Soal Kebun 2.823 Hektar di Sei Batu Langkah, Kemenkopolhukam Perjelas Status Areal PTPN IV Regional III

Region Head PTPN IV Regional III Rurianto memberikan arahan kepada karyawan dalam penyusunan RKAP 2025. (Dok. PTPN IV Regional III)

Pekanbaru, Oketimes.com - Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), menggelar rapat koordinasi lintas instansi dan lembaga pada Jumat, 18 Oktober 2024 lalu di Kota Pekanbaru, Riau.

Rapat tersebut dipimpin langsung Plt Asisten Deputi Bidang Gakkum Kemenkopolhukam Lia Pratiwi dan dihadiri perwakilan Pemkab Kampar, Pemprov Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, Kejaksaan Negeri Kampar, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, serta PTPN IV Regional III.

Dalam rapat yang membahas tindak lanjut gugatan Yayasan Riau Madani itu, kian memperjelas status aset negara yang dikelola PTPN IV Regional III Kebun Sei Batu Langkah, Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Dalam rapat itu, Region Head PTPN IV Regional III Rurianto memanfaatkan pertemuan tersebut, untuk menegaskan bahwa dari 2.539 hektare Kebun Sei Batu Langkah, 2.212 diantaranya telah berubah status dari hutan produksi terbatas (HPT) menjadi areal penggunaan lain (APL).

Pemerintah menetapkan status tersebut, sebagai APL dari sebelumnya HPT pada 2016 atau dua tahun pasca putusan inkrah Yayasan Riau Madani. Keputusan tersebut tertuang dalam SK Nomor 903 tahun 2016 dan Perda RTRW 10 Tahun 2018.

"Untuk areal APL kami sedang melanjutkan proses pengurusan izin HGU dan saat ini telah terbit izin lokasi PKKPR," kata Ruri saat itu.

Sementara untuk 327 hektare areal yang masih masuk ke dalam status HPT, ia mengatakan bahwa perusahaan telah memenuhi kewajiban dengan melakukan pelaporan kepada KLHK sesuai undang-undang cipta kerja.

Pernyataan Ruri, diperkuat dengan pernyataan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau. Sub Koordinator Penegakkan Hukum (Gakkum) DLHK Riau, Agus Suryoko, yang menjabarkan bahwa areal Kebun Sei Batu Langkah, sebagian besarnya telah mengalami perubahan status.

Menurutnya, perubahan itu sendiri berdampak pada proses eksekusi sesuai keputusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan atau non executable.

"Mengenai objek lokasi gugatan, bila kita melihat atau mencermati SK Menteri Kehutanan tahun 2014 dan 2016, bahwa objek gugatan mengalami perubahan dari kawasan hutan PSPI menjadi APL. Dan sampai saat ini data yang kami dapatkan sebagian telah jadi APL, dan sebagian masih kawasan hutan. Memang terjadi perubahan status kawasan di Riau, termasuk di Sei Batu Langkah yang mengalami perubahan setelah inkrah," paparnya.

Sementara Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum PTPN IV Regional III Andiansyah Hamdani, menambahkan jika penyataan Pemkab Kampar yang terus mengklaim dan meminta agar areal tersebut dikembalikan kepada masyarakat Kampar pasca putusan inkrah adalah tidak tepat.

Terlebih dalam putusan tersebut, jelas disebutkan bahwa objek sengketa pada saat itu tahun 2014 yang masih berstatus sebagai HPT, harus dikembalikan ke bentuk asal konsesi tanaman industri dan menanam tanaman akasia. Tanaman akasia itu, diketahui merupakan bahan baku kertas dan menjadi komoditas milik perusahaan swasta PSPI (Sinarmas Grup).

"Di sana tidak ada perintah mengembalikan kepada Ninik Mamak yang terus mengklaim lahan itu. Jelas putusan pengadilan seperti apa. Di lain sisi, penguasaan kami akan areal itu jelas berdasarkan permintaan dari masyarakat kenegerian Kabun di Rokan Hulu, bukan yang klaim-klaim itu," tegasnya.

Plt Asisten Deputi Bidang Gakkum Kemenkopolhukam Lia Pratiwi sepakat dengan pernyataan tersebut dan menjelaskan bahwa gugatan Yayasan Riau Madani murni sebagai organisasi dan atas nama lingkungan hidup.

"Perlu kita pahami bersama bahwa Yayasan Riau Madani ini, bukan mewakili masyarakat adat, namun sebagai organisasi lingkungan hidup. Terkait putusan, juga jelas disebutkan tidak mewakili masyarakat adat, namun dikembalikan kepada fungsi awal hutan (saat itu)," tuturnya.

Lebih jauh, Lia pun turut menyatakan bahwa pihaknya telah memahami terkait perubahan status areal tersebut yang kini menjadi APL. Namun, dia menjelaskan akan membahas lebih lanjut hasil pertemuan itu, ke tingkat pusat bersama lintas kementerian lainnya.

"Terkait dengan perubahan status menjadi APL, akan kita bahas lebih lanjut nantinya di Jakarta," lanjutnya.

Sehari sebelumnya, Kemenkopolhukam bersama dengan pimpinan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Kampar, telah melaksanakan peninjauan lapangan di areal PTPN IV Regional III Kebun Sei Batu Langkah, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Dalam peninjauan lapangan, turut dihadiri sejumlah pimpinan adat kenegerian Kabupaten Rokan Hulu pada Kamis (17/10/2024) lalu, terungkap bahwa mayoritas areal perusahaan BUMN itu, telah sesuai peruntukan dengan adanya penetapan pemerintah dari status dari hutan produksi menjadi areal penggunaan lain (APL) untuk perkebunan.

Dari tujuh titik lokasi koordinat yang diperiksa, enam diantaranya merupakan APL yang artinya adalah non executable sebagaimana putusan pengadilan atas gugatan Yayasan Riau Madani beberapa waktu lalu. Sementara, satu lainnya berada di perbatasan, namun di luar dari penguasaan perusahaan perkebunan sawit di bawah naungan PTPN IV PalmCo itu.

Kemenkopolhukam sendiri hadir di Kebun Sei Batu Langkah berdasarkan surat DPRD Kampar yang ditandatangani Muhammad Faisal selaku ketua badan legislatif tersebut pada 8 Juli 2024 silam. Faisal dalam suratnya mempertanyakan penyelesaian sengketa tanah ulayat masyarakat adat Persukuan Ganting-Bangkinang.

Kegiatan peninjauan itu sempat diwarnai penolakan oleh Masyarakat Adat Kenegerian Kabun Rokan Hulu. Namun, peninjauan tetap dapat dilaksanakan dengan lancar setelah masyarakat adat diberikan pemahaman bahwa dengan adanya kegiatan itu diharapkan akan kian memperjelas klaim sepihak dari Piliang Ganting.

Kebun Sei Batu Langkah diketahui mengelola aset negara berupa perkebunan sawit seluas 2.539 hektare. Tercatat 2.212 hektare diantaranya telah menyandang status APL dan terus berproses menjadi HGU. Sementara 327 hektare lainnya telah memenuhi kewajiban pelaporan kepada KLHK berdasarkan UU Ciptaker pemerintah.

Selain kebun inti, PTPN IV Regional III di Kebun Sei Batu Langkah turut menjalin kemitraan dengan para petani melalui KUD Bumi Asih. Keberadaan KUD seluas 700 hektare tersebut menjadi sumber kehidupan bagi ratusan petani yang hingga saat ini kemitraan terjalin sangat baik.

Hingga kini, PTPN IV Regional III diketahui bermitra dengan ribuan petani sawit Riau dengan total luas mencapai 56.000 hektare, atau 60 persen dari kewajiban pemerintah 20 persen kebun kemitraan.

Perusahaan pun terus bertransformasi untuk terus tumbuh dan berkembang bersama petani mitra. Bahkan, terbaru perusahaan turut membina ribuan petani mitranya untuk meraih sertifikasi RSPO demi peningkatan kesejahteraan serta bagian intensifikasi produksi petani.

Seperti diinformasikan hingga kini pengusahaan lahan seluas 2.823 hektar di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kebun Sei Batu Langkah Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu Riau, menjadi kebun sawit yang dikelolah PTP Nusantara V (berubah nama menjadi PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III) sejak 2004 hingga 2024 kurang lebih 20 tahun dinilai masyarakat menyalahi UU CK No 11 Tahun 2020.

Belakangan pihak perusahaan, tidak perlu mengembalikan lahan kawasan tersebut kepada negara, sepanjang dapat melakukan prosedur pinjam pakai sebagaimana diatur pada pasal 110 B.

Artinya, perusahaan harus memenuhi syarat yaitu, memiliki izin awal, seperti IUP dan membayar denda kerlambatan berupa pajak sesuai dengan UU No 24 Tahun 2021 tentang denda administrasi di kawasan Hutan.

Yang menjadi pertanyaan apakah perusahaan dalam hal ini PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III, telah menunaikan kewajiban pajak dan tanggung jawab lain seperti layaknya korporasi perkebunan sawit lainnya?

Pasalnya, jika dihitung secara kasat mata, pihak perusahaan harus memperhitungkan denda itu, dengan masa produktif dikalikan laba bersih dan dikalikan dengan persentasi tutupan lahan dan dikali dengan luas pelanggaran. Yakni, (2.823 X10 X 9.600.000 = Rp271.008.000.000). Jadi perusahaan harus membayar pajak kerterlanjuran sebesar Rp271 miliar lebih.

Di lain pihak, terkait kasus lahan tersebut atas gugatan legal standing dari pihak Yayasan Riau Madani yang sudah inkrah, perusahaan harus mengembalikan ke fungsi awal (dihutankan kembali) pada lahan yang sudah berubah fungsi.

Berdasarkan putusan hukum gugatan sebuah organisasi lingkungan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), diketahui kalau kebun sawit yang ditinjau oleh Tim Kemenkopolhukam tersebut, merupakan kawasan hutan produksi terbatas.

Informasi yang berkembang, tim Kemenkopolhukam dan sejumlah pejabat Riau yakni Pj Gubernur Riau, Kajati Riau, DLHK Riau, Dirut PTPN III [Persero] serta Dirut PTPN IV Sub Holding Palmco telah berkoordinasi dalam hal ini. Karena, jika tidak dilakukan bisa jadi persoalan hukum yang serius dibelakang hari.

Pertanyaannya, apakah putusan incrah yang dilakukan Yayasan Madani telah dieksekusi atau belum. Jika belum, apa alasannya. Sementara terkait denda administrasi sesuai UU CK, apakah pihak PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III, menyebutkan telah membayar denda sesuai UU CK No 11 Tahun 2020 tersebut.

Demikian pernyataan Humas PTPN IV Sub Holding Palmco Regional III kepada oketimes.com pada Kamis, 12 Desember 2024.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait