Rugikan Negara Rp 20 Miliar
Duga Cuci Uang dan Rampas Lahan Negara di Jantung TNTN, PETIR Laporkan Oberlin Marbun Dkk ke Jampidsus

Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR) menyerahkan laporan dugaan TPPU kelompok Oberlin Marbun Dkk, ke Kementerian Pertahanan RI, untuk diteruskan ke Jampidsus, guna mengungkap kerusakan kawasan hutan TNTN untuk dijadikan kebun kelapa sawit yang merugikan perekonomian negara, Senin, 23 Juni 2025 di Jakarta.
Pekanbaru, Oketimes.com - Sebuah laporan mengejutkan menyeruak dari jantung Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau. Organisasi masyarakat Pemuda Tri Karya (PETIR) resmi melaporkan kelompok Oberlin Marbun dan rekan-rekannya ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, atas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang ditaksir merugikan perekonomian negara hingga lebih dari Rp20 miliar.
Laporan dilayangkan pada Senin, 23 Juni 2025, di Jakarta. Ketua Umum PETIR, Jackson Sihombing, menegaskan bahwa kelompok tersebut diduga telah secara ilegal menguasai dan mengelola lahan negara seluas 574,78 hektare di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, selama puluhan tahun—dan mengalihfungsikannya menjadi kebun kelapa sawit.
“Kami berharap Jampidsus bisa mengungkap aktor-aktor di balik praktek ini. Negara harus menyelamatkan asetnya dari para mafia hutan," ujar Jackson kepada oketimes.com, Selasa (24/6) di Pekanbaru.
Dugaan Kerugian Negara dan Peran Mantan Pejabat PWI
PETIR menduga para pelaku tidak pernah membayarkan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) selama bertahun-tahun. Nilai kerugian atas pendapatan negara yang tak masuk itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp20 miliar. Di atas lahan negara yang masuk kawasan konservasi tersebut kini berdiri pohon sawit berusia sekitar tujuh tahun dan sudah dalam masa panen.
Nama Oberlin Marbun, mantan Bendahara Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, disebut sebagai aktor sentral dalam penguasaan lahan ilegal ini. Meski begitu, Jackson enggan mengaitkan mantan Ketua PWI Riau, Zulmansyah Sukedang, dengan laporan hukum tersebut, meskipun namanya tercantum dalam dokumen internal organisasi.
Laporan PETIR setebal 26 halaman itu mencantumkan 125 nama sebagai pemilik dari 173 Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang digunakan untuk mengklaim tanah dalam kawasan konservasi TNTN. Selain Oberlin, beberapa nama lain yang disebut antara lain adalah Raja Isyam Azwar, Kazzaini KS, Sutrianto, dan Muhammad Ngaliman—kebanyakan berprofesi sebagai wartawan senior di Pekanbaru.
Perambahan Terstruktur dan Ancaman terhadap Ekosistem
Taman Nasional Tesso Nilo yang semula ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004, kini hanya menyisakan sekitar 20 ribu hektare dari total luas awal 81.739 hektare. Mayoritas kawasan telah dikonversi menjadi kebun sawit dan pemukiman ilegal.
PETIR menyoroti bahwa pembiaran terhadap praktek-praktek ini mempercepat kerusakan ekologis yang mengancam habitat spesies langka seperti "Gajah Sumatera".
“Kami tidak menyerang profesi siapa pun. Kami hanya membawa nama-nama yang diduga terlibat, agar diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Jackson.
Harapan pada Satgas Penertiban
Jackson mendesak agar Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dibentuk melalui Perpres No. 5 Tahun 2025 segera bertindak tegas. Menurutnya, ini adalah ujian serius terhadap komitmen negara dalam menjaga sisa-sisa hutan yang tersisa dan menindak mafia tanah yang merajalela di balik kedok legalitas semu.
Laporan PETIR kini menjadi sorotan. Dengan ratusan nama dan bukti kepemilikan yang meragukan, aparat penegak hukum ditantang untuk membongkar jaringan perambahan terorganisir yang telah menggerogoti jantung konservasi Sumatera selama dua dekade.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Oberlin Marbun Dkk, maupun nama-nama yang terkait dalam pusaran kasus ini. Tim ini masih berusaha menghubungi pihak terkait untuk konfirmasi lebih lanjut.***
Komentar Via Facebook :