Jalankan Putusan MA

Jaksa KPK Eksekusi Direktur PT Mitra Bungo Abadi ke Lapas Pekanbaru

Direktur PT Mitra Bungo Abadi, Makmur alias Aan saat keluar usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/12/2019).

Pekanbaru, Oketimes.com - Laksanakan putusan MA, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lakukan eksekusi terhadap terpidana Makmur als Aan untuk menjalani hukuman dalam perkara Korupsi Proyek Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih Bengkalis ke Lapas Kelas IIA Pekanbaru, Senin 28 Juni 2021.

"Jaksa Eksekusi Leo Sukoto Manalu, telah melaksanakan putusan MA Nomor : 931 K/Pid.Sus/2021 tanggal 7 April 2021 Jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PT Pekanbaru Nomor : 18 / PID.SUS-TPK/2020/PT PBR tanggal 1 Oktober 2020 jo Putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru Nomor : 14/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Pbr tanggal 29 Juli 2020 dengan terpidana Makmur als Aan dengan cara memasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pekanbaru, untuk menjalani pidana badan selama 13 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri SH MH dalam keterangan tertulisnya yang diterima oketimes.com pada Senin (28/06/2021).

Dijelaskan Ali, selain menjalani hukuman 13 tahun penjara, terpidana juga dijatuhi pidana denda sejumlah Rp650 juta dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

"Selain dibebani pula kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp60.500 Miliar paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan ini berkekuatan hukum tetap, dan apabila tidak mampu, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut," papar Ali.

Dengan ketentuan lajut Ali, apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun penjara.

Seperti diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut Direktur PT Mitra Bungo Abadi, Makmur alias AAN 10 tahun penjara dan denda Rp 800 juta serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp 60,5 miliar dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Pembacaan tuntutan tersebut, disampaikan oleh JPU KPK, Trimulyono, ketika membacakan tuntutannya di hadapan Majelis Hakim yang diketahui oleh Saut Maruli Tua Pasaribu SH, serta dua hakim lainnya dalam Sidang Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin, (29/6/2020).

Disebutkan Trimulyono, Direktur PT Mitra Bungo Abadi, Makmur Alias AAN, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana Dakwaan Primair.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Makmur alias AAN dengan pidana penjara selama 10 (Sepuluh) Tahun dan denda sebesar Rp800 juta, dengan ketentuan, jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," kata Tri Mulyono dalam agenda pembacaan tuntutan tersebut di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.

Tak sampai disitu lanjut Trimulyono, terdakwa Makmur alias AAN juga dilakukan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 60.500.000.000,- dengan ketentuan jika dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga).

JPU juga menyampaikan tentang hal-hal yang dapat memberatkan AAN, diantaranya perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa tidak menyesali perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

"Kemudian terdakwa tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan keuntungan hasil tindak pidana korupsi yang telah dinikmatinya dan menimbulkan kerugian negara akibat mark-up harga dan pekerjaan. Perbuatan terdakwa juga merugikan masyarakat, karena proyek tersebut tidak terselesaikan dan kualitasnya buruk," papar Trimulyono.

Sementara hal-hal yang meringankan terdakwa lanjut Trimulyono, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dijatuhi hukuman sebelumnya dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yaitu istri dan anak.

Tidak sampai disitu, JPU KPK juga menguraikan fakta-fakta hukum yang meyimpulkan terdakwa Makmur alias AAN, telah melakukan serangkaian perbuatan 'melawan hukum' dalam proyek peningkatan jalan Batu Panjang – Pangkalan Nyirih pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bengkalis TA 2013 s/d TA 2015 (multi-years).

Perbuatan tersebut lanjut JPU KPK, mengakibatkan kerugian keuangan negara secara bersama-sama dengan Hobby Siregar alias HS dengan meminjam perusahaan HS yakni Direktur PT Mawatindo Road Construction (MRC), atau pinjam bendera untuk mengikuti lelang yang telah di-ploting sebelumnya, dengan kesepakatan prosentase keuntungan sebesar 1,5% dari nilai kontrak.

Kemudian sambung Trimulyono, terdwakwa juga melakukan pertemuan dengan PPK dan Pokja ULP (panitia lelang) dalam rangka mengatur dan merekayasa proses lelang dan mengajukan penawaran lelang.

Berdasarkan nilai HPS yang telah dibocorkan Pokja ULP dan PPK dengan menyalahgunakan uang muka pekerjaan, yang diterima dari HS. Setelah diterima, namun belakangan uang muka tidak untuk pelaksanaan kegiatan proyek, melainkan untuk keperluan pribadi, yakni membeli Apartemen di Singapura dan membiayai proyek-proyek terdakwa lainnya.

"Perbuatan itu dilakukan terdakwa secara sadar bahwa segala konsekuensi yang timbul untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki terdakwa, yaitu upaya mendapatkan keuntungan bagi diri terdakwa serta bagi perusahaan Hobby Siregas alias HS PT MCR (Mawatindo Road Construction_red)," ulas Triyono.

"Dimana dalam pelaksanaan proyek yang diperoleh dengan cara berkolusi, merekayasa lelang dan mendapatkan keuntungan dari pembayaran yang tidak sesuai dengan progres pekerjaan proyek," beber Trimulyono.

Dengan demikian lanjut Trimulyono, telah terdapat adanya sikap batin terdakwa berupa kesengajaan 'sebagai maksud atau tujuan' (opzet als oogmerk), sehingga secara yuridis telah terdapat unsur kesalahan (schuld) pada diri terdakwa.
Sedangkan terkait dengan pertanggungjawaban pidana, dalam persidangan telah dapat dibuktikan terdakwa adalah pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani.

"Terdakwa juga memahami apa yang didakwakan dan mampu menjawab, mengajukan bantahan atau pembelaan, tanggapan ataupun pertanyaan kepada saksi-saksi maupun alat bukti lainnya yang diajukan di persidangan, sehingga secara hukum Terdakwa merupakan pribadi (subjek hukum) yang dapat bertanggungjawab atas perbuatannya," sebut Trimulyono.

Namun, karena dalam persidangan terdakwa tidak menyesali perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan, maka terhadap hal tersebut, tentunya akan dipertimbangkan sebagai salah satu hal yang memberatkan.
Apalagi Terdakwa juga tidak mempunyai itikad baik mengembalikan uang (fee) proyek hasil tindak pidana korupsi yang diterimanya.

Dengan tidak ditemukan adanya alasan yang dapat menghapus unsur kesalahan ataupun yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik itu alasan pemaaf atau recths vaar digings gronden maupun alasan pembenar sschuld uitsluitings gronden, maka terdakwa sudah selayaknya bertanggungjawab dan dinyatakan bersalah secara hukum.

"Mengingat terdakwa dalam perkara ini dilakukan penahanan, maka hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa akan dikurangkan dengan masa penahanan yang telah dijalani sebelumnya," pungkas Trimulyono meyakinkan majelis hakim Tipikor PN Pekanbaru saat itu.***

 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait