Instruksi Bupati Diacuhkan Ratusan Surat Lahan di Kawasan Hutan Rohil Perlu Diusut

Ilustrasi

Pekanbaru, oketimes.com - Atas kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mulai marak terjadi. Diduga, salah satu penyebabnya akibat adanya jual beli lahan secara sembarangan, Bupati Rokan Hilir (Rohil) Suyatno, menginstruksikan kepada seluruh Camat dan Penghulu (Kepala Desa, red) di Rohil agar tak lagi menerbitkan surat tanah.

Namun, ibarat pepatah 'nasi sudah jadi bubur', Instruksi itu diragukan efektifitasnya lantaran tak ada efek jera.

Berdasarkan Data Karhutla Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsusl) Polda Riau dan Jajaran selama tahun 2016 yang tercatat hingga 11 Maret lalu, Kabupaten Rohil menduduki posisi runner up kedua (peringkat ketiga, red) dengan? jumlah luas lahan terbakar seluas 34 ha. Dimana posisi pertama tercatat di Kabupaten Kepulauan Meranti seluas105 ha dan Kota Dumai 35 ha.

Pasalnya, belum lama ini, puluhan hektare (ha) lahan yang masuk kawasan hutan di Rohul terbakar lantaran diduga akan disulap menjadi kebun kelapa sawit. Polisi pun langsung bergerak cepat mengejar pelaku. Atas kejadian ini, Suyatno bahkan mengancam tak akan ada ampun bagi aparat pemerintah yang tak mematuhi instruksinya.

"Tak ada ampun," kata Suyatno, Selasa (15/03/16) kemarin.

Sayangnya, larangan Suyatno ini sepertinya cukup terlambat alias telat. Fakta berkata lain. Data yang dihimpun, aksi jual beli lahan di Kabupaten yang pernah dipimpin Gubernur Riau non aktif Annas Maamun ini, nampaknya jadi bisnis basah bagi oknum pemerintah di Kecamatan dan Kepenghuluan.

Di Kecamatan Bangko, tepatnya di Kepenghuluan Labuhan Tangga Hilir, pada Februari 2014 lalu, terbit ratusan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah atas nama Arwi Winata, warga Kota Pinang Kabupaten Labuha Batu Selatan (Labusel) Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Anehnya, di ratusan eksemplar dokumen SKGR itu, hanya diteken Penghulu bersama Ketua RT dan RW setempat.

Setiap eksemplar dari ratusan dokumen SKGR itu, ?berisikan sejumlah dokumen keterangan, yaitu Surat Keterangan Ganti Kerugian / Atas Usaha Sebidang Tanah, Surat Keterangan Tidak Bersengketa, Berita Acara Penunjuk Batas, Gambar Kasar Letak Tanah, Surat Pernyataan (pemilik awal, red), Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kepenghuluan, Surat Pernyataan Riwayat Tanah, Surat Keterangan Lahan (SKL), Surat Pernyataan tidak Bersengketa oleh Penghulu.

Sebagai contoh, sebuah dokumen SKGR? atas nama Arwi Winata terbit di atas lahan di Dusun Mekar Anugrah Kepenghuluan Labuhan Tangga Hilir Kecamatan Bangko seluas 20.000 M2. Dalam surat ini tertera, telah diganti rugi kepada Sariyoni, warga Jalan Poros Kecamatan Labuhan Tangga Hilir senilai Rp20 juta.

Dalam setiap dokumennya disertai saksi-saksi para pihak, saksi sempadan, petugas lapangan atau juru ukur dan petugas yang membuat gambar. ?Dimana, dasar SKGR itu dikeluarkan atas terbitnya SKT.

Adalah nama Jumadi, selaku Penghulu Labuhan Tangga Hilir yang tertera membubuhkan tanda tangan dan cap Kepenghuluan diatas total 170 eksemplar dokumen surat tanah atas nama Arwi Winata. Totalnya, seluas 340 hektare.

Aksi jual beli tanah yang mengerucut kepada Penghulu Jumadi ini, menguatkan ?desas-desus maraknya aksi jual beli tanah yang tak sesuai prosedur di Kecamatan Bangko Kabupaten Rohil (Rohil).

Sebelum diberitakan, mantan Kepala Dusun setempat, Thamrin YS (65 tahun) mengaku resah dengan tindak tanduk aparatur desa yang semakin brutal dan memperkaya diri.

"Kalau masih ada pembelinya, maka seluruh tanah dan lahan hutan di Labuhan Tangga Hilir ini akan di jual semuanya oleh mereka yang ingin memperkaya diri," papar Thamrin, Senin (15/02/16).

Diceritakannya, pada tahun 2014, Penghulu saat itu, Jumadi, diikabarkan melakukan transaksi jual beli bersama salah seorang Pengusaha asal Labuhan Batu Selatan (Labusel) Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

"Saat di Kota Pinang (Ibukota Kabupaten Labusel, red) itu, saya lah salah satu saksi yang menyaksikan pembayaran negosiasi tanah tersebut. Ada sebanyak 4 kali pembayaran dengan jumlah uang lebih kurang Rp2,5 Miliyar," ungkap Thamrin.

Celakanya, kata Thamrin, dari 340 Ha yang di jual kepada Arwi Winata (Saat itu masih menjabat Wakil Ketua DPRD Labusel), terdapat tanah milik warga yang hingga kini tanpa ganti rugi.

Parahnya lagi, lahan itu diketahui merupakan kawasan hutan negara yang dipercayakan kepada perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam (IUPHHK-HA) dari Kementerian Kehutanan.

Artinya, tak seorang pun warga seharusnya memiliki surat tanah diatas lahan itu. Namun, yang terjadi, justru kawasan itu sudah diperjual belikan.

"Saking sadisnya, dalam hal surat menyurat, pihak penghulu bersama RT Dan RW diduga melakukan penipuan data, yakni nama A di ganti dengan nama B. Padahal, si B sama sekali tak pernah punya tanah dilokasi itu dan bukan warga setempat," tandasnya.

Hingga kini, Arwi Winata belum dapat dikonfirmasi melalui nomor selulernya. Sementara, Penghulu Jumadi menutup rapat informasi terkait terbitnya surat itu. Ia justru balik menuding ada pihak yang sakit hati kepada dirinya. "Saya mau tahu siapa dibelakang ini semua," kata Jumadi diujung telepon beberapa pekan lalu?.

Terpisah, organisasi lingkungan Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) meminta aparat segera bertindak atas hal ini.

"Bisa dikatakan Instruksi itu sudah basi. Mana efek jeranya. Penyidik Tipiter (Tindak Pidana Tertentu) Polda Riau harus segera mengusut, jerat dan tangkap pelakunya," ungkap Ketua YLBHR, Dempos, Rabu (16/03/16).

Organisasi yang memiliki rekor belum pernah kalah dalam setiap gugatan legal standing kasus kawasan hutan ini, juga mendesak perusahaan yang mengantongi IUPHHK-HA itu segera melaporkan dan menyeret oknum yang merambah kawasan itu.

"Jika tak melaporkan, izin perusahaan itu patut dievaluasi, bila perlu dicabut. Karena lalai menjaga kawasan yang dipercayakan negara kepadanya. Dalam waktu dekat, kami juga akan mengambil titik koordinat untuk dikaji aspek hukumnya. Semua elemen harus serius," tegasnya.***


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait