Ogah Dituding Hobi SP3 Kasus Dugaan Korupsi, Begini Penjelasan Kejati Riau

Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Riau Iman Khilman didampingi Tim Penyedik Jaksa Senior Hendri Junaidi dan Plh Kasi Penkum Kejati Riau Iwan Roy Carles Sibagariang mengelar keterangan persnya dalam kasus dugaan korupsi Pengadaan Payung Elektrik Masjid An-Nur dan Pengadaan BBM di Dinas DLHK Pekanbaru pada Kamis, 20 Juni 2024 di Kejati Riau.

Pekanbaru, Oketimes.com - Terkait adanya tudingan aktivis anti rasuah yang menyebutkan Kejaksaan Tinggi Riau, hobi melakukan SP3 dalam menangani kasus perkara dugaan korupsi di Riau, terutama dalam penghentian kasus dugaan korupsi pengadaan payung elektrik Masjid An-Nur dan Pengadaan BBM di Dinas DLHK Pekanbaru, Kejati Riau, membantah tudingan tersebut dan meluruskan tudingan yang mencuat di tengah publik.

"Hari ini kami menjawab terkait adanya pemberitaan media yang menyebutkan Kejati Riau hobi melakukan SP3 kasus dugaan korupsi itu, tidak benar. Karena, dua kasus yang dituding (pengadaan payung elektrik Masjid An-Nur dan Pengadaan BBM di Dinas DLHK Pekanbaru_red) masih proses penyelidikan dan bukan tahap penyidikan, sehingga kami tidak setuju disebutkan dua kasus ini disebut SP3," kata Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Riau Iman Khilman didampingi Tim Penyelidik Jaksa Senior Hendri Junaidi dan Plh Kasi Penkum Kejati Riau Iwan Roy Carles Sibagariang dalam keterangan Pers nya pada Kamis, 20 Juni 2024 di Kejati Riau.

Pada kesempatan itu, Kasidik Kejati Riau menjelaskan, bahwa dalam perjalanan kasus penyelidikan dugaan kasus Pengadaan Payung Elektrik Masjid An-Nur, pihaknya hanya melakukan penghentian penyelidikan dalam kasus tersebut, dan bukan penghentian penyidikan, sehingga pihaknya tidak tepat dituding sebagai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus itu.

"Teman-teman Pers, semestinya mengetahui apa itu, kata makna penyelidikan dan apa itu tahap penyidikan, sehingga rekan media, tidak terjebak dalam memaknai dua kalimat itu, karena itu bisa fatal, jika tidak dimaknai dengan kata yang benar," terang Iman Khilman.

Selain itu, Kasidik juga menjelaskan bahwa dua kasus dugaan kurupsi yang ditangani tersebut, merupakan sama-sama dugaan kasus korupsi, akan tetapi khusus kerugian negara belum ada dibicarakan dalam dua kasus tersebut, karena masih memakai kata makna kelebihan bayar dan bukan kerugian negara.

"Rekan media juga harus mengetahui, perbedaan makna kelebihan bayar dan kerugian negara. Karena dua unsur kalimat tersebut, mengandung makna dua yang berbeda," ulas Iman Khilman.

Iman Khilman juga merasa heran, mengapa kasus dugaan korupsi Pengadaan Payung Elektrik Masjid An-Nur, terus dipertanyakan dan digoreng-goreng ke masyarakat, sementara kasus tersebut sudah pernah diterangkan kepada media dalam penjelasan pihak Kejati Riau, terkait perkembangan kasus penyelidikan kasus belum lama ini.

"Dimana Kasi Penkum Kejati Riau pada tanggal 25 April 2024 lalu sudah pernah menjelaskan, bahwa kasus pengadaan Payung Elektrik Masjid An-Nur itu, dalam keteragan pers sebelumnya, Kejati Riau menghentikan penyelidikan dan bukan menghentikan penyidikan. Dan itu fatal, bila jika salah memaknai dua kalimat yang berbeda itu," terang Iman lagi.

Selain itu, Kasidik juga mengatakan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan BBM di Dinas DLHK Kota Pekanbaru, pihaknya juga menyebutkan bahwa kasus tersebut, masih dalam tahap proses penyelidikan dan bukan penyidikan, sehingga belum ada kerugian negara dan yang ada hanya kelebihan bayar yang sudah dikembalikan.

"Jadi teman-teman, tolong diperhatikan kasus kedua tersebut, sebab kasus tersebut merupakan kasus dalam tahap penyelidikan dan bukan penyidikan, sehingga kasus kedua itu, tidak benar disebutkan sebagai kasus SP3, karena tidak demikian yang terjadi," pungkas Iman Khilman meyakinkan.

Sementara itu, Jaksa Senior Hendri Junaidi selaku Ketua Tim Penyelidikan perkara tersebut, memaparkan kronologis penanganan perkara tersebut, pihaknya telah melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejati (Kajati) Riau Nomor : Print- 08/L.4/Fd.1/07/2023 tanggal 27 Juli 2023.

"Jaksa penyelidik telah melakukan permintaan keterangan dari pihak-pihak terkait dan Ahli Fisik berikut permintaan dan pemeriksaan serta analisa terhadap bukti dokumen-dokumen pelaksanaan Pembangunan Payung Elektrik Mesjid Raya An Nur Provinsi Riau TA 2022," kata Hendri.

Berdasarkan proses tersebut, kata Hendri, diperoleh fakta bahwa pelaksanaan pengerjaan telah dilakukan adendum sebanyak 5 kali.

Terakhir, perpanjangan waktu pengerjaan dilakukan dari 29 Maret hingga 8 April 2023 hingga akhirnya dilakukan pemutusan kontrak. "Dengan prestasi pekerjaan 93,5386 persen, sejumlah Rp40.142.651.421.60," kata Hendri.

Sambung Hendri lagi, pada 27 Juni 2023 ada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Riau Atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Riau Tahun 2022 Nomor : 146.V/LHP/XVIII.PEK/06/2022. Dalam LHP tersebut dinyatakan, kekurangan volume pekerjaan Rp788.712.603.

Kemudian dalam 3 item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak tanpa persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rp4.740.000.000 yang terdiri dari motor listrik dan gear box Rp2.0400.000.000 dan ball screw dan nut Rp2.700.000.000.

"Berikutnya, pekerjaan pemasangan sensor angin, sensor hujan, sensor cahaya sudah diakui sebagai proses pekerjaan namun belum terpasang sebesar Rp33 juta," kata Hendri.

Terhadap temuan BPK RI tersebut, telah dilakukan pengembalian sejumlah Rp7.526.795.421 pada Desember 2023.

Hendri melanjutkan, saat ini untuk pekerjaan payung elektrik sudah fungsional, namun belum bisa beroperasi secara normal. Itu dikarenakan pekerjaan tidak selesai 100 persen dikerjakan dan akhirnya putus kontrak.

Karena itu, perlu pekerjaan lanjutan. Diantaranya pekerjaan pemasangan sensor angin, sensor hujan, sensor cahaya dan perapian kain payung dan lengan payung serta casing penutup yang sudah dianggarkan di tahun 2024.

Berdasarkan hasil penyelidikan itu, katanya lagi, dugaan tindak pidana perkara tersebut belum ditemukan adanya peristiwa pidana.

"Karenanya, demi kepastian hukum, penyelidikan dihentikan berdasarkan kesimpulan hasil ekspos pada tanggal 23 Januari 2024," pungkas Hendri Junaidi.

Seperti diberitakan, Kejaksaan Tinggi Riau dibawah pimpinan Akmal Abbas SH MH, dikabarkan menutup sejumlah perkara yang tengah ditangani oleh Bidang Tindak Pidana Khusus.

Perkara yang ditutup, diantaranya penyelidikan dugaan tipikor pada kegiatan Pembangunan Payung Elektrik Masjid Raya An Nur dan dugaan tindak pidana penyelewengan BBM di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru.

Menurutnya, alasan dihentikannya dua perkara tersebut, karena telah dibayarnya kerugian negara pada kegiatan tersebut.

Hal itu, tentunya menjadi perhatian khusus Ormas PETIR selaku aktivis antikorupsi. Ketua Umum DPN PETIR, Jackson Sihombing berpendapat, Akmal Abbas, diduga telah melanggar pasal 4 UU Tipikor.

"Dalam pasal 4 UU Tipikor, dijelaskan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan dipidana pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3," kata Jackson dalam keterangannya kepada media pada Rabu (19/6/2024) di Pekanbaru.

Jackson mengungkapkan keberatannya, terhadap keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Akmal Abbas. Dia mengungkapkan, jika setiap perkara bisa dihentikan dengan metode seperti itu, akan membuka peluang korupsi yang lebih besar lagi di Provinsi Riau.

"Enak kalau gini, begitu kerugian negara diganti, lalu perkara dihentikan. Kalau begini akan membuka peluang korupsi yang lebih besar, jika ketahuan tinggal mengembalikan kerugian, lalu masalah selesai," tukas Jackson.

Seperti diketahui, proyek payung elektrik raksasa di pelataran Masjid Annur Pekanbaru, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menghentikan proses penyelidikan.

Padahal sambung Jackson, jelas pada BPK tahun 2022 terdapat kekurangan volume pada pekerjaan landscape, gerbang masuk 1, gerbang masuk 2, tempat wudhu, pos jaga, mekanikal dan elektrikal yang belum dilaksanakan tetapi sudah diprogres sebesar Rp.788.712.602,25.

Selain itu, juga terdapat item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi kontrak berupa Motor Listrik, Gear Box dan Ball Screw dan Nut tanpa persetujuan dari Pejabat Penandatangan Kontrak senilai Rp.4.740.000.000 yang diduga melanggar perjanjian kontrak.

Begitu juga dengan dugaan tindak pidana penyelewengan BBM di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru. Kegiatan yang menelan anggaran APBD kota Pekanbaru tahun 2022 sebesar Rp5.554.155.825 ini juga dihentikan setelah adanya pengembalian kerugian negara.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait