Hutan Lindung Batang Ulak II Dirusak, SALAMBA Desak Polda Riau Usut Perdagangan Ilegal Lahan

Foto insert : kawasan hutan lindung Batang Ulak II, Desa Lubuk Agung, Danau Sontul, Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau dan Laporan Yayasan Salamba atas dugaan perusakan hutan Desa Lubuk Agung, Danau Sontul, Kampar Kiri ke Ditreskrimsus Polda Riau.

Pekanbaru, Oketimes.com — Di tengah bayang-bayang deforestasi yang makin masif di Riau, terkuak dugaan perusakan serius di kawasan hutan lindung Batang Ulak II, Desa Lubuk Agung, Danau Sontul, Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Yayasan Lingkungan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) memutuskan untuk tidak tinggal diam. Mereka resmi melaporkan dugaan kejahatan lingkungan itu ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.

Ketua SALAMBA, Ir. Ganda Mora, SH., M.Si, menyampaikan kepada media bahwa laporan tersebut telah mereka layangkan pada 3 Juni 2025 dengan nomor 009/lap-Salamba/V/2025. Dalam keterangannya di Pekanbaru, Rabu (11/6), Ganda menegaskan bahwa pembiaran terhadap aksi perusakan kawasan lindung akan mempercepat hilangnya benteng terakhir hutan di Kampar.

“Ini bukan sekadar soal lahan. Ini soal hutan lindung yang seharusnya tidak bisa diperjualbelikan. Tapi kenyataannya, dijual untuk dijadikan kebun sawit, dan kayunya dijarah lewat ilegal logging,” ungkap Ganda.

SALAMBA menuding adanya kolusi antara oknum Ninik Mamak yang bukan pemilik ulayat dan Kepala Desa setempat. Mereka diduga secara aktif memperjualbelikan lahan hutan tersebut, dilengkapi dengan surat tanah yang dikeluarkan secara tidak sah. Modus ini, kata Ganda, menciptakan celah legal bagi pelaku pembukaan lahan yang ujungnya adalah konversi hutan lindung menjadi kebun kelapa sawit.

Baca Juga : Siapkan Laporan ke Satgas PKH dan Legal Standing, Yayasan SALAMBA Temukan 11.000 Hektare Kawasan Hutan Kampar Kiri Digunduli Jadi Kebun Sawit

SALAMBA menilai tindakan itu sebagai pelanggaran berat terhadap sejumlah undang-undang, termasuk UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020.

“Kami minta Polda Riau segera bertindak. Jangan hanya jadi arsip laporan. Tangkap para pelaku, mulai dari oknum Ninik Mamak hingga Kepala Desa yang memperjualbelikan hutan lindung,” tegasnya.

Kawasan Hutan Batang Ulak II kini berada di titik kritis. Jika pembiaran terus terjadi, bukan hanya ekosistem yang hancur, tetapi juga kredibilitas penegakan hukum lingkungan di Riau akan dipertanyakan.

Investigasi ini masih berkembang. SALAMBA berkomitmen akan terus mengawal proses hukum dan menyuarakan penyelamatan kawasan hutan yang tersisa.^^^


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait