Ormas PETIR Apresiasi Jampidsus Tindaklanjuti Laporan Dana Earmark Rp 404 Miliar & Dana PI Rp 488 Milyar BUMD Rohil
Jakarta, Oketimes.com - Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR), yakin dan mengapresiasi pihak Kejaksaan Agung RI, akan berhasil mengungkap dua kasus besar terkait dugaan korupsi di provinsi Riau yang sudah dilaporkan belum lama ini ke Korps Adhyaksa tersebut.
Kedua laporan dugaan korupsi tersebut, yakni dugaan korupsi dana Earmark Rp 404 miliar dari APBD Provinsi Riau T.A 2023 ke Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta pada Senin, 22 Juli 2024 dan dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10% yang diterima oleh BUMD PT SPRH Kabupaten Rohil, sebanyak Rp488 miliar tahun 2023.
Terkait dua laporan tersebut, pihak Ormas PETIR sudah dimintai keterangan oleh penyidik Jampidus atas dua laporan korupsi yang dilaporkan tersebut ke Kejagung RI.
"Saya selaku pelapor dana earmark Rp 404 miliar dan PI 10 persen di PT SPRH BUMD Rokan Hilir sudah diperiksa sebagai saksi pelapor oleh penyidik," ungkap Ketum Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR) Jackson Sihombing kepada oketimes.com pada Sabtu, 2 November 2024 di Pekanbaru.
Selain itu lanjut Jackson, selain dirinya selaku pelapor, pihak BUMD SPRH Rokan Hilir dan BPKAD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sudah diperiksa, sehingga pihaknya berharap agar pihak penyidik Jampidsus Kejagung, bisa menaikkan status laporan menjadi naik ke tahap penyidikan.
"Semoga dalam waktu dekat, pihak penyidik Jampidsus Kejagung menaikkan status menjadi Dik dalam laporan ini," harap Jackson.
Seperti diberitakan Jackson menyebutkan, Ormas PETIR menduga adanya anggaran sebanyak Rp. 404 miliar Dana Earmark APBD Provinsi Riau tahun 2023 diselewengkan.
Dimana sebut Jackson, saldo dana earmark seharusnya masih tersimpan di Kas Daerah sebesar Rp. 438.154.001.516,00. Namun saat dilakukan pengecekan saldo kas di Kas Daerah per 31 Desember 2023, dana Earmark hanya tinggal Rp. 33.776.157.086,06.
"Dengan demikian terdapat dana earmark sebesar Rp. 404.377.844.429,94, digunakan tidak sesuai peruntukannya atau melanggar aturan," beber Jackson.
Dalam laporannya, PETIR menuding keterlibatan SF Hariyanto selaku Sekretaris Daerah Provinsi Riau tahun 2023 dan Indra, SE selaku Kepala BPKAD Riau. Hal tersebut, ditenggerai SF Hariyanto yang saat ini, menjabat sebagai Pj Gubernur Riau, diketahui merupakan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) 2023 yang bertanggung jawab terhadap pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan daerah, pelayanan administratif dan pembinaan aparatur sipil Negara pada Instansi Daerah.
Selain itu, Jackson juga meyebutkan sebelumnya, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau, mengakui telah memakai dana Earmark Provinsi Riau 2023.
Hal itu pun dibenarkan Plh BPKAD Provinsi Riau Mardoni Akrom S.Ip, M.Si, melalui surat balasan klarifikasi DPN Petir terkait pemakaian Dana Earmark yang dikirim tanggal 11 Juli 2024.
Ia menuturkan dalam surat tersebut, terang Jackson Kepala BPKD menjelaskan dana Earmark yang terpakai ditutupin dengan total penyaluran Treasury Deficit Facility (TDF) dan Participating Interest (PI).
"Bahwa sisa dana Earmark yang sementara terpakai dapat ditutupi dengan total penyaluran TDF dan PI yang disalurkan pada tahun 2024. Pemerintah telah mengembalikan dana tersebut pada kas daerah Provinsi Riau," tulis BPKAD Riau itu dalam surat klarifikasi yang disampaikan ke Ormas PETIR.
Sementara terkait dugaan korupsi penyimpangan Dana Salur Participating Interest (PI) 10 persen yang diterima PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (Perseroda) tahun 2023 sebesar Rp488 miliar. Itu sebagaimana tertuang dalam laporan mereka ke Kejaksaan Agung RI beberapa waktu lalu.
Ormas Petir melaporkan ke Jampidsus Kejagung lantaran memiliki data lengkap yang menjelaskan dana dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan kemudian disalurkan ke PT Riau Petroleum Rokan (RPR) lalu diteruskan lagi ke PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH).
Perusahaan yang disebutkan terakhir merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil.
"Kita memiliki data sangat lengkap. Bukan kwitansi asli saja yang kita miliki, bahkan ada kontrak antara Menteri ESDM dan rekening korannya. Jadi kita tahu kemana saja aliran dana Rp488 miliar itu," ujar Jackson.
Jackson kemudian memaparkan kronologis perkara. Bahwa PT RPR ditunjuk untuk mengelola hak atas PI 10% oleh PT PHR untuk Wilayah Kerja Rokan atas persetujuan dari Kementerian ESDM. Namun anggaran senilai Rp488 Miliar diserahkan ke PT SPRH tanpa regulasi yang jelas.
"Dana PI itu 10 persen sesuai kontrak antara PT RPR dan Pertamina, namun PT RPR membagi uang ke salah satu BUMD Kabupaten Rohil tanpa aturan apapun. Akhirnya uang tersebut kita duga disalahgunakan. Data yang kita miliki, dana transferan tersebut dikirim ke rekening pribadi, ada juga dikirim ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)," beber Jackson.
Lanjut Jackson, sudah sejak lama melaporkan dugaan rasuah ini ke Kejaksaan Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Dalam laporan itu, pihaknya hanya juga melaporkan PT RPR, serta Direktur dan Manager PT SPRH.
"Kami melaporkan PT RPR dan PT SPRH. Kita laporkan sudah lama ke Kejaksaan Agung dan langsung diterima oleh Jampidsus, Bapak Febri Ardiansyah. Kami sudah berkomunikasi, mudah-mudahan persoalan ini segera terungkap," pungkas Jackson Sihombing.***
Komentar Via Facebook :