Menilik Potret RHL Tesso Nilo

Barisan tanaman MPTS (multi purposes tree species) seperti Petai, Jengkol, Durian dan aneka tanaman kayu berjejer di sela-sela Akasia yang tumbuh secara massif di areal Taman Nasional Tesso Nilo.
Pelalawan, Oketimes.com - Barisan tanaman MPTS (multi purposes tree species) seperti Petai, Jengkol, Durian dan aneka tanaman kayu berjejer di sela-sela Akasia yang tumbuh secara massif di areal Taman Nasional Tesso Nilo.
Itulah gambaran kondisi tanaman RHL yang sudah ditanam sejak Tahun 2019 lalu di hamparan seluas 1.000 Ha di Blok RHL Desa Lubuk Kembang Bunga dan Air Hitam.
Ismail (47) perwakilan dari Penyedia PT. Green Mandiri Persada menjelaskan ada 3 klasifikasi pertumbuhan tanaman, yaitu ab-normal, normal, dan up-normal. Untuk tanaman yang ab-normal, pertumbuhannya sangat lambat dan ketinggian tanaman di tahun ke-2 masih di bawah 1 m.
Banyak faktor yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman ini, antara lain kalah bersaing dengan Gulma Akasia, dan kondisi tapak tumbuh yang miskin unsur hara. Rata-rata tanaman abnormal memerlukan penyulaman.
Untuk pertumbuhan normal, ketinggian tanaman sudah berkisar 1 – 3 m dan umumnya minim gangguan factor eksternal. Sedangkan untuk tanaman yang up-normal, pertumbuhannya cukup superior dengan tinggi > 3 m.
Kondisi ini dimungkinkan apabila faktor lingkungan yang menjadi unsur penentu pertumbuhan tanaman berada pada kondisi optimal.
“Kami selalu berupaya melakukan pemeliharaan tanaman seoptimal mungkin, untuk mendapatkan hasil yang optimal dan pertumbuhan tanaman yang normal atau bahkan bisa di atas normal (up-normal), namun seringkali faktor-faktor alam di luar kendali kami menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu” ungkap Ismail.
“Faktor alam, seperti cuaca ekstrim, gulma akasia, bahkan gangguan babi dan gajah kerapkali menyebabkan kerusakan dan kematian tanaman RHL. Tak jarang, ada juga oknum masyarakat yang sengaja membakar dan menebas tanaman untuk kepentingan okupasi lahan. Tapi kami hadapi dengan sabar dan terus melakukan penanaman kembali atau penyulaman. Sabar dan komunikasi menjadi kunci agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik” lanjut Ismail.
Kepala BPDASHL Indragiri Rokan, Irpana Nur menyampaikan bahwa selain faktor alam atau lingkungan, dukungan dari berbagai pihak juga menjadi penentu keberhasilan dalam pelaksanaan RHL di Taman Nasional Tesso Nilo. Ini tidak terlepas dari komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak.
“BPDASHL Indragiri Rokan selaku fasilitator kegiatan selalu berupaya menjalin kemitraan yang baik dengan Balai Taman Nasional Tesso Nilo selaku pemangku Kawasan, Pemerintah dan Masyarakat Desa setempat, serta pihak-pihak terkait lainnya. Kendala dan permasalahan selalu dibahas dan dikomunikasikan bersama melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan antar pihak” jelas Irpana.
Dukungan dan peran aktif pemangku kawasan merupakan salah satu faktor dominan dalam penentuan keberhasilan, seperti yang disampaikan oleh Irpana.
"Dukungan dan peran aktif yang diharapkan terutama dalam perlindungan dan pengamanan kawasan, serta implementasi kemitraan konservasi. Sinergi antar program konservasi dan rehabilitasi ini bila terjalin dengan baik akan menjadi sebuah harmoni" ungkap Irpana.
"Menjalin dan memelihara hubungan baik antar stakeholder di lapangan bukanlah pekerjaan mudah. Seringkali terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat, bahkan pernah juga para petugas dimaki dan dilempari botol minuman oleh masyarakat yang tidak sepakat saat rapat membahas pelaksanaan RHL" kenang Desmantoro, Kasi RHL BPDASHL Indragiri Rokan.
"Alhamdulillah dengan komunikasi yang intens dan bantuan aparat desa serta tokoh-tokoh masyarakat, juga peran aktif pihak Penyedia dan Petugas dari Balai TNTN, akhirnya dapat dicapai kesepakatan dan masyarakat mendukung pelaksanaan RHL" lanjutnya.
"Saat ini, kami berharap kemitraan konservasi antara Balai Taman Nasional Tesso Nilo dengan Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) dapat diimplementasikan dan berjalan dengan baik. Sehingga nanti setelah berakhirnya fasilitasi pemeliharaan oleh pemerintah, maka KTHK dapat melanjutkan pemeliharaan hingga pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari tanaman RHL" pungkas Desmantoro.
Dari pihak Balai TNTN, melalui Gunawan selaku Kepala Resort Air Hitam Bagan Limau, menyampaikan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk perbaikan kedepannya, terutama pemantapan KTHK utk melanjutkan program RHL ini hingga tuntas.
"Penyedia RHL hanya melaksanakan tugasnya sebatas pemeliharaan tahun ke-2, dan selanjutnya tentu KTHK yang berperan melanjutkannya hingga tanaman tersebut bisa dinikmati hasilnya. Hasil tanaman RHL tersebut dapat diambil dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai buah jerih payah menjaga dan melestarikan kawasan konservasi yang dikelola secara kolaboratif melalui program kemitraan konservasi antara BTNTN dengan KTHK" papar Gunawan.
"Melalui skema kemitraan konservasi, kemanfaatan tanaman RHL betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat, tidak hanya aspek ekologi tapi juga aspek ekonomi sehingga cita-cita hutan lestari masyarakat sejahtera dapat diwujudkan secara bersama. Jika hal demikian tercapai maka akan memberikan kebahagiaan bagi semua pihak yang sudah bekerja keras tanpa lelah selama 3 tahun ini" lanjut Gunawan.
RHL di areal Taman Nasional Tesso Nilo ini menjadi salah satu fokus perhatian Kementerian LHK, karena dilaksanakan di areal yang potensi konfliknya cukup tinggi.
Beberapa kali telah dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Tim Inspektorat Jenderal KLHK. Bahkan, pada Bulan Maret 2021 yang lalu, Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi Digital dan Media Sosial beserta beberapa awak media sempat melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Selain memantau kondisi tanaman.
Beliau dan tim juga melakukan wawancara kepada masyarakat yang terlibat langsung dalam pekerjaan di lapangan. Dari hasil pantauan tersebut, kinerja pelaksanaan RHL secara kolaboratif di TNTN mendapat apresiasi positif dari Tim SAM KLHK.***
Komentar Via Facebook :