksimalkan mekanisme CSR sebagai kewajiban perusahaan, bukan justru mencari solusi instan melalui utang yang pada akhirnya membebani daerah dalam jangka panjang.

CSR bukan sekadar “bantuan sukarela”, melainkan kewajiban hukum bagi perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut. Dengan banyaknya perusahaan perkebunan besar di Inhil, potensi CSR sebenarnya mampu meringankan beban APBD dan menjadi instrumen pembangunan berkelanjutan.

"CSR itu wajib. Bukan diberi kalau mereka mau. Pemerintah daerah punya hak meminta dan mengawasi. Jadi kalau sekarang justru mau berutang Rp200 miliar, itu menunjukkan bahwa pengawasan terhadap CSR tidak berjalan," ujarnya.

Rosmely menambahkan. apabila pemerintah benar-benar kesulitan membiayai pembangunan, masih banyak mekanisme pendanaan lain yang jauh lebih logis dan tidak membebani rakyat.

PPWI bahkan siap membantu pemerintah mencari sumber pendanaan internasional yang sah dan tidak memberatkan, termasuk dari lembaga dunia seperti Bank Dunia, khususnya untuk program pemulihan ekonomi masyarakat terdampak banjir dan kerusakan perkebunan.

"Banyak kebun masyarakat yang habis terendam, ekonomi lumpuh, dan ini harus jadi prioritas. Kalau pemerintah butuh dukungan untuk mencari pendanaan alternatif, PPWI siap membantu. Banyak cara yang bisa dilakukan tidak harus dengan berhutang," ujarnya.

Sikap PPWI, lanjut Rosmely bukan semata-mata mengkritik, tetapi memberikan gagasan agar kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada rakyat.

Ia mengingatkan bahwa Inhil adalah kabupaten kaya dengan potensi kelapa terbesar di dunia, namun paradoksnya masih memiliki banyak desa tertinggal karena minimnya pembangunan infrastruktur dasar.

“Kami tidak anti pemerintah. Tapi pemerintah juga jangan alergi kritik. Kritik kami disertai solusi. Jangan sampai hutang baru hanya menambah beban fiskal tanpa menyentuh akar persoalan,” katanya.

Rosmely menyimpulkan bahwa pemerintah daerah harus lebih cermat, transparan, dan akuntabel dalam menyusun kebijakan anggaran. Hutang sebesar Rp200 miliar bukan sekadar angka, tetapi komitmen jangka panjang yang akan memengaruhi arah pembangunan dan kesejahteraan rakyat Inhil.
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait