Tarif PBB Naik 300%, Respon Walikota Pekanbaru Ngawur!

Layar tangkapan komentar netizen soal kenaikan pajak PBB 300 Persen di Pekanbaru mengalahkan Kota Pati.

Pekanbaru, Oketimes.com - LSM Benang Merah Keadilan menyayangkan pernyataan Walikota Pekanbaru H Agung Nugroho menyikapi terkuaknya Pajak PBB-P2 yang selama ini ternyata sudah naik sebesar 300 persen sejak tahun 2024 silam. Menurut Benang Merah, pernyataan Walikota Pekanbaru berpotensi memicu polemik berkelanjutan.

"Awal kita dengar pernyataan pers-nya, kita apresiasi karena mengarah ke arah perbaikan dan revisi Peraturan Daerah (Perda). Karena, sejak awal kami ekspos hingga munculnya Surat Edaran Mendagri, kami mendorong Perda direvisi. Namun, kalimat demi kalimat kita dengar, kok malah ngawur asal-asalan? Ia mengulas masalah tarif parkir dan berujung ke pembelaan diri seolah isu ini adalah ekses politik pilkada lalu. Kok jadi ngawur?," ungkap Direktur Eksekutif LSM Benang Merah, Idris, Sabtu 16 Agustus 2025.

Pernyataan Walikota, menurut Idris, justru berpotensi memicu konflik seolah menuduh warga-warga yang menjadi korban kenaikan tarif PBB itu berpolitik.

"Sejak awal ketika kami buka temuan kenaikan PBB 300 % itu, kami sudah paparkan bahwa 'dalang' kenaikan itu adalah Pemko Pekanbaru saat itu dijabat oleh Pj Walikota Muflihun, yang bermufakat dengan DPRD Pekanbaru periode 2019 - 2024, membuat Perda 1 Tahun 2024. Kami tegas jelaskan disitu, agar semua pihak tahu dan tidak menyalahkan Walikota saat ini. Sehingga, Pemko Pekanbaru saat ini, mau Walikotanya si fulan, si anu atau siapa pun itu, segera bertindak bersama DPRD merevisi Perda itu," bebernya.

Bahkan, lanjutnya, Benang Merah juga telah menyampaikan juga kemarin bahwa jika masyarakat keberatan, sebaiknya (Perda) direvisi, tapi kalau warga tak keberatan ya dilanjutkan. Pilihan itu, ada pada Eksekutif dan Legislatif. "Kami kemarin fokus ke temuan dan saran," jelas Idris.

Namun disayangkan, respon Walikota seolah menebar opini miring dan membelokkan persoalan yang berpotensi memicu konflik lanjutan.

"Apakah karena temuan kami ini viral lalu Walikota melihat ada dari lawan politiknya menunggangi isu itu, kami tidak tahu. Kalau mau nuduh, ya tuduh saja rakyat Pati yang duluan protes yang membuka kotak pandora ini. Harusnya kan Beliau fokus ke problem solving dan kami juga fokus tugas pengawasan berbasis data aturan. Presiden Prabowo sudah menyatakan kemarin, 'Kritik kami terus, walau menyesakkan'. Itu adalah teladan bentuk kedewasaan Pemimpin publik. Respon Walikota ini seakan mendeligitimasi moral rakyat yang terhimpit masalah ekonomi dan tak bisa bayar pajak, bisa makin marah rakyat ini," kata Idris.

Kesal dengan respon itu, Benang Merah akhirnya 'menguliti' satu per satu pernyataan Walikota Pekanbaru Agung Nugroho.

Pertama, kata Idris, Walikota Agung mengaku bahwa kasus Tarif Parkir dan Tarif PBB berbeda, karena Tarif Parkir itu produk Perwako sehingga Ia bisa langsung menurunkan dengan membuat Perwako baru. Sedangkan, tarif Pajak PBB adalah produk Perda, sehingga Ia tidak bisa menurunkannya selain daripada merevisi Perda.

Pernyataan melalui akun Tik Tok H Agung Nugroho, Jumat 15 Agustus 2025 kemarin, membuat Idris kaget. 

"Kaget kita. Walikota kok tega bohongi rakyatnya. Bahkan, saat ada warga yang mempertanyakan perbedaan tindakannya terhadap Tarif Parkir dan Tarif PBB, padahal sama-sama diatur di Perda itu, Wako malah bersikeras menegaskan Tarif Parkir tak diatur di Perda. Masyarakat sudah tahu dan cerdas kok malah diberi informasi salah oleh Walikota," papar Idris.

Dijelaskan Idris, bahwa Perda 1 Nomor Tahun 2024 adalah Perda Omnibus Law Pendapatan Daerah, yang mencabut sejumlah Perda-Perda terkait Pendapatan Daerah dan dituangkan dalam 1 Perda. Termasuk memuat Tarif Parkir Mobil sebesar Rp3.000 dan Sepeda Motor Rp2.000 dan Tarif PBB dan serta Pungutan lainnya.

"Perda 1 tahun 2024 mirip Omnibus Law versi Daerah. Tarif Parkir dan PBB juga diatur disitu. Jadi kalau Pak Wali sebut bahwa Tarif Parkir tidak diatur oleh Perda, jadi Perwako Nomor 2 Tahun 2025 sebagai dasar menurunkan Tarif Parkir mobil menjadi Rp2.000 dan Sepeda Motor menjadi Rp1.000, isinya apa? Kan untuk mencabut Lampiran Perda 1 tahun 2024," bebernya.

Perwako Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 2 itu berbunyi, "Dengan ditetapkannya tarif retribusi jasa umum atas pelayanan parkir di tepi jalan umum, hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada pasal 1, maka lampiran 1 pada peraturan daerah nomor 1 tahun 2024 tentang padahal daerah dan retribusi daerah dicabut dan tidak dinyatakan berlaku".

"Justru Walikota sendiri yang mengungkit Perwako Parkir yang paling sakti yang bisa melawan Perda di Indonesia ini. Akhirnya, warga minta tindakan serupa. Meminta Walikota menurunkan PBB ini juga dengan Perwako. Ia kemudian berkilah bahwa Tarif Parkir bukan Perda. Apa namanya kalau tahu sesuatu tapi menyampaikan beda? Ya berbohong. Kita tahu masalah Perwako Parkir itu tapi kita diam, karena pihak yang dirugikan juga diam aja tuh," tegas Idris.

Dijelaskan Idris, Lampiran Perda adalah Satu Kesatuan dengan Pasal yang ada di Perda.

"Jadi bikin Perwako mencabut lampiran Perda itu apakah bukan pelanggaran hukum? Mencabut atau merubah pasal yang berdampak ke lampiran hanya bisa dilakukan di Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review, seperti yang kami sebut kemarin. Nah, sekarang masyarakat mulai nuntut turunkan PBB dengan Perwako. Akhirnya, terjebak sendiri Beliau dengan ucapannya. Makanya,dari awal kami fokus ke solusi revisi, kok Pak Wali sendiri yang ngawur ke tarif Parkir lah, politik lah," sambung Idris.

Ia mempertanyakan, upaya lain selain stimulus dan diskon, yang berkaitan dengan kebijakan apakah sudah dilakukan?

"Misalnya, rekomendasi atas temuan BPK atas Laporan tahun Anggaran 2024, yaitu mengusulkan dan merevisi Keputusan Walikota Pekanbaru Nomor 871 Tahun 2023 tentang Penatapan NJOP apakah sudah dilakukan sejak LHP BPK diterima? BPK menilai, Keputusan itu sebagai dasar Pengenaan Pajak PBB-P2 terutang, juga pemicu masalah. Temuan ini, membuat kita tahu, selain Tarif PBB-P2 naik 300%, Penetapan NJOP pun diusulkan BPK diganti karena tidak sesuai ketentuan alias bermasalah," tegas Idris.

Selain itu, menurut Idris Perda 1 Tahun 2024 harus diikuti dengan Perwako baru karena hingga saat ini, Pemko Pekanbaru masih menggunakan Perwako Nomor 53 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PBB-P2 sebagaimana diubah dengan Perwali Nomor 3 Tahun 2021.

"Kalau sampai Desember 2025 tidak ada keluar Perwako sebagai turunan Perda 1 Tahun 2024, maka ada sanksi. Makanya, fokus ke solusi daripada ngawur," tutup Idris. (*)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait