Sidang Lanjutan Sakdiah Vs Anita di PTUN

Saksi Pemohon Ungkap Penerbitan SPGRT Anita Non Prosedural

Ketua RT 04/RW03 Kelurahan Tuah Negeri Jepi Murdani, sebagai saksi pemohon menjawab pertanyaan Hakim Ketua Debora DR Parapat SH, MKn dalam sidang lanjutan perkara perdata nomor register 226/X/55/G/2022 pada Rabu, (25/01/2023) di PTUN Pekanbaru.

Pekanbaru, Oketimes.com - Penerbitan Surat Pernyataan Ganti Rugi (SPGR) Tanah atas nama Wahab yang dinyatakan telah menjual kepada Anita berlokasi di Kawasan Waduk Perkantoran Wali Kota Pekanbaru, RT 04 / RW 03 Kelurahan Tuah Negeri Kecamatan Tenayan Raya, diduga kuat terbit tanpa prosedural.

"Surat yang disodorkan pihak Anita (SPGR-red) itu, turun dari atas dengan sendirinya, dan tidak sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam penerbitan surat tanah," kata Ketua RT 04/RW03 Kelurahan Tuah Negeri Jepi Murdani, sebagai saksi pemohon menjawab pertanyaan Hakim Ketua Debora DR Parapat SH, MKn dalam sidang lanjutan perkara perdata nomor register 226/X/55/G/2022 pada Rabu, (25/01/2023) di PTUN Pekanbaru.

Jepi Murdani Ketua RT 04/RW03 Kelurahan Tuah Negeri Kecamatan Tenayan Raya, hadir sebagai saksi dalam persidangan atas permintaan Bintang Sianipar SH selaku Kuasa Hukum Sakdia dalam agenda mendengarkan keterangan para saksi-saksi yang dipimpin Ketua Majelis Debora DR Parapat SH, MKn dengan hakim anggota Misbah Hilmy SH dan Rendi Yurista SH, MH dengan Panitera Pengganti Yunita Ariani A.Md, SH, MH  dalam perkara perdata nomor register 226/X/55/G/2022.

Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Hakim Debora DR Parapat sempat mempertanyakan arti surat terbit turun dari atas kebawah, lantas dengan sigap Jepi Murdani mengungkapkan bahwa, surat pernyataan ganti rugi tanah (SPGRT) dari Wahab kepada Anita untuk lahan seluas 4.661 meter, itu terbit tanpa prosedur atau biasa disebut tanpa SOP.

Hal itu disebabkan sebut Jepi, lantaran surat (SPGRT_red) yang turun tanpa terlebih dulu turun ke lapangan untuk chek dan ricek, surat sudah diketik, dan gambarnya-pun pun dibuat sendiri, sehingga tidak diketahui berdasarkan apa, dan semua sudah siap lalu disodorkan untuk tanda tangani kepadanya selaku Ketua RT setempat.

Padahal lanjut Jepi Murdani, sebagaimana yang ia ketahui bilamana ada warga yang ingin melakukan transaksi jual beli tanah atau mau menerbitkan surat tanah, semestinya terlebih dulu meminta konfirmasi atau penjelasan dari pihaknya selaku Ketua RT setempat, sehingga pihaknya akan memberitahukan hal itu kepada kelurahan Tuah Negeri yang selanjutnya diteruskan ke aparat Kecamatan Tenayan Raya, agar diterbitkan Surat Perintah Tugas (SPT) untuk melakukan Pengukuran Lahan.

Dalam SPT itu sebut Jepi Murdani, nantinya akan dicantumkan nama-nama yang ikut serta antara lain, Ketua RT, Ketua RW, petugas dari Kelurahan Tuah Negeri, Petugas ukur dari Kecamatan Tenayan Raya.

Setelah itu sambunya, tim yang namanya tercantum dalam SPT, melakukan pengukuran di lapangan sesuai petunjuk yang punya lahan disaksikan sempadan tanah. Usai melakukan pengukuran, lalu pihak kelurahan mengetik surat tanahnya berdasarkan hasil pengukuran lapangan dan gambar lapangan sementara.

"Setelah melalui proses alur tersebut, surat itu nantinya akan ditandatangankan kepada para pihak-pihak terkait yaitu penjual dan pembeli hingga sempadan tanah. Setelah itu ditingkatkan pada Ketua RT, Ketua RW hingga pihak Kelurahan yang selanjutnya menerbitkan peta sesuai hasil pengukuran lapangan hingga berjenjang ke kecamatan, agar suratnya di tanda tangani Camat," beber Jepi Murdani meyakinkan majeles hakim.

Sementara surat yang disodorkan Anita sebut Jepi, tidak demikian alur prosedurnya, justru datang dari atas, tanpa adanya pengukuran atau peninjauan lapangan. Lebih dahsyatnya lagi kata Jepi Murdani, lahan yang di klaim Anita itu adalah lahan milik Sakdiah yang sejak dulu dikusahai sebagai perladangan bersama suaminya almarhum Hamid.

"Saat Anita datang menyodorkan surat itu sama kami, saya langsung tegaskan pada Anita bahwa tanah itu milik keluarga Sakdiah bukan milik Wahab. Saya juga menyatakan bahwa tanah milik Sakdiah, karena saya lahir dan besar di Jalan Badak dan sejak dulu saya saksikan yang mengolah lahan itu adalah Sakdiah bersama suaminya Hamid," ungkap Jepi dalam persidangan tersebut.

Tidak sampai disitu, Jepi juga mengutarakan dirinya sempat menghindar selama dua (2) minggu untuk mengelak tidak mau menanda tangani surat yang disodorkan Anita tersebut. Anehnya, selama itu pula pihak Anita tidak mengenal pagi, siang hingga malam, terus mendatangai rumahnya hingga membuat keluarganya ikut terganggu.

Lebih parah lagi ungkap Jepi lagi, pihak Anita sempat mengancam akan melaporkan dirinya ke Polisi, jika ia selaku RT 04 tidak bersedia menanda tangani surat tanah yang saya nyatakan milik Sakdiah itu.

"Karena terus didesak, ditekan hingga diancam, akhirnya sayapun sempat menanda tangani surat Anita dengan syarat Anita membuat surat pernyataan diatas meterai jika  suatu saat timbul permasalahan dalam tanah tersebut, tidak melibatkan Ketua RT," ungkap Jepi Murdani.

Sementara itu, pihak Anita yang tampil sebagai tergugat interpensi dihadapan majelis, sempat membantah bawa surat pernyataan yang dibuat bukan ditujukan untuk Jepi Murdani sebagai Ketua RT 04/RW 03 Kelurahan Tuah Negeri, melainkan untuk Syahrul, ada rekaman dan fotonya, kata Anita.

Mendengar itu, Jepi Murdani langsung meradang dan menegaskan bahwa surat tersebut ditulis suami Anita yaitu Yudianto, yang selanjutnya ditanda tangani Anita.

Mendengar apa yang disampaikan Anita, Ketua Majelis Debora DR Parapat, langsung memotong pembicaraan Anita dan menegaskan, majelis tidak butuh rekaman dan foto-foto, kata Debora membuat Anita diam.

Selain penanda tanganan surat yang dibantah Jepi Murdani, Ketua RT 04 /RW 03 Kelurahan Tuah Negeri Kecamatan Tenayan Raya itu, juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah turun melakukan pembuatan batas-batas tanah atas nama Anita termasuk menandatangani surat pernyataan yang dibuat dalam bentuk penguasaan fisik tanah.

"Saya sudah nyatakan, tidak mengetahui apapun terkait surat tanah yang terbit atas nama Anita yang disebut-sebut dibeli dari Wahab, apalagi menanda tangani surat penguasaan pisik dan menyaksikan pembuatan batas-batasnya. Tidak pernah dan sama sekali tidak saya ketahui," tegasnya.

Mendengar apa yang disampaikan Jepi Murdani, Nuriman Kuasa Hukum Anita, menanyakan adanya tanda tangan atas nama Jepi Murdani selaku Ketua RT 04/ RW 03 dalam surat pernyataan penguasaan fisik serta pemasangan tanda batas yang dibuat atas nama Anita itu juga dibubuhi stempel Ketua RT 04. Namun dengan sigap Jepi Murdani, menyatakan dengan tegas tidak mengetahui dan tidak pernah menanda tangani surat tersebut.

"Suratnya saja terbit tanpa di ukur, termasuk peta bidangnya tidak diketahui dari mana asalnya, kapan saya ikut menyaksikan pembuatan batas-batasnya," beber Jepin Mutrdani dengan nada tanya membuat Nuriman terdiam.

Sementara itu, diluar persidangan beredar desas-desus di daerah Jalan Badak menyatakan bahwa, Anita sengaja menyuruh oknum -oknum tertentu yang selama ini menjadi tukang ukur di Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru berinisial Ag dan Jo.

Informasi berkembanga, kedua oknum ini, diminta Anita melakukan pematokan dan membuat peta lahan diatas tanah Sakdiah dengan upah yang fantastis. Hasil ukuran itulah yang dibuat menjadi peta yang saat ini tercantum dalam surat Anita yang selanjutnya ditana tangani seluruh pihak tanpa turun lapangan.

Sebagaimana diketahui, Sakdiah melalui Kuasa Hukumnya Bintang Sianipar SH dan Rekan, menggugat Surat Pernyataan Ganti Rugi Tanah jual beli dari Wahab kepada Anita ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.

Menurut Bintang Sianipar, penerbitan SPGRT yang telah ditanda tangani Lurah Tuah Negeri Syarifudin SH dan Camat Tenayan Raya Indah Vidya Astuti S.STP, terbit tanpa SOP dan diatas tanah milik Sakdiah sehingga harus dibatalkan.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait