Diduga PT APSL Bangun Kebun Ribuan Hektar Tanpa Izin di Rohul, Ormas PETIR Siapkan Laporan ke Jaksa

ILustrasi Kebun Sawit

Pekanbaru, Oketimes.com - Organisasi masyarakat Pemuda Tri Karya (PETIR) bersiap untuk melaporkan PT Andika Permata Sawit Lestari (PT APSL) ke Kejaksaan Agung, terkait dugaan kerugian negara senilai Rp 203,5 miliar. Perusahaan tersebut, dituduh menguasai lahan seluas 5.783,11 hektare di kawasan hutan tanpa izin yang sah.

Jackson Sihombing, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional PETIR, melalui Divisi Humas, Rahmayudi, mengatakan bahwa lahan kelapa sawit yang dimiliki PT APSL di Desa Putat, Desa Bonai, dan Desa Kasang Padang, Kabupaten Rokan Hulu, terletak di kawasan hutan produksi tetap (HP).

Menurutnya, PT APSL tidak memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan juga tidak mengantongi pelepasan status kawasan hutan.

"PT APSL memiliki kebun sawit seluas 5.783 hektare dan sejak awal berdiri diduga tidak memiliki izin yang diperlukan dari kementerian," ujar Rahmayudi.

Ia menambahkan, berdasarkan penyelidikan, kebun tersebut belum memenuhi mekanisme perizinan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 110B.

Menurut peraturan pemerintah yang berlaku, perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan, wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 1,6 juta per hektare per tahun. Dalam hal ini, PT APSL juga dituding melanggar Peraturan Pemerintah No. 24 terkait sanksi administratif.

SK.661/MENLHK/SETJEN/KUM, yang mengatur tarif penerimaan negara, juga menjadi dasar perhitungan denda yang harus dibayarkan oleh PT APSL. Kebun kelapa sawit PT APSL, yang sudah berumur 12 tahun, diduga sangat merugikan negara dari sisi Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang merupakan pungutan pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan negara.

"Perusahaan ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi negara, tetapi juga berpotensi terkait dengan tindak pidana pencucian uang. Jumlah kerugian yang kami hitung mencapai Rp 203.565.136.000. Dalam waktu dekat, kami akan melaporkan kasus ini ke Kejagung," tegas Rahmayudi.

Dia berharap agar kasus ini menjadi yurisprudensi dalam penanganan berbagai kasus perkebunan sawit ilegal, seperti kasus Duta Palma yang telah memasuki proses hukum. PETIR menegaskan bahwa tata kelola perkebunan di Riau harus diawasi lebih ketat, mengingat banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam pengelolaan lahan hutan tanpa izin.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait