Komitmen Rekanan dan Satker PPLP Riau Dipertanyakan

Lagi-lagi Molor, Proyek Ipal Cacian Warga Perpanjang Keresahan Masyarakat

Satu Unit alat berat parkir di lokasi pekerjaan IPAL di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru Ujung/ Pelita Pantai kota Pekanbaru, Kamis (7/04/2022) sore.

Pekanbaru, Oketimes.com - Meski sudah beberapa kali dilakukan perpanjangan kotrak, pekerjaan proyek Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) yang dilakukan Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) bersama PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (SC2) selaku kontraktor pelaksana, untuk kesekalian kalinya terjadi kemoloran, paska perpanjangan kontrak berakhir pada 31 Maret 2022 lalu.

Kemoloran proyek SPALD-T yang nantinya akan dijadikan sanitasi sistim pembuangan air limbah septictank rumahan warga tersebut, kini semakin memperpanjang keresahan warga sekitar proyek dan pengguna jalan yang melintas di sejumlah ruas jalan titik lokasi proyek Ipal dalam dua kecamatan, yakni kecamatan Sukajadi dan Senapelan Kota Pekanbaru.

Hal tersebut terbukti terjadi berdasarkan observasi dan pemantauan Team Indep Reporting oketimes.com  selama sepekan terakahir, yakni sejak 31 Maret 2022 hingga Kamis 7 April 2022 sore tadi. Pekerjaan Ipal di dua kecamatan tersebut, hingga kini masih berlangsung dan belum tuntas dikerjakan oleh rekanan secara utuh dalam pelaksanaannya hingga kini.

Hal itu tampak seperti pekerjaan Ipal di Jalan Mangga, Ababil, Amalin, Dagang, Rajawali, Balam, KH Ahmad Dahlan, Bangau, Kasawari, Nuri hingga ke Simpang Lampu Merah Jalan Durian KH Ahmad Dahlan di wilayah kecamatan Sukajadi Kota Pekanbaru, pekerjaan ipal sudah selesai, namun untuk pemulihan badan jalan bekas galian Ipal, masih berlangsung dan belum tuntas dikerjakan oleh PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) dalam paket SC1 hingga kini.

Ironisnya, dalam perbaikan badan jalan pengaspalan hotmix dan perbaikan saluran drainase di pingiran badan jalan, terkesan asal jadi, dan tidak memenuhi standar kuantitas serta mutu kualitas pemulihan badan jalan tersebut seperti semula.

Anehnya lagi, kendati rekanan sekelas BUMN mengerjakan proyek tersebut, namun kualitas badan jalan dan saluran drainase dalam pemulihan badan jalan tersebut, diragukan masyarakat. Karena hasil pekerjaannya, terkesan asal jadi dan menimbulkan keresahan warga sekitar dan pengguna jalan di sejumlah ruas titik badan jalan tersebut hingga kini.

Yang lebih parah lagi, dalam pekerjaan SPALD-T di wilayah Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru (SC2), pekerjaan Ipal masih saja berlangsung di jalan Melati, Melur, Cempaka, M Yamin, Dr Lemena, Sam Ratulangi, Juanda, Ahmad Yani, Teratai Pasar Kodim, Alanuddinsyah dan Saman Hudi hingga persimpangan jalan Jenderal Sudirman Ujung dan Juanda - Setia Budhi.

Disejumlah ruas badan jalan tersebut, pekerjaan belum tuntas dikerjakan rekanan oleh PT. Hutama Karya-Adhi Karya (paket SC2), termasuk pemulihan badan jalan dan sistim saluran drainase. Akibatnya, tidak sedikit, warga sekitar dan pengguna jalan mengeluarkan kata-kata cibiran atau caci maki.

Hal ini seperti disampaikan oleh salah satu warga Jalan Cempaka kepada kru team Indep Reporting oketimes.com pada Kamis 7 April 2022 sore, yang mengatakan pekerjaan Ipal tersebut, bikin resah warga dan pengguna dalan yang melintas setiap hari, karena terjadi penyempitan badan jalan dan pekerjaan ipal yang semberaut di depan rumahnya.

"Akibat pekerjaan semberaut kontraktor (PT. Hutama Karya-Adhi Karya-red), saluran drainase parit depan rumah kami, jadi mampet dan bikin banjir kalau hujan dan banyak debu jika siang hari," ujar Mei Mei kepada oketimes.com di lokasi proyek.

Yang lebih parah lagi lanjut Mei-Mei, akibat pekerjaan Ipal yang asal jadi, pipa PDAM yang berada di persimpangan Jalan Cempaka dan Teratai mengalami kebocoran besar, yang hingga kini belum ada dilakukan perbaikan oleh kontraktor dan pihak PDAM.

"Depan rumah kami ini sudah mirip menjadi air kolam, akibat genangan air yang bocor dari PDAM dampak proyek Ipal ini. Akibatnya, hampir setiap hari warga dan pengguna jalan mengalami kemacetan dan nyaris terjatuh disini," ungkap Mei-Mei.

Aktifis Sahabat Alam Rimba (Salam) Ir Ganda Mora MSi saat dimintai komentarnya terkait molornya pekerjaan proyek Ipal tersebut, mengatakan pihaknya akan segera menyurati pihak Kementerian PUPR RI, guna meminta penjelasan atas pelaksanan proyek SPALD-T SC1 dan SC2 di Kota Pekanbaru.

"Kita meminta agar, pihak Kementrian Dirjen Cipta Karya PUPR, jujur dalam pelaksanaan proyek tersebut dan tegas memberikan sanksi kepada dua rekanan BUMN yang mengerjakan proyek tersebut, karena tidak tepat waktu alias molor mengerajakan proyek ipal di Pekanbaru," tegas Gamor sapaan akrabnya.

Ganda juga meminta, agar pihak Dirjen Cipta Karya Kementrian PUPR, untuk tidak menunda lebih lama lagi pekerjaan tersebut berlangsung, karena sudah meresahkan warga Kota Pekanbaru, khusus warga sekitar proyek Ipal.

"Akibat lamanya pekerjaan Ipal tersebut, warga terdampat proyek tersebut, mengalami kerugian materil dan in materil, lantaran pekerjaan menimbulkan kemacetan dan beban warga sekitar saat hujan terjadi banjir dan menyerupai kubangan kerbau, sementara musim panas debu beterbangan," Ganda Mora.

Tidak disampai disitu lanjut Ganda Mora, dampak proyek tersebut juga mengakibatkan bangunan rumah retak dan mematikan ekonomi masyarakat sekitar, karena terjadinya penyempitan akses badan jalan dengan sistim buka tutup selama proyek berlangsung.

"Belum lagi, para pedagang kaki lima dan usaha UMKM banyak tutup, akibat akses jalan tertutup dan berdebu serta banjir saat hujan datang," ulas Ganda.

Terkait hal itu, Kepala Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau, Yenni Mulyadi ST MT, saat dihubungi lewat ponselnya di momor 0813 60025XXX pada Kamis (7/4/22) malam sedang dalam kedaan tidak aktif, meski dihubungi berkali-kali.

Pesan pendek pertaanyaan yang dikirimlan lewat perpesanan ponsel dan gawainya juga tidak dibalas, hingga berita ini diturunkan.

Diberitakan sebelumnya, Deadline penyelesaian kontrak kerja proyek sistem pengolahan air limbah domestik terpusat (SPALD-T) di Kecamatan Sukajadi dan Senapelan dilakukan hingga akhir Desember 2021 lalu. Kontraktor sudah ditegur akibat pekerjaan belum selesai.

"Ada waktu 50 hari tambahan untuk penyelesaian paska diperpanjang 31 Desember 2021 lalu, pembangunan SPALD-T harus selesai sampai akhir Januari 2022 ini," kata Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution kepada wartawan pada Kamis 20 Januari 2022 di Pekabaru.

Ia menyebutkan, dua kontraktor, PT Wika dan PT HK sudah dipanggil dalam rapat Local Project Management Unit (LPMU). "Kami sudah undang, kami tegur, dan kami minta mengirimkan langkah-langkahnya. Mereka menyampaikan akan selesai sekitar akhir Januari ini," tegas Indra.

Diketahui, pengerjaan SPALD tahap pertama sudah dimulai sejak Juni tahun 2018 silam, dan seharusnya selesai pada 2019 dengan sistem tahun jamak.

Dimana ada dua paket yang dikerjakan oleh dua BUMN Karya, yaitu PT. Wijaya Karya-Karaga (KSO) untuk paket SC1 senilai Rp206 miliar, dan PT. Hutama Karya-Roskalisca pada paket SC2 sebesar Rp144 miliar.

Lokasinya berada di beberapa ruas jalan Pekanbaru Barat, seperti Jalan Bangau, Kaswari, Balam, Rajawali, Ahmad Dahlan dan beberapa ruas jalan lain di sekitar Kampus lama UIN Suska Riau.

Tahap kedua, nilainya bertambah, karena menghabiskan tiga tahun anggaran, 2020, 2021, dan 2022 dan jumlahnya, tetap dua paket. Yakni Paket SC1 yang dikerjakan oleh PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) senilai Rp274,8 miliar lebih dan SC2 dikerjakan PT. Hutama Karya - Adhi Karya KSO.

Warga Pekanbaru saat ini tidak bisa berharap dalam waktu dekat proyek ini tuntas. Karena tahap kedua saja, baru akan selesai tahun 2022 dan informasinya proyek ini akan berlanjut ke wilayah Pekanbaru Timur dengan nilai triliunan rupiah.

Dari besarnya nilai proyek dan dikerjakan oleh BUMN yang berpengalaman, seharusnya proyek ini dikerjakan dengan baik dan profesional dari segala sisi. Termasuk, persoalan SMK3.

Namun di lapangan, fungsi K3 ini sepertinya tidak dijalankan maksimal. Pengaturan lalu lintas di titik-titik manhole terlihat tidak beraturan. Manhole adalah lubang (hole) yang berukuran besar dan dapat dimasuki tubuh seukuran pria dewasa.

Begitu juga dengan lampu tanda adanya pekerjaan proyek atau bekas galian dan rambu-rambu lalu lintas. Intinya, K3 tidak hanya berlaku bagi pekerja perusahaan kontraktor, tapi juga terhadap keselamatan pengguna jalan.

Padahal, secara teknologi, pekerjaan IPAL ini dilaksanakan dengan teknik pengeboran cukup canggih dan aman. Metode yang digunakan adalah teknik Jacking pipa. Yaitu pemasangan pipa dengan melakukan pengeboran tanah secara horizontal di bawah permukaan jalan, lalu mendorong pipa dengan menggunakan tenaga hidrolik.

Jadi Cuan Japren Oknum

Belakangan, semenjak adanya proyek tersebut, banyak para oknum-oknum yang merasa 'kecipratan' dalam pelaksanaan proyek tersebut, lantaran banyaknya aduan masyarakat terhadap pelaksanaan proyek, sehingga diduga kuat pihak rekanan membuka 'kran' untuk bagi-bagi cuan kepada oknum-oknum elemen masyarakat.

Anehnya, bagi masyarakat yang terdampak proyek tersebut, hingga kini belum ada etikad baik dari pihak rekanan atau pun penyelenggara kegiatan dalam hal ini Satker Pelaksanaan BPPW Riau, Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Riau (PPLP Riau) dengan PT Wijaya Karya-Karaga (KSO) paket SC1 dan PT. Hutama Karya-Adhi Karya (paket SC2) selaku kontraktor pelaksana, untuk memberikan kompensasi atau sagu hati kepada warga terdampak proyek IPAL.

Meski pun warga terdampak sudah mengalami keresahan yang berkepanjangan, karena banyak kondisi jalan berdebu saat musim panas dan becek saat hujan datang serta dampak sosialnya seperti in materi dan materil lainnya.

Informasi yang dirangkum oketimes.com terhadap bagi-bagi "cuan" tersebut, rekanan disebut-disebut telah mengeluarkan Biaya Sosial dan Pengamanan hingga mencapai Rp2.250.000.000,- atau Rp 2,2 Miliar.

Adapun rincian Biaya Sosial dan Pengamanan Rp2.250.000.000,- yang diduga telah dikeluarkan rekanan kepada oknum-oknum elemen masyarakat tersebut, yakni untuk oknum OKP dianggarkan 210 unit/bulan dengan masing-masing Rp750.000,- dengan total Rp157.500.000,-.

Begitu juga kepada oknum LSM 150 unit/bulan masing-masing mendapat @Rp750.000,- bertotal Rp112.500.000,- dan oknum Wartawan ada sebanyak 240 unit/bulan dengan masing-masing @Rp750.000, dengan nilai total Rp180.000.000,-.

Tak pelak oknum Kapos sebanyak 180 unit/bulan masing-masing @Rp750.000,- dengan jumlah total Rp135.000.000,- dan oknum Kapolsek 60 unit/bulan dengan masing-masing @Rp1.500.000,-,dengan nilai total Rp90.000.000,- serta oknum Kapolres 30 unit/bulan, @Rp2.000.000 dengan nilai total Rp60.000.000,-.

Sedangkan untuk oknum aparat Polda Riau ada sebanyak 30 unit/bulan, dengan masing-masing @Rp5.000.000,-, bertotal Rp150.000.000,-.

Tidak pelak, oknum Aparat Standby Batalion 90 unit/bulan masing-masing @Rp5.000.000,-, dengan jumlah Rp450.000.000,-. Aparat Standby PM/Brimob 60 unit/bulan @Rp3.000.000,- dengan jumlah total mencapai Rp180.000.000,-.dan oknum Kejaksaan 30 unit/bulan, @Rp5.000.000,-, jumlah total Rp150.000.000,-.

Selanjutnya, untuk oknum Lurah, Camat 300 unit/bulan, @Rp500.000,-, jumlah Rp150.000.000,-. Sosialisasi Masyarakat 30 unit/bulan, @Rp750.000,-, jumlah Rp225.000.000,-.

Selanjutnya, Kompensasi Masyarakat 50 kejadian, @Rp3.000.000,-, jumlah Rp150.000.000,-. Sumbangan Tempat Ibadah 30 unit/bulan, @Rp2.000.000,-, jumlah Rp60.000.000,-.

Informasi yang berkembang setiap proyek besar harus ada biaya sosial dan pengamanan, umum disebut 'Japrem' (jatah preman). Dan semua item itu, tercantum dalam HPS (Harga Perkiraan Sendiri), satu kesatuan yang sudah dibuat oleh pemberi kerja.

Japrem Ipal Minta di Usut

Desas-desus adanya pembagian "Japren" atau jatah preman tersebut, ternyata sampai ditelinga pegiat anti korupsi di kota Pekanbaru, sehingga Aparat Penegak Hukum (APH) diminta mengusut dugaan Biaya Sosial dan Pengamanan Proyek Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kota Pekanbaru sebesar Rp2.250.000.000,– itu.

"Kita minta aparat penegak hukum mengusut biaya sosial dan pengamanan proyek IPAL di Pekanbaru ini, apa benar ada anggarannya sebesar Rp2,25 miliar," kata Direktur Eksekutif Jaringan Investigasi Pemberantasan Korupsi (Jipikor) Tri Yusteng Putra, kepada wartawan pada Rabu (15/12/2021) seperti dinukil dari siberindo.co.

Ia mengatakan, jika benar ada anggaran biaya sosial dan pengamanan atau umum disebut "japrem" (jatah preman) pada proyek IPAL Pekanbaru, patut dipertanyakan.

"Bila biaya diduga japrem ini benar, patut dipertanyakan apakah ada anggaran untuk pengamanan proyek IPAL Pekanbaru di dalam kontrak karena angkanya luar biasa, disebut-sebut mencapai Rp2,25 miliar," ujarnya.

Tri Yusteng, juga mempertanyakan dari mana sumber anggaran yang dipakai kontraktor untuk "mengamankan" proyek tersebut. Dia khawatir, untuk memenuhi anggaran pengamanan proyek ini (japrem), justru kontraktor mengurangi spek yang ada.

"Jika hal ini sampai terjadi, tentu kualitas proyek IPAL Pekanbaru ini perlu dipertanyakan, gara-gara untuk menutup biaya ‘japrem’ yang angkanya sangat luar biasa itu," sebutnya.

Lantaran itu, Jipikor juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengaudit pekerjaan proyek IPAL Pekanbaru, lantaran dikhawatirkan dalam memenuhi biaya sosial dan pengamanan, kontraktor malah mengurangi spek.

"Logikanya, bila anggaran diduga ‘japrem’ tidak ada dalam kontrak, kontraktor tidak ingin rugi, maka spek dimainkan. Bila spek dimainkan, alamatlah masyarakat dirugikan karena kualitas IPAL tidak sesuai harapan," ungkapnya.

Bila tidak berfungsi maksimal atau kualitas IPAL tidak bertahan lama, dia minta penegak hukum mengusut permasalahan ini. "Dari mana sumber anggaran yang dipakai kontraktor untuk "mengamankan" proyek tersebut," pungkas Yusteng.

Informasi yang beredar, dalam lembaran berjudul Daftar Kuantitas dan Harga Pekerjaan Konstruksi – Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Pekanbaru Area Selatan (Paket SC-1) TA 2018-2019-2020, tertulis Biaya Sosial dan Pengamanan sebesar Rp2,25 miliar, termasuk dalam Biaya Manajemen Lalu Lintas sebesar Rp6,43 miliar.

Namun informasi tersebut, sempat dibantah oleh penyelengggara dalam hal ini Satker Pelaksanaan BPPW Riau, meski tanpa menunjukkan data kevalitan informasi yang beredar tersebut kepada masyarakat dan hilang begitu saja tanpa kabar, bak kentut, baunya terasa, tapi tak kelihatan atau terdengar.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait