Bukan Terkait Kasus APBD Riau 2014-2015

Aktivis Ini Bilang Annas Maamun dan Mantan DPRD Riau Terjerat Kasus Pembentukan Provinsi Baru

Ketua PP GAMARI Riau Larshen Yunus

Pekanbaru, Oketimes.com - Terbongkarnya aroma busuk kasus uang ketok palu APBD Provinsi Riau 2014 dan Rancangan APBD 2015, ternyata masih menjadi tanda tanya.

Pasalnya, status dua orang mantan Ketua DPRD Provinsi Riau, Drs HM Johar Firdaus M.Si dan H Suparman S.Sos M.Si, masih dalam polemik Aparat Penegak Hukum.

Demikian disampaikan Ketua PP GAMARI Riau Larshen Yunus kepada awak media dalam sirang persnya yang diterima oketimes.com pada Jumat (22/10/2021) di Pekanbaru.

Larshen Yunus menyebutkan dalam pengakuan Johar Firdaus kepadanya saat disambangi di rutan Salemba Bandung belum lama ini, Johar Firdaus mengaku khilaf dan memastikan bahwa kasus tersebut, bukan terkait uang ketok palu seperti yang dimaksudkan.

"Melainkan Aliran Uang Haram itu, merupakan "tanda jadi" dimulainya pekerjaan bagi para Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir," kata Johar Firdaus yang disebutkan Larshen Yunus.

Dalam percakapannya dengan Ketua PP GAMARI itu, HM Johar Firdaus katakan, bahwwa pada saat itu dirinya menjabat sebagai Ketua Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir, sebagai tindak lanjut dari Visi-Misi dan Keinganan dari Gubernur Riau pada saat itu, H Annas Maamun.

Johar menyebutkan bahwa semenjak Annas Maamun dilantik sebagai Gubernur Riau, keinginan untuk Memekarkan Wilayah dan Menjadikan Provinsi Baru, yakni Riau Pesisir sangat kuat.

Dimana Annas yang pada saat itu juga menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Riau, sangat ngotot keinginan itu mesti dilakukan.

Tidak sampai disitu, dari 65 Anggota DPRD Provinsi Riau, dipilihlah Johar sebagai Ketua Panitia, Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah, masing-masing menjabat sebagai Sekretaris dan Bendahara Panitia.

Padahal sebagaimana diketahui saat ini sambung Larshen Yunus, bahwa anggota dewan Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah sama sekali tidak memiliki Jabatan Strategis di Alat Kelengkapan Dewan pada saat itu, namun karena untuk Kepanitiaan Pembentukan Provinsi Baru, maka pertemuan antara mereka bertiga semakin intens.

Sebagaimana diketahuinya, pada saat Gubernur Riau H Annas Maamun mengutus Suwarno, bagian Keuangan Pemprov Riau untuk menghubungi dan bertemu dengan Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah. Pertemuanpun dilakukan di Basemant Gedung DPRD Provinsi Riau.

"Infonya terjadi Transaksi pemberian uang sekitar Rp800 juta dari Suwarno kepada Ahmad Kirjauhari. Setelah itu mereka bubar dengan berbagai kesepakatan," sebut Aktivis Larshen Yunus, Ketua PP GAMARI.

Alumni Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, juga menyebutkan bahwa setelah pertemuan dan diterimanya "uang haram" tersebut, dilakukan kembali pertemuan dengan HM Johar Firdaus, yakni di Hotel Raudah Pekanbaru dan Coffee Too.

"Mereka bertiga bersyubahat untuk membagikan sekaligus menikmati "uang haram" dari Suwarno utusan Gubernur Riau pada saat itu, H Annas Maamun," beber Larshen Yunus.

Meski begitu lanjut Larshen Yunus, pihaknya perlu menyampaikan dan publik juga harus tahu, bahwa kronologis kejadian itu masih dalam kondisi peralihan kekuasaan, dari Ketua Johar Firdaus digantikan jadi Ketua Suparman.

"Kami pastikan, bahwa kasus itu murni uang pelicin dari Gubernur Riau Annas Maamun, untuk memuluskan niatnya menjadikan Provinsi Riau Pesisir. Jujur, disitu pak Suparman tak bersalah, sesuai dengan Fakta Persidangan. Justru beliau sama sekali tak menerima uang yang dimaksud," sebut Aktivis Larshen Yunus.

Dilansir dari beberapa media, bahwa minggu depan HM Johar Firdaus dan H Suparman kembali dimintai kesaksiannya, sesuai yang dijelaskan Juru Bicara Komisi Pemberanrasan Korupsi (KPK), Ali Fikri. Bahwa surat panggilan pemeriksaan terhadap kedua orang mantan Ketua Dewan itu sudah terbit.

Menurut Larshen Yunus, isi dari Berkas Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan nomor: 2333 K/Pid.Sus/2017 setebal lebih kurang 155 halaman, hasil dari Ketok Palu Hakim Mahkamah Agung 4 tahun yang lalu terhadap HM Johar Firdaus dan H Suparman akan menjadi Alat dan Bukti Hukum yang kuat bagi Annas Maamun dan beberapa mantan Anggota DPRD Provinsi Riau lainnya, sekalipun ada anggapan kalau uang yang terlanjur di korup sudah dikembalikan, dapat menghilangkan sanksi pidana.

"Infonya masih simpang siur. Ada yang katakan uang haram Rp800 juta dan ada juga yang katakan uang sebesar Rp1,2 miliar dibagi-bagikan ke sejumlah anggota dewan pada saat itu.

"Sebut saja H Zukri Misran yang dahulu menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Provinsi Riau, kini bisa happy sebagai Bupati Pelalawan dan H Bagus Santoso S.Ag MP, dahulu sebagai Ketua Komisi D, kini nyaman dengan jabatan Wakil Bupati Bengkalis" imbuh Larshen Yunus.

Terakhir, Aktivis Riau jebolan Sospol Unri itu juga katakan, bahwa masih banyak lagi nama-nama yang terlibat menikmati aliran uang haram tersebut dan rencananya PP GAMARI dalam waktu dekat Melayangkan Surat Resmi kembali ke KPK, agar Misteri terkait kasus Rasuah tersebut segera dibongkar habis.

"Yakin dan percayalah, bahwa sehebat apapun kalian menyembunyikan bangke busuk itu, cepat atau lambat akan tercium juga. Aktivis GAMARI tak akan diam dan terus melawan. Ikhtiar ini semata-mata hanya untuk Memperbaiki Negeri. Bersama GAMARI, mari bersama kita Lawan Tindak Pidana Korupsi. Ayo Revolusi Mental" ajak Aktivis Larshen Yunus, Muhammad Aji Panangi dan Saipul Nazli Lubis, mengakhiri pernyataan persnya.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait