KPK Perpanjang Penahanan Dua Tersangka Korupsi Proyek Jembatan Water Front City Kampar

DIgiring ke Tahanan : Tersangka AN dan IKS dugaan tindak pidana korupsi proyek Pembangunan Jembatan Water Front City Multy Years di Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau tahun anggaran 2015-2016, saat digiring petugas KPK usai ditetapkan tersangka dan penahanan pada Selasa (29/09/2020) di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih Jakarta.

Jakarta, Oketimes.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, melakukan perpanjangan penahanan terhadap dua tersangka dugaan TPK proyek Pembangunan Jembatan Water Front City Multy Years di Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Kampar tahun anggaran 2015-2016, selama 40 hari kedepan pasca dilakukan penahanan sejak ditetapkan tersangka pada Selasa (29/09/2020) di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih Jakarta.

"Penahanan dua tersangka AN dan IKS dugaan tindak pidana korupsi itu, mulai berlaku pada hari Senin tanggal 19 Oktober 2020 s/d 27 November 2020 mendatang," kata Plt Juru Bicara KPK RI Ali Fikri dalam keterangan terulisnya yang diterima oketimes.com pada Kamis (15/10/2020) sore.

Dijelaskan Ali Fikri, perpanjangan penahanan tersangka AN dan IKS, dilakukan karena penyidik KPK masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan berkas perkara tersebut.

"Saat ini kedua tersangka masih dilakukan penahanan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih," singkat Ali Fikri meyakinkan.    

Seperti diberitakan, Komisi Pemberatan Korupsi (KPK) menahanan tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan Pembangunan Jembatan Water Front City Tahun Anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau, Selasa 29 September 2020 lalu.

Kedua tersangka tersebut Plt Juru Bicara Ali Fikri, adalah inisial ADN (Adnan, tidak dibacakan) selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Jembatan Waterfront Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, Riau dan IKT (I Ketut Suarbawa_red) selaku Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) Tbk/Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

"Untuk  kepentingan penyidikan, tersangka ADN dan IKT ditahan Rutan masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 29 September 2020 sampai dengan tanggal 18 Oktober 2020 di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Sebelum akan dilakukann penahaan kedua tersangka dilakukan isolasi mandiri terlebih dahulu sambung Ali, di Rutan KPK Kavling C1 dalam rangka pencegahan penyebaran wabah Covid-19.

Ali juga mengatakan KPK menetapkan AND dan IKT pada 14 Maret 2019 dengan dugaan para tersangka telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.

"Atau perekonomian negara dalam pengadaan dan pelaksaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Waterfront City atau Jembatan Bangkinang Tahun Anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau," papar Ali Fikri.

Kemudian lanjut Ali, dalam proses Penyidikan, KPK telah memeriksa 73 orang saksi terdiri dari pihak Pemkab Kampar, Pokja PBJ Kab. Kampar, DPRD Kabupaten Kampar, peserta lelang, pelaksana proyek dan pihak sub kontraktor serta juga telah pula meminta keterangan ahli pengadaan barang dan jasa dan ahli konstruksi.

"Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," papar Ali.

Sedangkan konstruksi perkara lanjut Ali, diduga Pemerintah Kabupaten Kampar, mencanangkan beberapa proyek strategis di antaranya adalah Pembangunan Jembatan Bangkinang atau yang kemudian disebut dengan Jembatan Waterfront City.

Dimana pada pertengahan 2013, diduga ADN mengadakan pertemuan di Jakarta dengan IKT, Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) dan beberapa pihak lainnya.

Dalam pertemuan itu sebu Ali, ADN memerintahkan pemberian Informasi tentang desain jembatan dan Engineer’s Estimate kepada IKT.

Tepat pada 19 Agustus 2013, Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar mengumumkan lelang Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi. Lelang ini dimenangkan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Kemudian pada Oktober 2013, ditandatangani Kontrak Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan nilai Rp15.198.470.500,00 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014.

Setelah kontrak dilakukan, ADN meminta pembuatan Engineer’s Estimate Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2014 kepada konsultan, dan IKT meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.

KPK menduga kerjasama antara AND dan IKT terkait penetapan Harga Perkiraan Sendiri ini terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD Tahun 2015, APBD Perubahan Tahun 2015 dan APBD Tahun 2016.

Atas perbuatan ini, ADN diduga menerima uang kurang lebih sebesar Rp1 miliar atau 1% dari nilai nilai kontrak dan diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka.

Diduga dalam proyek ini, telah terjadi kerugian keuangan negara setidaktidaknya sekitar Rp50 Miliar dari nilai proyek pembangunan jembatan waterfront city secara tahun jamak di Tahun Anggaran 2015 dan 2016 dengan total nilai kontrak Rp117,68 Milyar.

KPK sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastruktur ini terjadi, karena semestinya jembatan yang dibangun tersebut dapat dinikmati masyarakat di Kabupaten Kampar, Riau secara maksimal. Namun akibat korupsi yang dilakukan, selain ada dugaan aliran dana pada tersangka, juga terjadi indikasi kerugian negara yang cukup besar.

Selain itu, KPK juga menyayangkan ketika korupsi terjadi melibatkan pejabatpejabat yang berada pada BUMN yang mengerjakan konstruksi, dalam hal ini PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Karena semestinya sebagai perusahaan milik negara, BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih dibanding sektor swasta lain dan juga seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan good corporate governance. Apalagi dalam proyek konstruksi, jika korupsi tidak terjadi maka masyarakat akan lebih menikmati hasil pembangunan tersebut.***

 

Penulis  : Ari Speedr Hutasoit   
 

 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait