Korupsi Embarkasi Haji, Pemilik Lahan Diperiksa Kejati Riau
Ilustrasi
Pekanbaru, Oketimes.com - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Rabu (6/4/2016) melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang pemilik tanah untuk pembangunan embarkasi haji Pemerintah Provinsi Riau. Ketiganya adalah Hotma Rahmawati Damsir dan Firdaus.
Kepala Seksi Penyidikan Kejjaksaan Tinggi Riau, Rachmad Surya Lubis SH MH, kepada Riaueditor.com membenarkan adanya pemeriksaan tersebut, sebagai tindak lanjut dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Embarkasi Haji.
"Kita melakukan pemeriksaan terhadap Hotma Rahmawati, Damsir, dan Firdaus. Ketiga orang tersebut merupakan pemilik tanah. Mereka diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan embarkasi haji," terang Rahmad.
Dikatakannya, ketiga pemilik tanah itu menjadi saksi untuk melengkapi berkas tersangka Nimron Varasian (sebelumnya diinisialkan NV). "Masih dalam pemberkasan. Mereka (pemilik tanah-red) sebagai saksi fakta. Usai pemeriksaan seluruh saksi fakta, baru kita periksa terhadap tersangka NV," pungkas Rachmad.
Sebelumnya, pemeriksaan juga telah dilakukan terhadap Wismar Usty, yang merupakan mantan Lurah Simpang Tiga, dan dua orang pemilik tanah lainnya, yakni Murtadi dan H Bonaparte.
Selain itu, juga terdapat nama Abdul Latif yang merupakan Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Riau, Abdul Latif, serta dua saksi lainnya, yakni Yendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan, dan Devi Rizaldi.
Nama terakhir, saat kegiatan pengadaan lahan dilakukan, menjabat sebagai salah seorang Kepala Bagian di Setdaprov Riau, serta mantan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Wan Syamsir Yus.
Dalam kasus ini, selain Nimron Varasian yang merupakan kuasa pemilik tanah untuk pembangunan embarkasi haji, Penyidik juga telah menetapkan mantan Kepala Biro Tapem Setdaprov Riau, Muhammad Guntur, sebagai pihak yang diduga turut bertanggungjawab dalam perkara ini.
Guntur diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp8,3 miliar berdasarkan hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.
Dugaan penyimpangan muncul pada saat pembebasan lahan. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan, serta tidak berdasarkan pada harga nyata tanah di sekitar lokasi yang diganti rugi.
Ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.
Kasus ini bermula pada tahun 2012 lalu, saat Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk embarkasi haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.***
Komentar Via Facebook :