Diterpa Isu Maladministrasi
Sertifikat Tanah Tak Kunjung Terbit, Warga Pertanyakan Transparansi BPN Pekanbaru

Pemohon objek lahan non-pertanian seluas 33.750 meter persegi di Jalan Sipiso-piso, RT 01/RW 09, Kelurahan Pebatuan, Kecamatan Kulim, Pekanbaru, saat berfose dengan pihak pengujuran BPN/ATR Pekanbaru, di objek lahan belum lama ini.
PEKANBARU, Oketimes.com - Proses pengurusan sertifikat tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)/ATR Kota Pekanbaru kembali menuai sorotan. Seorang warga, Wakil Sembiring, mengaku kecewa karena sudah lebih dari setahun pengajuan sertifikat tanah yang ia urus atas nama PT Bangun Anugrah Mandiri tak kunjung selesai, meski seluruh prosedur pembayaran telah dipenuhi.
Permohonan sertifikat itu diajukan pada lahan non-pertanian seluas 33.750 meter persegi di Jalan Sipiso-piso, RT 01/RW 09, Kelurahan Pebatuan, Kecamatan Kulim, Pekanbaru. Lahan tersebut didukung dokumen alas hak berupa dua Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) bernomor 1289/590/KL/2013 dan 1290/590/KL/2013 tertanggal 30 Mei 2013.
“Bukti setor melalui BCA sebesar Rp 4.150.000 sudah diterima petugas loket BPN Pekanbaru, Wulan Suciramadhona. Tapi sampai sekarang sertifikat tidak juga terbit,” ujar Wakil Sembiring, Rabu (9/9/2025).
Dukungan Administrasi Lengkap
Keabsahan lahan yang dimohonkan turut diperkuat oleh surat keterangan dari Lurah Pebatuan, Suwandi Nasution, yang diteken pada 7 September 2024, serta diketahui Camat Kulim, Raja Faisal Febnaldi. Bahkan Ketua RT setempat, Jumunjung Simanjuntak, menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah tumpang tindih dengan milik pihak lain dan selama ini diusahai oleh Wakil Sembiring.
“Tanah itu jelas milik Wahyudi Antoni dari PT Bangun Anugrah Mandiri, dan tidak pernah bermasalah,” kata Jumunjung.
Lurah Pebatuan juga mengonfirmasi hal serupa. Namun ia menyayangkan pemohon tidak melibatkan pihak kelurahan saat mengurus peningkatan surat tanah menjadi sertifikat. “Seharusnya kelurahan dilibatkan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujar Suwandi.
Diamnya BPN Menimbulkan Pertanyaan
Meski pengukuran lahan sudah dilakukan, BPN Pekanbaru hingga kini tidak memberikan kejelasan mengenai kelanjutan proses. Bagian pengukuran, Husnaidi, disebut sedang dinas luar. Sementara Adra, petugas yang ikut mengukur, tengah tugas belajar.
Staf loket yang ditemui hanya menjawab singkat: berkas masih dalam proses. Tidak ada keterangan resmi apakah di atas lahan tersebut sudah ada sertifikat lain atau tidak.
Diamnya BPN Pekanbaru memperkuat dugaan maladministrasi. Dalam sejumlah kasus, praktik semacam ini kerap menjadi celah masuknya permainan mafia tanah yang memanfaatkan lambannya birokrasi.
Dugaan Bayangan Mafia Tanah
Informasi dari warga sekitar Pebatuan menyebutkan, lahan di kawasan itu kerap diklaim oleh pihak ketiga, salah satunya PT Panca Belia. Isu ini mempertebal kecurigaan bahwa mandeknya penerbitan sertifikat bukan sekadar masalah teknis, melainkan ada tarik-menarik kepentingan di dalamnya.
Jika benar ada klaim dari pihak lain, semestinya BPN menjelaskan secara terbuka agar tidak menimbulkan kecurigaan publik. Transparansi menjadi kunci, mengingat tanah adalah aset vital dan kerap menjadi sumber konflik berkepanjangan di Indonesia.
Pola Lama yang Terulang
Kasus yang dialami Wakil Sembiring bukanlah yang pertama. Berulang kali, masyarakat mengeluhkan lambannya pelayanan BPN Pekanbaru, bahkan meski sudah membayar biaya resmi. Ketertutupan informasi sering menimbulkan prasangka adanya praktik pungutan liar atau permainan mafia tanah.
Sementara itu, pemohon hanya bisa menunggu tanpa kepastian. “Sudah lebih setahun, tidak ada kabar resmi. Padahal tanah sudah diukur, koordinat sudah diambil, tapi sertifikat tetap tidak keluar,” ujar Wakil Sembiring dengan nada kecewa.
Hingga berita ini diturunkan, BPN/ATR Kota Pekanbaru belum memberikan penjelasan resmi terkait keterlambatan tersebut. Publik kini menanti, apakah lembaga pertanahan ini berani transparan, atau kasus ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak potret buram pelayanan agraria di tanah air.***
Komentar Via Facebook :