Beroperasi di Kawasan Hutan, PT PLM Bisa Dipidanakan

Ilustrasi

Rengat, oketimes.com - Mengamati persidangan perkara Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Anggota DPRD Inhu Suradi SH menyebut operasi PT PLM tidak sesuai aturan dan dapat dipidanakan, dimana perusahaan beroperasi tanpa terlebih dahulu melakukan Pelepasan Status Kawasan Hutan.

Suradi menilai pengusaha sukses asli Rengat, Djohor Djudin selaku Direktur Utama (Dirut) PT Palm Lestari Makmur (PT PLM) bisa dipidanakan. Karena melakukan aktifitas usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan tanpa mengindahkan aturan berlaku, antara lain tanpa terlebih dahulu melakukan pelepasan status kawasan hutan.

"Dengan berpedoman pada Kemenhut RI No.70/Kpts-II/2001 dan Kepmenhut RI No.48/Menhut-II/2004," tukasnya pada awak media, Selasa (14/6/2016) di kantornya. ‎

Anggota komisi II DPRD Inhu yang membidangi kehutanan, perkebunan dan perizinan serta koperasi ini, merasa prihatin melihat PT PLM sejak didirikan pada tahun 2007 lalu dengan Djohor Djudin selaku Dirut yang dapat leluasa beroperasi dengan seenaknya menabrak aturan dan mengangkangi undang-undang, justru tanpa sanksi dan tindakan hukum dari instansi terkait. ‎

"‎Dengan perusahaan perkebunan PT PLM dan Djohor Djudin selaku Dirut pada tahun 2007 diawal perusahaan didirikan yang beroperasi tanpa terlebih dahulu melakukan pelepasan status kawasan hutan," pungkasnya.

Ia menilai figur Djohor Djudin selaku Dirut PT PLM dapat dipidana, karena berkegiatan di kawasan hutan tidak sesuai aturan," tegasnya.‎ ‎

Apalagi pada 2015, PT PLM dapat teguran dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena berkegiatan di kawasan hutan tidak sesuai aturan. Dimana areal kerja PT PLM seluas 1.016 hektar merupakan hutan produksi terbatas dan 245 hektare masuk dalam hutan produksi konversi. ‎

"SK IUP kebun kelapa sawit PT PLM‎ nomor 38/2007 yang dikeluarkan pada 20 Februari 2007 dengan lahan seluas 2.085.69 hektare juga bermasalah, karena IUP disetujui sebelum dokumen UKL dan UPL disetujui," ungkapnya. ‎

Ditambahkanya, pada Mei 2016 lalu dirinya sempat melakukan pertemuan dengan Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK di Jakarta, membahas masih banyaknya perusahaan perkebunan di Inhu yang beroperasi tanpa terlebih dahulu melakukan pelepasan status kawasan hutan. ‎

"Dirjen Gakkum LHK menyatakan siap menindak, berikan saja nama perusahaan, lokasi dan titik kordinatnya maka mereka siap turun," ungkapnya lagi.

Namun begitu, menurut Dirjen Gakkum LHK, mereka masih memberi waktu kepada perusahaan perkebunan untuk melakukan pelepasan status kawasan hutan hingga Desember 2016 ini.

"Dengan konsekuensi apabila perusahaan perkebunan telah mendapat ijin pelepasan status kawasan hutan, wajib mengeluarkan 20 persen dari luas areal yang dimiliki untuk masyarakat sekitar, dengan pola kemitraan," jelasnya. ‎

Sebagaimana diketahui, nama Djohor Djudin selaku Dirut PT PLM yang didirikan pada 2007 sempat ditutup-tutupi, namun akhirnya terkuak setelah terdakwa pembakaran lahan Iing Joni Priatna dalam pledoi pribadi yang dibacakan dihadapan majelis hakim.

Iing menegaskan bahwa PT PLM didirikan pada tahun 2007 sesuai dengan akta No 28 tanggal 09 November 2007 yang dibuat oleh Himawan SH notaris di Jakarta, dengan susunan pengurus, Djohor Djudin selaku Direktur Utama dan Ny Lily Silvia sebagai Direktur serta Komisaris Irsan Djudin dan Ernawati. (ali)


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait