Pengadaan Capai Rp 117 Miliar

LSM Benang Merah Keadilan Desak Kejati Usut Pengadaan Chromebook Bermasalah di Riau

ILustrasi Pengadaan Chromebook 2022-2204.

Pekanbaru, Oketimes.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Benang Merah Keadilan (BKM) mengungkapkan adanya dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau dan seluruh kabupaten/kota di wilayah tersebut. Proyek pengadaan perangkat laptop tersebut menggunakan Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan total anggaran mencapai Rp 117 miliar yang dimulai sejak Tahun Anggaran 2022 hingga 2024.

Menurut keterangan yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif BKM, Idris Mukhni, pengadaan Chromebook yang terindikasi korupsi ini bukan hanya terjadi di Provinsi Riau saja, melainkan juga di berbagai kabupaten/kota lainnya, termasuk Kota Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Pelalawan.

Sebagai contoh, di Kota Pekanbaru, alokasi anggaran untuk pengadaan Chromebook pada tahun tersebut mencapai Rp 12,25 miliar. Di Kabupaten Rokan Hulu, jumlahnya lebih besar, yaitu Rp 21,15 miliar, sementara di Kabupaten Pelalawan, pengeluaran yang tercatat adalah Rp 13,98 miliar.

Idris menegaskan, pengadaan Chromebook ini harus ditindaklanjuti secara serius oleh Kejaksaan Tinggi Riau. Ia berharap agar lembaga hukum tersebut mengambil langkah cepat mengingat Kejaksaan Agung Republik Indonesia sudah menangani kasus serupa di tingkat pusat yang menyasar pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan.

Detail Pengadaan Chromebook di Dinas Pendidikan Riau

Data yang dihimpun oleh LSM Benang Merah menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Riau sendiri telah menghabiskan dana dari APBD sebesar Rp 5,64 miliar untuk pengadaan Chromebook dalam rentang tahun 2022 hingga 2024. Berikut adalah rincian pengadaan yang dipertanyakan:

• Tahun Anggaran 2022:

- Pengadaan Zyrex Chromebook M432-2 sebanyak 180 unit dengan harga Rp 7,3 juta per unit, yang total kontraknya mencapai Rp 1,33 miliar.

- Pengadaan Axioo Chromebook sebanyak 164 unit dengan harga Rp 5,55 juta per unit, total kontrak mencapai Rp 925 juta.

- Pengadaan Chromebook C733T sebanyak 23 unit dengan harga Rp 7,69 juta per unit, kontraknya mencapai Rp 180 juta.

- Pengadaan Zyrex Chromebook 360-1 sebanyak 15 unit, total kontrak Rp 113,75 juta, dan sejumlah pengadaan lainnya yang total anggaran tahun tersebut mencapai Rp 2,79 miliar.

• Tahun Anggaran 2023:

- Pengadaan ACER Chromebook C733 sebanyak 16 unit dengan harga Rp 7,12 juta per unit, kontraknya mencapai Rp 113,92 juta.

- Pengadaan Evercoss Chromebook sebanyak 45 unit dengan harga Rp 7,5 juta per unit, total kontrak mencapai Rp 342,9 juta.

• Tahun Anggaran 2024:

- Pengadaan Chromebook M432-1 sebanyak 60 unit dengan harga Rp 5,9 juta per unit, total kontrak mencapai Rp 357,5 juta.

- Pengadaan Chromebook C733-R sebanyak 150 unit, total kontrak mencapai Rp 894,25 juta.

Idris Mukhni menduga adanya permainan yang mengarah pada persekongkolan dalam proses pengadaan ini, di mana pengadaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan hampir serupa dengan pengadaan di seluruh Indonesia. Hal ini menambah kecurigaan bahwa ada kesepakatan antara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan para pelaksana pengadaan.

Pengujian dan Keputusan Kejaksaan Agung

Sebelumnya, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, ditemukan bahwa pengadaan Chromebook ini sudah mendapat perhatian khusus. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pada tahun 2019, sebuah uji coba terhadap Chromebook telah dilakukan, dan hasilnya dinyatakan tidak efektif. Namun, anehnya, pengadaan Chromebook ini tetap dilanjutkan pada 2022 dan berlanjut hingga 2024.

Idris Mukhni dengan tegas meminta Kejaksaan Tinggi Riau untuk segera menyelidiki lebih lanjut, karena menurutnya, kasus ini sudah mengarah pada korupsi berjamaah. Bahkan, ia menekankan, hampir seluruh kabupaten dan provinsi di Indonesia terlibat dalam pengadaan Chromebook yang sama, meskipun secara teknis perangkat tersebut tidak optimal tanpa adanya koneksi internet yang stabil.

Tindakan yang Diharapkan

LSM Benang Merah Keadilan berharap agar Kejaksaan Tinggi Riau tidak hanya diam begitu saja. Idris menegaskan bahwa saat ini pihaknya sedang menyusun laporan lebih lanjut yang akan diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH) agar segera melakukan langkah konkret dalam menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi ini.

"Ini bukan hanya perkara kecil, ini sudah menjadi masalah besar yang melibatkan banyak pihak di berbagai daerah. Kejaksaan harus bertindak cepat, karena sudah ada bukti bahwa pengadaan ini melibatkan unsur persekongkolan," ujarnya dengan tegas.

Kejaksaan Agung telah menaikkan status perkara ini ke tingkat penyidikan, yang menandakan adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan tersebut. Dengan fakta ini, diharapkan penegak hukum dapat segera mengungkap alur distribusi dana yang tidak transparan dan melakukan proses hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam pengadaan yang merugikan negara ini.

Investigasi lebih lanjut akan mengungkap apakah dugaan korupsi ini merupakan bagian dari praktik sistemik yang lebih besar atau hanya fenomena lokal yang terisolasi di Provinsi Riau.

Menunggu Tindakan Hukum yang Tegas

Masyarakat dan para aktivis berharap Kejaksaan Tinggi Riau dapat segera mengambil tindakan tegas dan tidak membiarkan pengadaan ini terus berlanjut tanpa kejelasan. Sebuah langkah hukum yang transparan dan adil sangat dinantikan agar dugaan penyalahgunaan anggaran negara ini dapat segera diusut hingga ke akar-akarnya.

Dengan total nilai proyek yang mencapai Rp 117 miliar, jelas bahwa pengadaan ini bukan hanya masalah lokal, tetapi bisa berpotensi menjadi skandal nasional yang melibatkan ribuan perangkat yang tidak efektif dan menyedot dana publik.

Ke depan, masyarakat berharap agar transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintahan lebih diperketat agar hal serupa tidak terulang di masa depan.***


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait