INPEST Desak Kejagung Percepat Pengusutan Dugaan Korupsi Rp 488 Miliar di BUMD Rokan Hilir

Foto Insert: Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) mendatangi Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung pada Selasa (18/02/2025) untuk mendesak percepatan pengusutan dugaan korupsi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Rokan Hilir yang dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPHR). Dugaan korupsi ini terkait dengan penggunaan dana Participating Interest (PI) sebesar Rp 488 miliar.

Jakarta, Oketimes.com - Ketua Umum Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) mendatangi Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung pada Selasa (18/02/2025) untuk mendesak percepatan pengusutan dugaan korupsi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Rokan Hilir yang dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPHR). Dugaan korupsi ini terkait dengan penggunaan dana Participating Interest (PI) sebesar Rp 488 miliar.

Kedatangan INPEST ke Jamwas Kejagung bertujuan agar penyidikan yang dilakukan oleh Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung lebih transparan dan serius dalam mengungkap kasus yang sebelumnya telah dilaporkan pada 5 Juli 2024 dengan nomor surat No: 78/lap-INPEST/VII/2024. Laporan tersebut menyoroti dugaan penyalahgunaan dana PI oleh Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong serta Direksi PT SPHR.

Dalam perkembangannya, Pidsus Kejagung telah memanggil Direktur Utama PT Riau Petroleum sebagai perusahaan induk yang menyerahkan 10% PI kepada PT SPHR. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan terhadap Komisaris Utama, Direktur Utama, Direktur Keuangan, dan Direktur Pengembangan PT SPHR, serta Sekretaris Daerah dan Kepala BKAD Rokan Hilir. Namun, hingga kini, belum ada peningkatan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.

“Karena itu, kami mendatangi Jamwas, Komisi III DPR RI, dan Sekretariat Negara untuk menyampaikan surat kami kepada Presiden Prabowo. Kasus ini bukan perkara kecil, masyarakat Rokan Hilir sudah gerah melihat berbagai kejanggalan dalam pengelolaan dana tersebut,” ujar Ketua Umum INPEST, Ir. Ganda Mora, SH, M.Si.

Beberapa dugaan kejanggalan yang ditemukan antara lain realisasi Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 19 miliar yang tidak transparan. Masyarakat diduga dipaksa membuat laporan pertanggungjawaban untuk dana yang nominalnya berbeda dengan yang dikirimkan. Selain itu, pembelian lahan perkebunan sawit seluas 600 hektare senilai Rp 50 miliar juga tidak jelas prosesnya, termasuk lokasi dan waktu pembelian.

Lebih lanjut, terdapat penyertaan modal sebesar Rp 30 miliar untuk pembangunan rumah sakit di luar Kabupaten Rokan Hilir, serta pembelian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seharga Rp 20 miliar yang dinilai tidak sesuai dengan nilai kelayakan, di mana dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) awalnya disebutkan hanya Rp 14 miliar.

“Kami juga menyayangkan hingga saat ini Bupati Afrizal Sintong sebagai pengguna anggaran belum pernah dipanggil oleh Pidsus Kejagung,” tambah Ganda Mora.

Lebih lanjut, Ganda Mora menyarankan agar Bupati terpilih segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk membatalkan perubahan RKA yang dianggap dipaksakan, serta mengevaluasi jajaran komisaris dan direksi PT SPHR. Ia juga menekankan pentingnya pembekuan sementara BUMD tersebut guna memungkinkan audit menyeluruh oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), agar transparansi dan tata kelola ke depan menjadi lebih baik serta bebas dari beban masa lalu.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait