Jelang pilpres, pemerintah tidak berani naikkan BBM

OKETIMES.COM- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) bakal diajukan ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 20 Mei mendatang. Komite Ekonomi Nasional (KEN) meyakini tidak akan ada kebijakan drastis seperti penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dalam penyesuaian anggaran negara nanti.

Anggota KEN Aviliani mengatakan menaikkan harga jual BBM yang berpengaruh pada inflasi tidak mungkin diambil pemerintah dalam tahun politik. Oleh sebab itu, dia percaya Kementerian Keuangan bakal lebih mengedepankan pemangkasan belanja kementerian/lembaga, sebagai cara menyiasati asumsi makro yang banyak meleset selama triwulan I dan II.

"Menaikkan harga BBM itu untuk saat ini pasti enggak mungkin, tidak beranilah pemerintah. Walau menurut saya sebenarnya enggak ada masalah," ujarnya kepada merdeka.com, Minggu (18/5).

Pemerintah merasa sudah menaikkan variabel administered price sebagai pembentuk inflasi lewat tarif baru listrik untuk pelanggan I3 dan I4 per Mei 2014. Ini menjadi alasan tidak akan ada kebijakan soal harga jual premium dan solar. "Tarif PLN kan sudah naik 40 persen, berarti ada dampaknya juga pada inflasi," ungkapnya.

Kendati demikian, pengajuan RAPBN-P 2014 menandakan pemerintah menyadari melesetnya asumsi nilai tukar dan anjloknya pertumbuhan triwulan I di level 5,21 persen, perlu ditangani segera.

Sejauh ini, langkah paling aman dengan mengurangi beban pengeluaran pemerintah. KEN mencatat realisasi konsumsi BBM yang dijatah 48 juta kiloliter terancam jebol, sehingga beban subsidi bakal membesar. "Akan terpaksa ada pencadangan dari penghematan anggaran. Kalau penghematan naik, baru bisa mengamankan APBN dan defisit," kata Aviliani.

Di luar itu, untuk menjaga pertumbuhan tetap sesuai target awal, ekonom yang juga Komisaris Independen BRI ini mengingatkan supaya belanja pemerintah dibikin lebih efisien.

Target utama adalah mempercepat pembangunan proyek pusat di kabupaten/kota. Ini artinya program yang masuk Masterplan Percepatan Pengembangan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) maupun yang skema Kerja Sama Publik-Swasta (KPS).

Dia mengatakan perlu ada jaminan bagi pemda, bahwa percepatan pelaksanaan proyek tidak akan menyeret mereka kepada kasus hukum. Bila perkembangan proyek besar di pemda tetap lambat seperti biasanya, maka pilihannya cuma memangkas pengeluaran pemerintah.

"Masalahnya kan pengadaan barang itu, dianggap korupsi, banyak yang enggak berani, jadi harus ada yang ngawal. Terpaksa untuk saat ini anggaran mana yang harus dikurangi," kata Aviliani.

Sebelumnya, Kemenkeu mengumumkan bahwa RAPBN 2014 disekapati mengubah tiga asumsi makro saja. Pertumbuhan ekonomi dipatok 5,5 persen, dari awalnya 5,8 persen di akhir 2014. Selain itu, lifting yang tadinya 870.000 barel per hari, direvisi drastis menjadi tinggal 818.000 barel per hari. Asumsi ketiga yang diubah adalah nilai tukar Rupiah, menjadi di kisaran Rp 11.600 per USD.

Hampir pasti tidak ada kebijakan apapun terkait penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ini karena asumsi mengenai patokan harga minyak dunia (ICP), inflasi, maupun SPN, tetap sama seperti naskah awal APBN 2014.merdeka.com


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait