LSM Bara Api Curigai Kasus Gratifikasi Bank Riau Kepri "Berjamaah"

ILustrasi Gratifikasi Bank Riau Kepri

Pekanbaru, Oketimes.com - Terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat tiga Pimpinan Cabang PT Bank Riau Kepri, yang kini sedang menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, mendapat tanggapan serius dari aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Rakyat Anti Korupsi (LSM Bara Api) Provinsi Riau.

"Kita menilai kasus gratifkasi Bank Riau Kepri ini masuk aliran dana ke rekening pribadi, kita heran mengapa hanya menerapkan Undang undang perbankan," kata Ketua LSM Bara Api Provinsi Riau Jackson Sihombing kepada oketimes.com pada Rabu 4 Agustus 2021 di Pekanbaru.

Menurutnya, semestinya Polda Riau juga seharusnya bisa menerapkan pasal Gratifikasi dan Tipikor, karena status tersangka merupakan pegawai BUMD.

"Alasannya, para terdakwa jelas melakukan tindakan itu, karena suatu jabatan. Tanpa jabatan, uang pasti tidak mengalir," tukas Jackson.

Selain itu, Jackson juga mencurigai bahwa suksesnya pelaksanaan penerimaan gratifikasi tersebut, ada peran ratusan oknum-oknum pelaku yang diduga terlibat langsung dalam berlangsungnya kegiatan gratifikasi tersebut dan bukan tiga pelaku saja yang menjadi pelaku.

Hal tersebut diketahui setelah mendapat sejumlah informasi dan rangkuman yang diterima Bara Api Riau, sehingga sangat jelas berpotensi penerimaan gratifikasi melibatkan "Berjamaah".

"Kami akan gali dan minta OJK ambil peran, dan jangan menutup mata terhadap kasus ini. Apalagi Bank Riau Kepri, akan di konvensi kan menjadi Bank Syariah," tegas Jackson.

Seperti diberitakan, tiga pimpinan cabang PT Bank Riau Kepri, diadili pada Senin 12 Juli 2021 di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Ketiganya, didakwa menerima fee asuransi Jamkrida melalui PT Global Risk Management.

Adapun ketiga Kacab BRK tersebut, yakni Nur Cahya Agung Nugraha, Pemimpin PT Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Cabang Pembantu Bagan Batu Kabupaten Rokan Hilir, Mayjafry, Pemimpin PT. Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Cabang Tembilahan, serta Hefrizal, Pemimpin PT. Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Cabang Pembantu Senapelan.

Dilansir dari situs resmi pengadilannegeri-pekanbaru.go.id, disebutkan bahwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Wilsa Riani SH  MH, disebutkan terdakwa Nur Cahya Agung Nugraha pada saat menjabat dari tanggal 12 Maret 2018 sampai dengan tanggal 23 Juli 2020, terdakwa diduga menerima fee asuransi sebesar Rp.119.879.875.

Adapun rinciannya yakni, tanggal 4 Maret 2019 sebesar Rp 11.721.700 (dari total premi bulan Januari 2019 sebesar Rp. 34.373.850 dan bulan Februari 2019 sebesar Rp. 82.843.360).

Kemudian Tanggal 1 Mei 2019 sebesar Rp 11.721.700 (dari total premi Bulan Maret 2019 sebesar Rp. 49.697.580 dan bulan April 2019 sebesar Rp. 52.151.280). Tanggal 02 Agustus 2019 sebesar Rp 23.397.000 (dari total premi bulan Juni 2019 sebesar Rp. 107.882.720 dan Bulan Juli 2019 sebesar Rp. 126.092.894).

Begitu juga pada Tanggal 01 Oktober 2019 sebesar Rp 29.886.000 (dari total premi bulan Agustus 2019 sebesar Rp 164.015.460 dan Bulan September 2019 sebesar Rp. 140.713.360).

Selanjutnya, tanggal 03 Desember 2019 sebesar Rp 8.552.000 (dari total premi bulan Oktober 2019 sebesar Rp. 62.610.300 dan Bulan November 2019 sebesar Rp. 22.908.950), tanggal 2 Maret 2020 sebesar Rp 20.017.000 (dari total premi bulan Januari 2020 sebesar Rp.172.813.500 dan Bulan Pebruari 2020 sebesar Rp 172.813.500) dan Tanggal 3 Mei 2020 sebesar Rp 14.584.475 (dari total premi bulan Maret 2020 sebesar Rp145.884.750).

Sementara untuk terdakwa Mayjafri sejak menjabat dari tanggal 1 Mei 2018 hingga 15 Juli 2019, telah menerima fee asuransi dari Jamkrida melalui PT GRM sebesar Rp59.690.500.

Dengan rinciannya yakni, tanggal 10 Januari 2019 memperoleh 10 persen dari premi asuransi debitur  yang memperoleh fasilitas Kredit Aneka Guna (KAG) di PT Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Cabang Tembilahan bulan Desember 2018, dengan jumlah Debitur sebanyak 13 orang dengan nilai premi yang di debet ke rekening PT. GRM di Kantor Cabang Utama PT. Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Sudirman Pekanbaru, sebesar Rp.62.776.640.

Kemudian pada bulan Januari 2019, PT GRM mengelola 8 orang debitur, dengan nilai premi Rp.47.170.250,-. Cara yang sama sebagaimana sebelumnya, terdakwa menerima fee 10 % sebesar Rp.4.717.000, Bulan Maret 2019 sebanyak 11 orang debitur, dengan nilai premi Rp.61.041.480,- dan terdakwa menerima fee 10 % sebesar Rp.6.104.000.

Selanjutnya, apda bulan April 2019, PT GRM mengelola 23 orang debitur, dengan nilai premi Rp.92.635.250. Terdakwa menerima fee 10 % sebesar Rp.9.263.500.

Pada Bulan Mei 2019, PT GRM mengelola 46 orang debitur, dengan nilai premi Rp.326.437.880, dan terdakwa menerima pentransferan fee yang dilakukan 2 kali, yaitu pada tanggal 3 Juni 2019 sebesar Rp.15.000.000,- dan pada taanggal 10 Juni 2019, sebesar Rp.12.644.000.

Selanjutnya, pada bulan Juni 2019, PT GRM mengelola 6 orang debitur, dengan nilai premi Rp.57.620.500 dan terdakwa menerima fee 10 % sebesar Rp 5.762.000.

Sementara untuk terdakwa Hefrizal, selaku Pemimpin PT. Bank Pembangunan Daerah Riau Kepri Cabang Pembantu Senapelan, diketahui sejak Oktober 2018 hingga Juli 2019 saat terdakwa menjabat sebagai pimpinan cabang pembantu Senapelan.

Menerima yakni sebesar Rp58.837.000 dan saat terdakwa menjabat sebagai pimpinan cabang Teluk Kuantan sebesar Rp. 141.438.000.

Atas perbuatan ini, ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo pasal 64 ayat (1) KUHP.*** 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait