Jejak Kasur Mewah Rp149 Juta di Tengah Defisit Riau: Pola Pemecahan Proyek, Rekanan yang Sama, dan Diamnya Pejabat

Foto insert : Ilustrasi defisit anggaran, Gubernur Riau Abdul Wahid dan Wagubri SF Haryanto, Kasur Mewah berlatar logo pemprov riau.
Pekanbaru, Oketimes.com — Defisit anggaran sebesar Rp1,76 triliun pada APBD 2025 seharusnya menjadi sinyal darurat untuk berhemat. Namun, di balik retorika “efisiensi” yang kerap disuarakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau justru menyisakan jejak belanja mewah yang berulang dan terstruktur.
Penelusuran LSM Benang Merah Keadilan mengungkap pembelian 1 unit matras mewah untuk Gubernur Riau senilai Rp149.067.450 pada Juni 2025. Fakta ini hanya puncak dari rangkaian transaksi yang menunjukkan pola pengadaan serupa selama dua tahun terakhir.
Berikut Timeline Pengadaan: Pola yang Berulang
T.A 2024 : Tanggal 19 Maret: Pemprov membeli 2 unit Sofa Set Meja @Rp63,5 juta (total Rp127 juta) dan 1 unit Sofa Set Elegan eharga Rp64,5 juta.
20 Maret: Pembelian Tempat Tidur + Divan Rp148,4 juta.
22 November: Pengadaan Gorden & Vitrase 125 m² @Rp1,18 juta (Rp147,5 juta).
28 November: Pengadaan Karpet Cambridge 160 m @Rp1,185 juta (Rp189,6 juta).
Semua belanja ini dikerjakan CV Sultan Hamdan Halmahira melalui pemecahan paket.
T.A 2025 : 12 Juni: Pembelian Matras Mewah Rp149.067.450. Gorden & Vitrase 337 m² Rp149.628.000
Karpet 115 m Rp137.734.350. Tiga paket ini juga dikerjakan CV Jaya Acheva Mandiri, dengan kontrak pada tanggal sama.
Modus Pemecahan Paket
Direktur LSM Benang Merah, Idris, menduga pengadaan dipisah-pisah untuk menghindari proses tender dan e-katalog, sebagaimana diatur dalam Perpres 16/2018 dan Surat Edaran LKPP Nomor 5/2024.
“Barangnya mewah, harganya tinggi, pembelian setiap tahun, dan rekanannya sama. Kontrak pun di hari yang sama. Ini pola yang perlu diusut,” tegas Idris.
Kontras dengan Retorika Efisiensi
Ironi mencolok terjadi pada Maret 2025, ketika Gubernur Riau Abdul Wahid mengaku hanya tidur 3 jam sehari, karena memikirkan defisit. Ia bahkan memotong Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) ribuan ASN untuk menghemat anggaran.
Namun, hanya tiga bulan berselang, kasur mewah kembali dibeli untuk kediaman gubernur. “Apa arti efisiensi kalau anggaran belanja barang mewah tetap jalan?” sindir Idris.
Sikap Pejabat: Diam, Menghindar, Memblokir
Kepala Biro Umum Setdaprov Riau, Herman, awalnya menjanjikan akan mengonfirmasi ke PPTK Idra Rosadi, namun tak ada jawaban lanjutan. Bahkan, Herman malah memblokir nomor wartawan ini.
Sementara Gubernur Abdul Wahid pun tak memberikan respons hingga berita ini diterbitkan.
Kesimpulan dan Analisis Hukum
Terkait kegiatan tersebut, oknum Pejabat Biro Setdaprov Riau itu, berpotensi melanggar Perpres 16/2018 Pasal 20 melarang pemecahan paket untuk menghindari tender. Selain Pepres, pihak Biro Umum Setdaprov Riau juga melabrak SE LKPP 5/2024 mempertegas larangan tersebut untuk barang/jasa bernilai tinggi dan Potensi pelanggaran ini dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara (Pasal 3 UU Tipikor).
Anehnya, mengapa barang sejenis (kasur, gorden, karpet) dibeli hampir setiap tahun?. Apakah terdapat hubungan khusus antara rekanan dan pihak pengadaan? dan Mengapa pejabat terkait menghindari konfirmasi publik?
Jejak pembelian ini menunjukkan adanya pola pengadaan mewah yang berulang di tengah defisit besar. Tanpa transparansi dan penindakan tegas, “efisiensi” hanya akan menjadi jargon, sementara APBD tetap bocor untuk belanja yang tidak prioritas.***
Komentar Via Facebook :