Batalnya Aksi Demo Pendidikan di Riau: Ada Apa di Balik Layar?

Foto insert : Kantor Dinas Pendidikan Riau, Ilustrasi Demo dan surat pemberitahuan demo LSM dan Organisasi Wartawan yang akan melakukan aksi demo, mendadak batal.

PEKANBARU, Oketimes.com – Sebuah rencana aksi demonstrasi besar-besaran yang awalnya digembor-gemborkan akan mengguncang Kantor Gubernur dan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau pada Kamis pagi, 3 Juli 2025, mendadak senyap. Tanpa aba-aba, tanpa penjelasan. Ratusan orang dari sejumlah LSM dan organisasi wartawan yang telah menyatakan siap turun ke jalan, tiba-tiba menghilang dari skema. Apa yang sebenarnya terjadi?

Dugaan intervensi dan negosiasi tertutup mulai mengemuka. Tim investigasi kami menelusuri indikasi adanya "deal di balik layar" antara pejabat Disdik Riau dan sejumlah oknum dari LSM dan organisasi wartawan yang sedianya menjadi ujung tombak demonstrasi.

Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa gerakan moral yang sebelumnya menyuarakan keresahan publik atas kekacauan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA/SMK Negeri tahun ajaran 2025/2026, kandas sebelum sempat bergema.

Organisasi seperti LSM Bara Api, Fortaran, Berantas, serta kelompok pers seperti Aliansi Media Indonesia (AMI), Forum Wartawan Pendidikan (Forwadik), Solidaritas Pers Indonesia (SPI), dan Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Riau semula telah menyatakan komitmen bergabung dalam aksi. Namun, pada Rabu, 2 Juli 2025 – hanya sehari sebelum aksi berlangsung – keputusan mendadak muncul: demo dibatalkan.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun, sejumlah perwakilan dari LSM dan organisasi wartawan tersebut dilaporkan telah bertemu secara tertutup dengan pejabat Disdik Riau.

Dalam pertemuan itu, mereka ditawari kesempatan untuk menyalurkan aspirasi melalui mekanisme lain – termasuk dengan menyerahkan nama-nama calon siswa yang belum tertampung di sekolah negeri favorit seperti SMAN 1, SMAN 4, SMAN 5, dan beberapa SMKN unggulan.

Kompensasi atau Kompromi?

Meski secara resmi tak ada keterangan terbuka, kabar bahwa iming-iming bantuan penyaluran siswa digunakan sebagai ‘kompensasi’ agar aksi demo tak jadi dilakukan, telah menyebar luas. Nasrul Akmal, Kabid SMA Disdik Riau, mengakui pernah duduk bersama perwakilan LSM dan wartawan dalam pertemuan informal.

Namun saat dimintai keterangan lebih lanjut soal hasil pertemuan, Nasrul hanya berkata singkat: “Kami hanya duduk ngopi-ngopi saja.”

Sementara itu, upaya untuk mengonfirmasi hal ini kepada Plt Kadisdik Riau, Erisman Yahya, dan Sekretaris Disdik, Arden Simeru, tidak membuahkan hasil. Ponsel mereka aktif namun tak diangkat, dan pesan tertulis yang dikirim awak media tidak kunjung mendapat respons.

Diam Seribu Bahasa

Koordinator aksi, Ismail Sarlata – yang juga Ketua Umum Aliansi Media Indonesia – memilih bungkam saat dihubungi sejak dua hari terakhir. Ponselnya berdering namun tak diangkat, dan pesan yang dikirimkan tak berbalas.

Hal yang sama diakui oleh Ketua SPI, Suryani Siboro. “Saya juga sempat ikut bergabung, tapi mendadak dibatalkan. Saya pun tidak tahu kenapa bisa batal,” ujarnya saat dikontak Kamis sore.

Ketua FPII Riau, Demo Sumarak Sigalingging, malah menyatakan bahwa dirinya menarik diri dua hari sebelum aksi, karena merasa ada yang tidak beres. “Saya tidak ingin terlibat dalam aksi yang tidak jelas arah dan tujuannya,” katanya tegas.

Masyarakat Kecewa: “Jangan Mainkan Aspirasi Rakyat”

Reaksi masyarakat pun muncul. Banyak yang kecewa atas batalnya aksi tersebut, terlebih setelah mengetahui adanya dugaan negosiasi terselubung. Seorang warga yang enggan disebut namanya menyebut bahwa langkah sejumlah LSM dan wartawan itu mencoreng fungsi mereka sebagai kontrol sosial.

“Kalau sudah begini, aparat penegak hukum dan Ombudsman Riau harus turun tangan. Jangan sampai masalah penerimaan siswa baru ini malah jadi lahan transaksi terselubung,” ujarnya prihatin.

SPMB 2025 Sarat Masalah

Rencana demo ini sejatinya muncul dari keresahan nyata. Banyak calon siswa tidak tertampung di sekolah negeri karena sistem pendaftaran online yang dinilai kacau. Dalam siaran pers pada Rabu, 2 Juli 2025, Ismail Sarlata menyebut bahwa sejak awal, proses SPMB sudah tidak transparan dan sarat kejanggalan. Dari sistem yang tidak sinkron, pengaduan ganda di sekolah dan posko Disdik, hingga dugaan permainan kuota di sekolah-sekolah favorit.

Mereka juga menuding janji Gubernur Riau soal prioritas pendidikan hanya sebatas retorika kampanye. Dalam rapat pada 30 Juni 2025 malam, empat elemen organisasi pers bahkan menyiapkan bukti-bukti dugaan kecurangan yang hendak mereka ungkap dalam aksi yang kini gagal terlaksana.

Siapa yang Diuntungkan?

Pertanyaan besar kini menggantung: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari batalnya aksi ini? Apakah siswa-siswa yang belum tertampung akan benar-benar dibantu? Ataukah hanya menjadi alat tawar-menawar? Yang jelas, publik Riau masih menunggu kejelasan.

Sementara para pejabat memilih bungkam dan aktivis mendadak diam, anak-anak calon peserta didik dan orang tua mereka masih bergelut dengan ketidakpastian. Jika benar ada negosiasi diam-diam yang menukar suara rakyat dengan janji personal, maka integritas pendidikan di Riau bukan hanya dipertaruhkan – tapi sedang digadaikan.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait