Dana Earmark Diduga Raib Rp404 Miliar, PETIR Curigai SF Hariyanto dan Indra SE

Penjabat (Pj) Gubernur Riau (Gubri) Ir SF Hariyanto MT resmi melantik Indra SE MM sebagai Pj Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau di Gedung Daerah Provinsi Riau, Selasa (19/03/2024). (Foto : Istimewah)

Pekanbaru, Oketimes.com - Terkait adanya dugaan kebocoran Dana Earmark Rp404 miliar, Organisasi Masyarakat Dewan Pimpinan Nasional Pemuda Tri Karya (DPN PETIR), mengendus adanya peran mantan Sekdaprov Riau SF Hariyanto dan Indra, SE, dibalik kebocoran dana earmark tersebut.

"Kami mencurigai dana earmark tersebut hilang, tidak terlepas dari adanya kendali atau peran kedua pejabat tinggi Pemprov Riau, yakni mantan Sekdaprov Riau SF Haryanto yang saat ini jadi Pj Gubri dan dugaan keterlibatan Kepala BPKAD yang saat ini masih dijabat Indra, SE sekaligus Pj Sekdaprov Riau saat ini," kata Ketua Umum PETIR Jackson Sihombing dalam keterangannya kepada media pada Rabu, 10 Juli 2024 di Pekanbaru.

Jackson meyakini raibnya dana earmark senilai Rp404 miliar, adanya perbuatan melawan hukum yang disengaja oleh kedua pejabat tinggi tersebut.

"Dalam kasus ini, Perbuatan melawan hukum (PMH) nya sudah ada dan jelas.Yaitu, dalam PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah dalam pasal 1 ayat 9, pasal 24 ayat 5, pasal 134, pasal 135. Kemudian Pepres Nomor 123 tahun 2016 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik pasal 8 ayat 1, Permenkeu nomor 212/PMK.07 tahun 2022 tentang indikator tentang kinerja daerah dan ketentuan umum bagian dana, alokasi umum yang ditentukan penggunaannya pada pasal 2, tinggal penegakan hukumnya lagi yang kami tunggu," ungkap Jackson menegaskan.

Seperti diwartakan, Organisasi Masyarakat Dewan Pimpinan Nasional Pemuda Tri Karya (DPN PETIR), mengungkap adanya pencairan uang di Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Riau (BPKAD Riau) sebanyak Rp404 Miliar yang diduga tidak jelas peruntukannya.

Jackson menjelaskan bahwa alokasi dana dari penerimaan pajak selama tahun 2023 itu, disisihkan untuk pembiayaan program tertentu ini, sewajibnya tidak dapat digunakan, diluar kegiatan yang sudah ditentukan penggunaannya.

Namun lanjut Jackson, berdasarkan data yang diperoleh DPN PETIR sambung Jackson, saldo dana earmark yang seharusnya masih tersimpan di Kas Daerah (Kasda) hanya sebesar Rp438.154.001.516,00. Saat ketika dilakukan pengecekan saldo Kas, di Kas Daerah dalam hitungan per 31 Desember 2023 lalu, dana Earmark tersebut, hanya tinggal Rp33.776.157.086,06 saja.

"Dengan demikian terdapat dana earmark minimal sebesar Rp404.377.844.429,94, digunakan tidak jelas peruntukannya," beber Jackson.

"Dana earmark ini, sudah ada undang-undang yang mengatur, namun uang Rp 404 Miliar raib tanpa kejelasan. Padahal semua sudah ada peraturan kementerian, Peraturan Pemerintah, bahkan ada Perpresnya. Tapi kita curiga kemana uang Rp 404 miliar itu?," imbuh Jackson.

Hingga saat ini, pihaknya belum mengetahui dana tersebut digunakan untuk apa saja. Dikatakan Jackson, penggunaan dana yang juga berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat Riau itu, sudah jelas diatur negara pada undang-undang nomor 28 tahun 2009, yang sudah diubah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah.

Namun dalam hal ini, Pemprov Riau dinilai ugal-ugalan dalam menggunakannya.

Jackson menduga, ada dugaan keterlibatan orang besar dibalik penyalahgunaan dana earmark tersebut. Ia juga kembali menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan klarifikasi tertulis ke BPKAD provinsi Riau terkait pengggunaan Dana Earmark Rp 404 miliar itu.

Pihaknya, juga dalam waktu dekat akan segera melaporkan dugaan penyalahgunaan Dana Earmark yang diduga merugikan negara tersebut.

"Terkait hal ini kami sudah melakukan klarifikasi tertulis ke BPKAD provinsi Riau, kami duga ini ada keterlibatan orang besar. Jadi dalam waktu dekat akan segera kami laporkan," sebut Jackson.

Diketahui bahwa penyebab penggunaan dana earmark pada tahun 2023 terjadi, karena Bidang Perbendaharaan BPKAD Riau, tidak dapat membatasi pengajuan Surat Penyediaan Dana (SPD) oleh OPD melalui SIPD, termasuk SPD yang menggunakan dana earmark.

Persetujuan penerbitan SPD pada SIPD, hanya berdasarkan ketersediaan dana pada Kas Daerah, tanpa mempertimbangkan sumber dana tersebut.Dengan demikian terang Jackson, otorisasi SPD oleh BUD belum mempertimbangkan penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD, anggaran kas pemerintah daerah, dan ketersediaan dana di Kas Umum Daerah secara komprehensif.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait