Jadikan Tagline Polisi Sahabat Umat

PP Muhammadiyah Dukung Program Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Probowa bersama rombongan saat melakukan Konferensi Pers usai pertemuan silaturahmi dengan Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti, Jumat (29/1/2021) di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat.

Jakarta, Oketimes.com - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyambut baik kunjungan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jumat (29/1/2021) di Kantor PP Muhammadiyah di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat.

Melansir Detik.com, PP Muhammadiyah menegaskan bahwa Polri sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga Muhammadiyah, karena Pengurus Pusat Muhammadiyah, menganggap program kerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, memiliki program moderasi.

"Alhamdulillah pertemuan berjalan penuh semangat, kekeluargaan dan keakraban. Tadi Ketua Umum (PP Muhammadiyah), Bapak Haedar Nashir menyampaikan bahwa Muhammadiyah sudah menganggap Polri sebagai bagian dari keluarga Muhammadiyah," kata Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam jumpa pers nya Jumat (29/1/2021) di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat.

Pada kesempatan itu, Mu'ti melemparkan canda kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo, bahwa dirinya tidak perlu lagi menjadi anggota Muhammadiyah.

"Kami menyampaikan Pak Kapolri tidak perlu menjadi anggota Muhammadiyah, karena jadi anggota Muhammadiyah harus membayar iuran anggota, walaupun beliau siap," ujar Mu'ti.

Mu'ti menerangkan bahwa Muhammadiyah mendukung program kerja Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri. Program yang didukung Muhammadiyah salah satunya adalah moderasi.

"Banyak usulan yang disampaikan, Pak Kapolri akan menyampaikan, tetapi poinnya Muhammadiyah mendukung program Pak Kapolri, terutama program yang berkaitan dengan moderasi. Pak Kapolri menyatakan bahwa moderasi itu adalah program yang akan beliau kembangkan," papar Mu'ti.

Selain itu, Muhammadiyah juga mengusulkan tagline 'polisi sahabat umat' kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Ada dukungan penuh kepada Pak Kapolri menggunakan pendekatan humanis, pendekatan lebih merakyat, dan kami mengusulkan satu tagline baru untuk Kapolri yaitu 'polisi sahabat umat'. Apakah itu menjadi program beliau? Pak Kapolri yang akan menyampaikan," kata Mu'ti.

Pertemuan Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Muhammadiyah digelar sehari setelah Kapolri Listyo Sigit bertemu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ini merupakan bagian dari silaturahmi seusai Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dilantik sebagai Kapolri.

Polri Presisi

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerangkan bahwa upaya mewujudkan Polri yang jujur dan berkeadilan sudah menjadi tekadnya, oleh sebab itu 'transparan berkeadilan' menjadi salah satu unsur dari konsep Polri Presisi.

"Keadilan dan kejujuran, jadi itu sudah menjadi tekad kami bahwa bagaimana ke depan kami bisa melakukan penegakan huhkum yang berkeadilan. Kami masukan dalam tagline kami, Presisi, di mana di dalamnya sebenarnya transparansi dan penegakan hukum yang berkeadilan," terang Sigit di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021).

Jenderal Sigit mengatakan selalu ada dua sisi dalam penegakan hukum. Oleh sebab itu dia mendorong penyelesaian permasalahan ditempuh dengan resolusi atau restoratif agar dua sisi yang bermasalah dapat sama-sama merasakan keadilan.

"Jadi kami tahu bahwa tentunya dalam penegakan hukum selalu ada dua sisi, sehingga ini terkait dengan masalah rasa ya. Kalau ada sesuatu yang bisa kita selesaikan dengan cara resolusi, restoratif, kita akan selesaikan dengan cara itu, kecuali yang memang itu sudah menyangkut maslaah kehilangan jiwa atau sesuatu yang besar, yang mau tidak mau kita harus proses tuntas," terang Sigit.

Karena itu lanjut Sigit, dirinya ingin ke depan polsek dapat menjadi tempat penyelesaian masalah dengan cara restoratif. Dia lantas menyebut nilai budaya dan adat menjadi filososi dari penegakan hukum berkeadilan.

"Ke depan bagaimana polsek kita jadikan basis resolusi untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Artinya ini juga bagaimana kemudian kita coba mengingat kembali nilai-nilai budaya, nilai-nilai adat kita yang mungkin bisa jauh lebih baik menyelesaikan masalah," tutur Jenderal Sigit.

Dia kemudian memberi contoh penyelesaian konflik di Papua dengan cara upacara Bakar Batu. Sigit menuturkan jika hal-hal semacam itu lebih menghadirkan keadilan di antara masyarakat, baik pelaku maupun korban, maka sah-sah saja.

"Misalnya di Papua (masalah diselesaikan dengan upacara_red) bakar batu. Kalau memang itu jauh lebih baik, kenapa tidak. Hal-hal seperti ini yang kami pikir filosofi dari penegakan hukum yang berkeadilan. Jadi rasa keadilan dari masing-masing. Dari pada kami harus hanya memaksakan kepastian hukum, kasus selesai, kita sidangkan, tapi belum tentu rasa keadilan itu dirasakan baik oleh pelapor maupun terlapor," ulas Sigit.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait