Diskusi Panel Bersama Mahasiswa

Ditreskrimsus Polda Riau Ajak Generasi Muda Hindari Berita Bohong dan Bijak Gunakan Medsos

Direktur Ditreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Gideon Arif Setiawan, SIK SH MH yang diwakili oleh Kasubdit II Unit ITE AKBP Jhon Ginting didampingi Kanit ITE Kompol M Manurung menjadi narasumber dalam diskusi panel melawan hoax dan bijak gunakan medsos bersama kalangan mahasiswa bertempat di Green Corner Cafe & Resto Jalan Durian Pekanbaru, Kamis 4 April 2019.

Pekanbaru, Oketimes.com - Guna menghindari generasi muda tidak terjebak dengan berita bohong, ujaran kebencian dan penggunaan media sosial yang rawan terjerumus Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, menggelar diskusi panel bersama kalangan mahasiswa bertempat di Green Corner Cafe & Resto Jalan Durian Pekanbaru, Kamis 4 April 2019.

Diskusi panel itu mengambil thema "Selamatkan Generasi Muda dari Pengaruh Negatif Internet" yang dihadiri Direktur Ditreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Gideon Arif Setiawan, SIK SH MH yang diwakili oleh Kasubdit II Unit ITE AKBP Jhon Ginting didampingi Kanit ITE Kompol M Manurung yang menjadi narasumber dalam diskusi panel tersebut.

Adapun peserta diskusi panel yang hadir saat itu, tampak puluhan Mahasiswa dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau dan Universitas Islam Riau (UIR) turut menjadi peserta Diskusi panel. Sementara untuk moderator, diambil alih oleh Fery Sibarani selaku Panitia Penyelenggara Diskusi Panel yang sekaligus berkecimpung di bidang jurnalistik dari Surat Kabar Aktual yang bertugas di Riau.

Dalam diskusi panel tersebut, para Mahasiswa banyak mempertanyakan bagaimana cara generasi muda untuk tidak terjebak menggunakan media sosial, atau termakan berita bohong dan terhindar melakukan ujaran kebencian agar tidak jeratan hukum atau UU ITE.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kasubdit II yang membidangi Kriminal Perbankan, Fidusia dan ITE Ditreskrimsus Polda Riau AKBP Jhon Ginting mengatakan kemajuan teknologi informasi dengan menggunakan jaringan internet (cyber) dimasa kini, tidak dapat terelakkan lagi dari jangkauan masyarakat. Apalagi dengan banyaknya alat komunikasi media yang menyediakan aplikasi atau conten yang berhubungan dengan internet saat ini.

"Salah satunya seperti penggunaan media sosial yang sudah tersedia didalam ponsel Android. Dimana ponsel tersebut bisa digunakan untuk berkomunikasi secara langsung dengan menggunakan aplikasi media sosial untuk berkomunikasi atau menyapa teman dan masyarakat lainnya yang ada dalam jaringan media sosial tersebut," ujarnya.

Akan tetapi lanjut Jhon Ginting, lantaran serunya komunikasi tersebut dengan lawan bicara, pengguna medsos kian menggila mengutarakan unek-uniknya dengan menyampaikan bahasa yang tidak sopan dan tidak layak untuk disampaikan dalam medsos sehingga menjebak pengguna medsos terjerat dalam UU ITE.

"Hasilnya sipembaca medsos yang lain menjadi tersinggung dan menyampaikan kata-kata yang tidak pantas disampaikan hingga mengunggah foto-foto yang tidak senonoh dan menjadi viral ditengah-tengah pengguna medsos lainnya yang mencapai ribuan view dan menjadi viral di dunia maya," paparnya.

Setelah perkataan tak senonoh dan gambar itu menjadi viral, karena mengarah kepada ujaran kebencian seperti Sara lanjut Jhon Ginting, si pengguna medsos pun menjadi terjebak melanggar UU ITE dan berurusan dengan pihak kepolisian lantaran adanya aduan masyarakat yang dimilai meresahkan pengguna medsos lainnya.

"Hal inilah yang penuh disikapi dengan bijak oleh adik-adik mahasiswa untuk menggunakan medsos dengan bijak dan tidak mudah terpancing serta emosi dalam menyampaikan unek-unek atau saran saat menggunakan medsos kepada khalayak ramai. Kareba ada istilah dahulu, mulut mu adalah harimau mu, tapi kini jutru berbeda, jarimu adalah harimau mu," tukas Jhon Ginting dalam ungkapan tren kekinian terhadap peyalagunaan medsos.    

Di kesempatan itu, AKBP Jhon Ginting juga mengutarakan saat ini banyak kalangan anak muda hingga orang dewasa baik dari kalangan orang yang tidak mengenyam pendidikan hingga kalangan akademisi sudah terjebak dengan adanya berita bohong, ujaran kebencian dan penggunaan media sosial yang rawan melanggar UU ITE.

"Artinya bukan hanya orang yang tidak bersekolah saja yang bisa terjerat, mulai dari lulusan SD, SMP hingga SMA bahkan sebagai kalangan akademisi juga ikut terjerat dalam UU ITE saat ini. Hal itu bisa kita lihat dari informasi yang disampaikan media televisi, media online dan media yang jelas sumbernya," pungkasnya.

Lantaran itu, AKBP Jhon Ginting mengingatkan kepada para generasi muda khususnya bagi kalangan mahasiswa, agar tidak mudah terpancing saat menggunakan media medsos dan menyampaikan berita bohong yang belum jelas sumbernya diketahui dari mana asal-usul informais tersebut.

"Sebelum kita berikan komentar atau membagikan informasi yang tidak jelas tersebut, adik-adik mahasiswa sebaiknya jangan terlalu percaya dengan informasi berita yang belum jelas kebenaranya. Semestinya kita lakukan cek dan ricek atau melakukan refrensi dengan media pembanding yang jelas sumber, sehingga kita mengetahui kebenaran informasi tersebut," paparnya.

Meski begitu lanjut AKBP Jhon Ginting, saat ini Tim Cyber Polda Riau terus melakukan Patroli Cyber terhadap pengguna medsos yang dinilai menyimpang dan rawan melanggar UU ITE. Oleh karena itu, ia selalu menekankan agar generasi muda masa kini untuk lebih bijak menggunkan medos dan menyaring berita atau informasi yang belum jelas kebenarannya.

Sementara itu, Kanit Unit ITE Ditreskrimsus Polda Riau Kompol M Manurung juga menyampaikan bahwa untuk menghindari generasi muda khususnya bagi kalangan mahasiswa kaum perempuan dan laki-laki, agar terhindar dari jeratan UU ITE, diharapkan kalangan anak muda lebih banyak melatih pengendalian diri untuk mengantisipasi penggunaan medsos dengan bijak.

"Jangan mudah percaya dan terpancing dengan godaan orang yang kita tidak kenal, karena pelaku bisa saja malah menjerumuskan kita untuk melanggar hukum terutama UU ITE. Ini yang perlu kita sikapi dan waspadai dengan bijak menggunakan medsos," ulas Kompol M Manurung.

Dipaparkan mantan Kanit Reskrim Polresta Pekanbaru tahun 2000 lalu itu, selama dirinya melakukan proses penyelidikan atau penyidikan terkait UU ITE tersebut, banyak kaum perempuan yang masih remaja dan dewasa yang menjadi korban perkenalan dengan seseorang lewat media sosial seperti Facebook.

"Hanya bermodalkan tampang yang belum jelas jati dirinya, kaum peremuan tersebut langsung terkena gombal rayuan sang lelaki yang tidak dikenal, lalu janjian dan kirim-kirim foto yang tidak senonoh kepada pemuda yang baru dikenal tersebut. Akhirnya korban pun terjerumus terkena UU ITE, lantaran foto-foto tersebut disebar kepada pengguna medsos lainnya," imbuh Kompol M Manurung mengisahkan.

Sebagaimana diketahui, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII) melakukan survei dari enam wilayah Indonesia, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa, dan Maluku-Papua. Diketahui dari populasi penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta orang, lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet sepanjang 2017 lalu.

Mayoritas pengguna internet sebanyak 72,41 persen masih dari kalangan masyarakat urban. Pemanfaatannya sudah lebih jauh, bukan hanya untuk berkomunikasi tetapi juga membeli barang, memesan transportasi, hingga berbisnis dan berkarya.

Berdasarkan wilayah geografisnya, masyarakat Jawa paling banyak terpapar internet yakni 57,70 persen. Selanjutnya Sumatera 19,09 persen, Kalimantan 7,97 persen, Sulawesi 6,73 persen, Bali-Nusa 5,63 persen, dan Maluku-Papua 2,49 persen.

Usia muda, banyak inovasi Internet tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari anak muda zaman sekarang. Sebanyak 49,52 persen pengguna internet di Tanah Air adalah mereka yang berusia 19 hingga 34 tahun.

Kelompok ini mengabsahkan profesi-profesi baru di ranah maya, semisal Selebgram (selebritas Instagram) dan YouTuber (pembuat konten YouTube) dan menjamurnya perusahaan rintisan digital atau startup pun sedikit banyak digerakan oleh kelompok usia ini, baik mereka sebagai pendiri atau konsumen.

Posisi kedua, sebanyak 29,55 persen pengguna internet Indonesia berusia 35 hingga 54 tahun. Kelompok ini berada pada usia produktif dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Sementara untu posisi ketiga kalangan remaja usia 13 hingga 18 tahun dengan porsi 16,68 persen.

Terakhir, orang tua di atas 54 tahun hanya 4,24 persen yang memanfaatkan internet. Tingkat pendidikan dan level ekonomi Selain usia, faktor pendidikan memengaruhi penetrasi internet di Indonesia. Sebanyak 88,24 dari mereka yang menggenggam gelar S2 dan S3 terhubung dengan internet.

Mayoritas lulusan S1 dan Diploma juga telah menggunakan internet, yakni sebanyak 79,23 persen. Di beberapa universitas dan akademi kejuruan, internet memang telah menjadi bagian penting dari proses belajar-mengajar. Contohnya, tugas dan ujian dikumpulkan lewat e-mail, bukan lagi berbentuk kertas.

Mencari referensi pun kerap dari jurnal online atau e-Book, bukan buku-buku fisik. Dalam proses administrasi seperti pengambilan mata kuliah, evaluasi dosen, hingga survey di kampus juga sudah terhubung ke sistem online.

Untuk tingkat pendidikan sampai SMA/MA/Paket C, SMP/MTs/Paket B, SD/MI/Paket A, dan yang tidak sekolah, persentase pengguna internetnya secara berurutan 70,54 persen, 48,53 persen, 25,10 persen, dan 5,45 persen.

Dari level ekonomi juga bisa dibedakan, di mana mayoritas pengguna internet berasal dari kelas menengah ke bawah. Dari 143 juta masyarakat Indonesia yang sudah terkoneksi internet, ada sekitar 62,5 juta masyarakat kelas menengah ke bawah yang menggunakan internet. Sedangkan masyarakat kelas atas sebesar 2,8 juta jiwa. ***


Penulis  : Ndanres  / Editor : Richarde        


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait