Pemkab Inhu 'Picing Mata' Soal Pembabatan Hutan Lindung Bukit Batabuh

Ilustrasi, Logo Pemkab Indragiri Hulu (Inhu).
Rengat, Oketimes.com - Hancur dan porak porandanya bahkan ludes tanpa bekas Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh, tidak membuat Pemkab Inhu merasa gerah dan kehilangan kawasan lindung. Padahal dampak dari lesapnya kawasan lindung itu berakibat vatal bagi anak cucu ke depan.
Pembantaian hutan lindung di Bukit Batabuh terutama di Desa Pesajian Kecamatan Batangperanap, Inhu, Riau, secara otomatis hilangnya ekosistim, hayati hingga ludesnya habitat langka di kawasan itu, yang mencapai ribuan hektar, malah Pemkab Inhu seperti membiarkan hancur dan hilangnya kawasan lindung di daerahnya, karena tidak ada tindakan hukum terhadap pelakunya.
PT Mulia Agro Lestari (PT MAL) atau kerap menamakan perusahaan ini menjadi PT Runggu Prima Jaya (PT RPJ), secara terang terangan tengah membantai Hutan Lindung Bukit Batabuh di Desa Pesajian Kecamatan Batangperanap, Inhu, Riau sekitar 3.700 hektar tanpa izin berupa apapun dan kini sudah ditanaminya kelapa sawit sejak tahun 2013.
Menanggapi hal itu, Praktisi hukum yang berdomisili di Peranap, Doddy Fernando, SH, MH saat dimintai komentarnya dalam menyikapi pembantaian hutan lindung Bukit Batabuh itu, menyebutkan sudah seharusnya Pemkab Inhu melaporkan persoalan ini kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Jakarta.
Agar tidak terkesan terjadinya pembiaran oleh Pemkab Inhu terhadap perusahaan pembantai hutan lindung ini, sebagaimana teramsumsi oleh masyarakat. Sehingga persoalan ini dapat ditindak lanjuti oleh Dirjengakum Kementerian LHK, karena secara nyata dan jelas apa yang dilakukan PT MAL atau dengan sebutan PT RPJ telah terjadi pelecehan terhadap hukum kehutanan, undang undang perkebunan hingga lingkungan hidupnya.
Sedangkan terhadap aparat penegak hukum sudah seharusnya bisa menangkap pelaku pengrusak hutan lindung karena aturannya juga sudah cukup jelas, dalam undang undang pencegahan pengrusakan kawasan hutan terlebih kawasan lindung, setiap orang dilarang mengangkut dan menjual atau memasarkan hasil kebunnya dari kawasan hutan tanpa izin dari Kementerian LHK RI, berikut juga terhadap pembeli berlaku pidananya.
Karena, kata Doddy, pada UU Pencegahan Pemberantasan Pengrusakan kawasan hutan juga dilarang untuk membeli dan atau mengolah tandan buah segar (TBS) sawit hasil perkebunan illegal dari kawasan hutan, ini jelas pidanya, seharusnya Dirjengakum Kementerian LHK khususnya wilayah II Sumatera dan atau Polda Riau mengusut permasalahan ini dari hulu ke hilir.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait Koperasi yang dibentuk PT MAL atau PT RPJ ini, menurut Doddy seharusnya Pemkab Inhu pun tidak memberikan legalisasi terhadap koperasi yang dibentuk, karena wadah koperasi itu dijadikan tameng pengrusak kawasan lindung, dan jika koperasi itu sudah terlanjut dibentuk dan dilengkapi dengan legalitasnya, maka secepatnya dibekukan atau dicabut badan hukum koperasi tersebut.
Dan, jika nanti setelah dilakukan proses hukum terhadap pelaku pengrusak kawasan lindung itu dan jelas pidanya, maka pengurus koperasi bisa diperiksa terkait pidana pencucian uang, sedangkan jika adanya temuan upeti tindak lanjut pidanya pada Tipikor dalam bentuk gratifikasi. Ujar Pengacara ini.
Terpisah, Manajer PT MAL/PT RPJ, J Aritonang saat dikonfirmasikan lewat ponselnya terkait pembabatan kawasan hutan lindung tersebut, tidak bersedia menjawap panggilan awak media ini, kendati sudah berulang kali dihubungi meski poselnya dalam keadaan aktif. Bahkan konfirmasi pesan pendek yang dikrimkan tak kunjung berbalas.
Sementara itu, Kepala Desa Pesajian, Husni Thamrin mengharapkan agar kebun yang selama ini dikelola PT MAL atau atau PT RPJ mencapai ribuan hektar itu merupakan kawasan hutan lindung Bukit Batabuh yang dikelola secara ilegal, dapat diserahkan saja kepada masyarakat desa, agar tingkat perekonomian warganya bisa terdongkrak menjadi berkecukupan. (Zul)
Komentar Via Facebook :