Masih Misteri, Satgas PKH Belum Mampu Sikat Dua Perusahaan Besar Dalam Kawasan Hutan

Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI).

PEKANBARU, Oketimes.com — Di tengah upaya penegakan hukum terhadap perambahan kawasan hutan, muncul sorotan tajam terhadap kinerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Dua perusahaan sawit besar di Provinsi Riau, yakni PT Berkat Satu dan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL), hingga kini belum tersentuh tindakan penyitaan meski telah beroperasi dalam kawasan hutan negara. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: ada apa di balik diamnya Satgas PKH?

Organisasi masyarakat Pemuda Tri Karya (PETIR) mengaku telah berulang kali melaporkan kedua perusahaan tersebut kepada Satgas PKH, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), bahkan hingga Kementerian Pertahanan. Namun, hingga pertengahan 2025, belum ada langkah konkret terhadap dua entitas korporasi tersebut.

“Kami sudah sampaikan laporan sejak Oktober 2024, dan kembali kami ulangi pada Juli 2025. Tapi tidak ada hasil. Ini sangat aneh, apakah Satgas PKH sudah mendapat sesuatu dari perusahaan itu?” ujar Ketua Ormas PETIR, Jackson Sihombing, kepada oketimes.com, Rabu (16/7/2025).

Jackson menyatakan keheranannya atas sikap Satgas PKH yang dinilai selektif dalam penindakan. Menurutnya, beberapa lahan milik perorangan sudah disita dalam kasus serupa. Namun, dua perusahaan ini seolah memiliki "perlindungan khusus".

“Beberapa kasus lahan warga sudah disita, tapi dua perusahaan ini seperti sangat istimewa di mata Satgas PKH. Ini jadi misteri besar,” ujarnya.

Jejak PT Berkat Satu dalam Kawasan Hutan

Berdasarkan laporan yang disusun PETIR, PT Berkat Satu membangun areal perkebunan kelapa sawit di Desa Pauh dan Desa Sontang, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu. Luas keseluruhan lahan mencapai sekitar 2.145,1 hektare, dengan setidaknya 1.370 hektare di antaranya berada dalam kawasan hutan negara.

Rinciannya, sekitar 492 hektare berada dalam Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dan 878 hektare dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP). Usia tanaman sawit diperkirakan rata-rata 8 tahun pada 2020.

Selain itu, ditemukan pula tumpang tindih seluas 169 hektare antara lahan PT Berkat Satu dengan Izin Berusaha Pemanfaatan Hutan (IUPHHK) milik PT Bina Daya Bentala, yang memperkuat dugaan pelanggaran tata ruang dan penguasaan lahan secara ilegal.

Skema Serupa pada PT APSL

Sementara itu, PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) tercatat memiliki areal kebun sawit yang tersebar di Desa Putat, Desa Siarang Arang (Kabupaten Rokan Hilir), serta Desa Bonai dan Kasang Padang (Kabupaten Rokan Hulu). Berdasarkan dokumen permohonan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan ini mengelola Blok I melalui kelompok tani binaannya.

Luas keseluruhan lahan yang digunakan antara lain:

* Kelompok Tani Andalan: ± 2.962 Ha
* Kelompok Tani Maju Bersama: ± 3.696 Ha
* Kelompok Tani Melayu Terpadu (KTMT): ± 3.428,79 Ha

Secara total, lahan yang dikelola melebihi 10 ribu hektare. Usia tanaman sawit di lahan tersebut diperkirakan rata-rata mencapai 7 tahun pada 2020. Namun demikian, belum ada kejelasan status hukum penggunaan lahan tersebut di dalam kawasan hutan.

Ada Kepentingan Tersembunyi?

Minimnya tindakan terhadap PT Berkat Satu dan PT APSL menimbulkan kecurigaan tentang adanya konflik kepentingan atau intervensi di level atas. Kuat dugaan bahwa kedua perusahaan ini memiliki kekuatan finansial dan jaringan yang cukup besar untuk memengaruhi jalannya proses penegakan hukum.

“Kalau ini terus dibiarkan, kita patut menduga bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Apakah ini bentuk kompromi dengan pelanggar hukum?” kata Jackson.

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena menunjukkan ketimpangan perlakuan hukum antara korporasi besar dan masyarakat kecil. Sementara lahan perorangan bisa dengan mudah disita, perusahaan dengan potensi pelanggaran lebih besar justru aman dari tindakan.

Desakan Transparansi dan Tindakan Nyata

Ormas PETIR kini mendesak Satgas PKH untuk membuka ke publik alasan tidak adanya penyitaan terhadap PT Berkat Satu dan PT APSL. Mereka juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga pengawasan lainnya turut turun tangan dalam mengawasi kinerja Satgas PKH yang dianggap tidak transparan dan cenderung diskriminatif.

“Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tapi juga soal keadilan. Jangan sampai negara tunduk pada kepentingan korporasi,” tutup Jackson.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait