LSM Amatir Laporkan Dugaan Korupsi Perkebunan Sawit di Indragiri Hulu ke Kejati Riau

ILustrasi Kebun Sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau.
PEKANBARU, Oketimes.com — Menyikapi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto dua pekan lalu, LSM Amanah Rakyat Indonesia (Amatir) resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan perusahaan perkebunan PT Palm Lestari Makmur (PLM) di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (4/2/2025).
Ketua Umum LSM Amatir, Nardo Pasaribu SH, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut diduga melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang sah di kawasan hutan negara seluas 2.085,69 hektar (Ha). "Kawasan tersebut masuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan yang Dapat Dikonversi (HPK)," ujarnya.
Menurut Nardo, PT PLM hanya memiliki izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, namun tidak pernah mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan, termasuk Hak Guna Usaha (HGU). "Sejak 2011 mereka berupaya mendapatkan izin, tetapi tidak pernah diterima. Hingga kini perusahaan tetap menjalankan usaha meski tanpa HGU," tegasnya.
LSM Amatir menyebut PT PLM meraup omzet lebih dari Rp10 miliar hanya dari penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit pada tahun 2021. Selama periode 2021 hingga 2024, total pendapatan perusahaan diperkirakan mencapai Rp40 miliar dari pengelolaan lahan negara tanpa izin.
Nardo menjelaskan bahwa pihaknya menemukan indikasi setidaknya tiga tindak pidana yang diduga dilakukan oleh perusahaan tersebut:
1. Tindak Pidana Perusakan Hutan: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, PT PLM diduga melanggar Pasal 92 dan 93.
2. Tindak Pidana Korupsi: Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa pembayaran uang pengganti dapat dikenakan sebesar nilai harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3. Tindak Pidana Perpajakan: Dugaan pelanggaran ketentuan perpajakan merujuk pada UU Nomor 6 Tahun 1983 yang diperbarui dengan UU Harmonisasi Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021.
"Tindakan ini mencakup kelalaian hingga kesengajaan yang merugikan penerimaan negara," jelas Nardo.
Lebih lanjut, Nardo menyoroti bahwa kawasan hutan tersebut sejatinya merupakan habitat tanaman meranti, kompas, dan daru-daru yang kini rusak akibat alih fungsi menjadi perkebunan sawit ilegal.
"Kami meminta Kejaksaan segera berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ahli lingkungan hidup, dan ahli ekonomi negara. Kejaksaan harus bergerak cepat menindak kasus ini seperti yang dilakukan dalam kasus PT Duta Palma," harapnya.
Nardo menegaskan bahwa laporan ini merupakan bentuk dukungan terhadap Satuan Tugas (Satgas) yang bertugas memulihkan kerugian negara. "Kami yakin Kejati Riau tidak akan kesulitan dalam menjerat kasus ini," pungkasnya. ***
Komentar Via Facebook :