Desak Gubernur dan Pemprov Riau Perhatikan Kesejahteraan Buruh dan Pekerja Lokal
Serikat Buruh Pekerja Logam Elektrik Mesin PP Riau, Gelar Demo di Kantor Gubernur dan Kejati Riau

Desak Gubernur Riau memperhatikan kesejahteraan kaum buruh, seratusan massa Serikat Buruh dan Pekerja Logam Elektronik Mesin Perisai Pancasila (SBPLEM-PP) Riau, gelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Riau, dan Kejati Riau pada Senin (20/2/2023) di Pekanbaru.
Pekanbaru, Oketimes.com - Desak Gubernur Riau memperhatikan kesejahteraan kaum buruh, seratusan massa Serikat Buruh dan Pekerja Logam Elektronik Mesin Perisai Pancasila (SBPLEM-PP) Riau, gelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Riau, dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pada Senin (20/2/2023) di Pekanbaru.
Unjuk rasa itu dilakukan sebagai protes tidak transparansinya pelaksanaan lelang proyek di Pemprov Riau yang dinilai mengandung unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dikondisikan Sekdaprov Riau.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Riau Serikat Buruh dan Pekerja Logam Elektronik Mesin Andik Prianto, mengungkapkan, bahwa ratusan massa yang menggelar aksi selain dari pekerja, juga ada mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Riau.
Menurutnya, penentuan pemenang proyek di lingkungan OPD Pemprov Riau banyak ditentukan intervensi Sekretaris Daerah Provinisi Riau. Karena sebutnya, untuk mendapatkan proyek harus melalui lobi-lobi KKN melalui Sekdaprov Riau (SF. Haryanto_red).
"Jangankan harap untuk mendapatkan proyek di Pemprov Riau, jika tidak melalui jalur Sekda," tukasnya.
Guna mengkondisikan pemenang proyek, lanjut Andik banyak dimenangkan perusahaan luar daerah, sehingga akibatnya banyak tenaga kerja buruh lokal menjadi penonton. Hal ini tentunya sangat tidak mendukung perekonomian daerah.
"Seharusnya Pemprov Riau juga harus memperhatikan itu, dampak dari penggunaan dana APBD Riau harus dirasakan oleh masyarakat Riau. Jika pelaksana proyek dan tenaga kerja dari luar orang Riau ini hanya sebagai penonton saja, yang menikmati oknum Pemprov Riau dan pengusaha luar daerah," paparnya.
Sementara itu, Koordinator Unjukrasa, Erlangga SH mengungkapkan, pengerahan massa di Kantor Gubernur dan Kejati Riau, pada Senin (20/2/2023), merupakan sebagai peringatan awal kepada Gubernur Riau. Jika Pemprov Riau tidak memperhatikan aspirasi massa, pihaknya akan mengerahkan massa lebih banyak lagi.
"Kami punya kewajiban untuk menyampaikan aspirasi pengusaha daerah, ini demi untuk kesejateraan anak tempatan bukan untuk mencari kekayaan, melainkan untuk menyambung kehidupan di masa-masa sulit perekonomian rakyat dengan naiknya kebutuhan pokok," papar Erlangga.
Erlangga juga mengatakan Serikat Buruh dan Pekerja Logam Elektronik Mesin Perisai Pancasila Provinsi Riau, menyatakan sikap untuk mengkritisi kinerja dan Kebijakan Gubernur Riau dan Sekdaprov Riau dalam menjalankan Roda Pemerintahan yang menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan serta termarjinalkan nya para Kaum Buruh dan Pekerja.
"Hal ini terjadi karna kurangnya pengawasan serta control Pemerintah Daerah atas aturan yang ada, Kebijakan Pemerintah yang dalam Penerapannya tidak lagi berpihak kepada Pengusaha kecil daerah, buruh dan tenaga kerja Lokal. Terjadinya ketimpangan akibat kebijakan yang kurang tepat," ujarnya.
Menurutnya, dalam Hal ini, jika di lihat dari sektor Pemerintah dan sektor swasta masih banyak buruh dan tenaga kerja yang tidak mendapatkan Hak-hak nya dan gaji di bawah standar skala upah minimum.
Lantaran sambung Erlangga, saat ini pentingnya sosial control dari "Serikat Buruh dan Pekerja Logam Mesin, Perisai Pancasila Provinsi Riau". untuk mengingatkan kembali TUPOKSI Pemerintah Daerah Prov. Riau dalam menjalankan Kebijakan dan Mengelola anggaran Negara.
Tidak sampai disitu, Erlangga juga menyinggung pemerintah Provinsi Riau dalam mengelola anggaran APBD Riau dan dana bantuan Pusat, yang berpotensi melanggar azas umum pemerintahan yang baik, Pemborosan anggaran APBD yang tidak lagi mengelola anggaran secara baik.
Justru sebutnya, para jajaran organisasi Perangkat daerah (OPD) dan dinas-dinas di Provinsi Riau, berpotensi menghabiskan Anggaran dana dengan cara mendapatkan TTP (tambahan penghasilan pegawai) dan membelanjakan anggaran yang tidak menambah Pendapatan daerah.
Sebagai contoh dalam pemarannya, adapun rincian TTP (tambahan penghasilan pegawai) dapat di lihat sebagai berikut :
- Sekretaris Daerah = Rp90,020,983 per bulan
- Analis Keuangan Pusat dan Daerah = Rp11,691,144 per bulan
- Analis Kebijakan Madya = Rp12,932,640 per bulan
- Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat = Rp38,742,625 per bulan
- Asisten Perekonomian dan Pembangunan = Rp38,742,625 per bulan
- Asisten Administrasi Umum = Rp38,742,625 per bulan
- Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Umum Politik, Kemasyarakatan dan SDM = Rp26,477,795 per bulan
- Staf Ahli Bidang Pembangunan Infrastrutur = Rp26,477,795 per bulan
- Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Keuangan = Rp26,477,795 per bulan
- Kepala Inspektorat = Rp40,069,428 per bulan
- Sekretaris Inspektorat = Rp22,512,320 per bulan
- Kepala Bappeda, Penelitian dan Pengembangan = Rp37,681,184 per bulan
- Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu = Rp34,496,857 per bulan
- Sekretaris DPRD Riau = Rp31,843,253 per bulan
- Para Kepala Dinas dan Badan di Lingkup Pemprov Riau = Rp31,843,253 per bulan
- Kepala Badan Penghubung Pemprov Riau = Rp28,976,800 per bulan
- Para Kepala Biro di Lingkup Pemprov Riau = Rp26,477,795 per bulan
- Para Sekretaris Dinas / Badan di Lingkup Pemprov Riau = Rp19,501,280 per bulan
- Para Kepala Bagian di Lingkup Pemprov Riau = Rp19,501,280 per bulan
- Para Kepala Cabang Dinas di Lingkup Pemprov Riau = Rp17,708,805 per bulan
- Para Kepala Subbagian, Seksi dan Bagian di Lingkup Pemprov Riau = Rp11,981,598 per bulan.
- Direktur RSUD Petala Bumi = Rp18,382,400 per bulan
- Direktur RSJ Tampan Rp24,241,799 per bulan
- Direktur RSUD Arifin Achmad = Rp12,322,915 per bulan.
Menurutnya, salah satu kebijakan TTP (tambahan penghasilan pegawai) tersebut, merupakan bentuk ketimpangan dan kesenjangan perbandingan pendapatan yang tidak wajar antara PNS dan Buruh Pekerja atau Karyawan biasa yang dapat dilihat bahwa pegawai PNS dengan golongan tinggi mendpatkan penghasilan puluhab juta rupiah.
Sedangkan buruh dan pekerja hanya menerima upah UMK. Serikat buruh dan Pekerja Logam Elektronik mesin Perisai Pancasila Prov. Riau Menolak keras atas kebijakan TTP (tambahan penghasilan pegawai) ini.
Kemudian yang terjadi adalah sebutnya lagi, tidak efektifnya Pengawasan dari Lembaga Legislatif dan Pimpinan DPRD Riau serta anggota dewan provinsi Riau. Kurangnya Fungsi Pengawasan dari Lembaga Legislatif itu, mengakibatkan ketimpangan dan kesenjangan di tengah - tengah buruh dan pekerja lokal serta masyarakat tempatan semakin meluas.
Hal ini diraksakan sekali dengan banyaknya tingkat pengangguran dan Pengusaha kecil yang tutup (gulung tikar). Apalagi banyaknya dugaan-dugaan terhadap lembaga legislatif dan Pimpinan DPRD Riau beserta anggota berpotensi terlibat dalam mengintervensi proyek - proyek di setiap Dinas - dinas serta OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Provinsi Riau.
Salah satu bukti yang dapat dijelaskan sebut Erlangga, bahwa dalam penerapan bentuk ketidak berpihaknya Pemprov Riau terhadap buruh dan tenaga kerja Lokal serta Pengusaha Lokal, yaitu dengan banyaknya kegiatan tender Lelang Proyek Pemerintah Prov. Riau dengan Perusahaan pemenang tender yang tidak beralamat di provinsi Riau.
Kendati dari segi aturan dan UU LKPP diperbolehkan kata Erlangga, namun hal ini adalah sebab bahwa Buruh dan Pekerja serta pengusaha Lokal tidak mendapatkan Pekerjaan dari Proyek Pemerintah Prov. Riau, karna secara otomatis Perusahaan Luar yang mendapatkan Pekerjaan di Prov. Riau membawa buruh dan pekerja dari daerah asalnya.
Dia juga memaparkan beberapa Proyek Pemprov. Riau yang Perusahaan pemenang tender tidak beralamat di provinsi Riau sebagai berikut :
1. Pembangunan jalan simpang muara takus dengan Pemenang tender PT. Teknik Kualiva Enginering yang beralamat di Jalan Belati Raya Kota Padang dengan nilai Proyek Rp. 9,7 miliar.
2. Pembangunan jalan tembilahan enok dengan pemenang Cv. Mutiara zhofa beralamat di kota Jambi dengan nilai Rp 7,5 miliar.
3. Pembangunan jalan simpang kualu mandah dengan pemenang tender CV. Fajar cahaya berdikari beralamat kota jambi dengan nilai Proyek Rp 6,5 miliar.
4. DED Jembatan penghubung ruas jalan bengkalis ketam putih menuju tanjung padang teluk belitung dengan Pemenang Perusahaan PT. Lapi Ganes hatatama yang beralamat di bandung jawa barat dengan nilai Rp 7,4 miliar.
5. Pemeliharaan Jembatan Padamaran kab. Rokan Hilir dengan Pemenang Proyek PT. Agciran teknik beralamat jalan satelit ciamis depok jawa barat dengan nilai proyek Rp. 33 miliar.
6. Belanja modal pembangunan kesehatan DAK layanan kardio vaskuler Pembangunan dan rehabilitasi RS. Layanan jantung terpadu, dengan perusahaan pemenang PT. Griya Portuna yang beralamat di jl. Iskandar kota waringin barat kalimantan tengah Dengan nilai Rp. 20,9 miliar.
7. Rekontruksi peningkatan jalan kapasitas struktur jalan bagan siapi api dengan pemenang tender PT. Vetia deli cipta yang beralamat di deli serdang sumatra utara dengan nila Proyek Rp.29,6.
8. Pembangunan fisik quran centre dengan pemenang tender PT. Renata Gina abadi yang beralamat di medan Sumatra utara dengan nilai proyek Rp 23,5 miliar.
9. Pembangunan kawasan masjid An-nur dengan pemenang proyek PT. Bersinar jesstive mandiri yang beralamat di Jalan Pondok kopi raya jakarta timur.
10. Pembangunan rumah sakit bayangkara jalan sudirman dengan pemenang Proyek PT. RAJA OLOAN yang beralamat Deli Serdang Sumatra Utara dengan nilai proyek Rp. 14,9 miliar.
Menurutnya, dalam pengelolaan yang tidak tepat tersebut, adanya potensi upaya interpensi yang dalam hal ini, Sekdaprov Riau sebagai pejabat eselon I terhadap tender Proyek yang berpotensi di intervensi terhadap panitia lelang serta OPD yang berpotensi merugikan keuangan negara atas kebijakan yang tidak tepat sehinggi berpotensi adanya transaksi terhadap memuluskan pemenangan tender yang berdampak kegiatan Proyek tersebut tidak selesai atau mangkrak.
"Maka dari itu kami mendesak kejati Riau untuk mengawasi dan mengusut tuntas kebijakan kebijakan pemerintah provinsi riau yang berpotensi menguntungkan kepentingan kelompok dan merugikan UANG rakyat," ujarnya.
Lantaran itu sebutnya, dalam hal ini pihaknya menuntut, agar mengusut tuntas Anggaran Tahun 2019 dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 3,51 Triliun, Dana Transfer Perimbangan pusat Rp. 5,39 Triliun dengan total 8.7 Triliunn rupiah.
Selanjutnya, pada tahun 2020 APBD Riau berjumlah total Rp. 8,6 triliun, dan APBD Riau Tahun 2021 berjumlah Rp 9,71 triliun, ditambah APBD Riau tahun 2023 sebesar Rp 8,9 triliun yang bersumber dari PAD, pajak, dana pemerataan bagi hasil pusat kepada daerah dan lain-lain, yang tentunya wajib diawasi dan dijaga agar tidak terjadi penyelewengan yang merugikan keuangan negara dan merugikan masyarakat prov. Riau.
Dalam pernyataan sikapanya, menyatakan dapun rincian anggaran tahun 2019-2022 sebagai berikut : Salah satu jenis realisasasi pada tahun nggaran 2019 APBD Riau.
1. Belanja Pegawai Rp. 2.290.742.770.387,00
Belanja Barang dan Jasa Rp. 2.020.341.078.308,34
Belanja Hibah Rp. 1.263.951.416.257,66
Belanja Bantuan Sosial Rp. 116.769.703.381,82
Belanja modal Rp. 1.161.037.468.852,18
JUMLAH BELANJA OPERASI Rp. 5.691.804.968.334,82
Tahun anggaran 2020
2. Belanja Pegawai Rp. 2.357.537.903.713,
Belanja Barang dan Jasa Rp. 2.263.891.179.213
Belanja Hibah Rp. 1.314.397.460.719,
Belanja Bantuan Sosial Rp. 34.879.928.240,00
JUMLAH BELANJA OPERASI Rp. 5.970.706.472.007,48
Ada kejanggalan yang dalam hal ini masuk dalam Ranah aparatur penegak hukum dalam hal ini Kejati Riau, bahwa ada anggaaran sebesar Rp. 99 miliar rupiah sebagai anggaran biaya tidak terduga yang di realisasikan pada tahun 2020.
Maka dari itu sebutnya, sebagai control sosial dalam hal ini serikat buruh dan pekerja logam elektronik mesin perisai pancasila Mendesak kejati Riau untuk memeriksa Bagian Keuangan Pemprov. Riau atas JUMLAH BELANJA TAK TERDUGA TAHUN 2020 sebesar Rp. 99.091.636.754,00 miliar, sebagai pemborosan belanja anggaran yang wajib dipertanggung jawabkan.
1. Mendesak Kejati Riau, agar mengawal serta segera memeriksa dan mengusut tuntas dugaan Gubernur Riau dan Sekdaprov Riau dalam potensi intervensi kegiatan Lelang Proyek APBD Provinsi Riau sejak Tahun Anggaran 2021, 2022 dan tahun 2023.
Semua penggunaan uang negara baik di OPD Provinsi Riau Riau atau Unit Pelelangan ULP beberapa OPD atau dinas - dinas di Lingkungan Pemprov Riau, diantaranya, Dinas PUPRPKPP, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Perhubungan, Dinas Kepemudaan dan Olahraga, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Enetgi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pengelola Keungan dan Aset Daerah, RSUD Arifin Ahmad , Rumah Sakit Jiwa Tampan dan RSUD Petala Bumi.
"Hal ini dilakukan, guna uang APBD Riau, tidak terjadi penyelewengan yang merugikan Negara, sehingga menimbulkan ketimpangan pada masyarakat Riau, terutaman kepada para buruh dan pekerja lokal di Riau," pungkas Erlangga.***
Komentar Via Facebook :