Ketika Ranieri Nyaris Putus Asa Jadi Pelatih
Benci dengan intrik politik, Claudio Ranieri mengaku sempat frustrasi dengan kariernya sebagai pelatih.
London, OKETIMES.COM - Manajer Leicester City, Claudio Ranieri, telah melempar balik cemoohan dan kritik beberapa pihak sebagai pecundang sejati. Itu dibuktikannya dengan sukse pelatih kelahiran Roma itu mengangkat klub kecil Leicester City, juara Liga Primer Inggris.
Namun, tak ada tahu sebelumnya jika ternyata Ranieri pernah nyaris putus asa dengan kariernya sebagai pelatih. Tepatnya saat ia mulai pensiun sebagai pemain dan mulai menjajaki kariernya sebagai pelatih.
Ranieri pun mengaku sebenarnya ia enggan menjadi pelatih karena tak suka dengan intrik dan politik dalam klub. Ia menyadari betul, menjadi pelatih harus berhadapan dengan hal-hal yang dibencinya itu.
Tepatnya saat dirinya masih merumput bersama tim Catanzaro sebagai bek, beberapa rekan-rekan senirnya sudah mencoba karier baru sebagai pelatih. "Mereka juga meminta saya untuk mencobanya, tapi saya katakan tidak. Saya tak ingin menjadi pelatih," tutur Ranieri kepada seperti dilansir dari Daily Mail, Sabtu (7/5/2016).
"Namun, setelah dua atau tiga tahun, saya mulai berpikir,'Kenapa tidak?' Saya ingin mencoba apakah saya benar-benar memahami sepak bola," katanya.
Menurutnya, banyak orang yang sudah mengaku paham sepak bola hanya dari menonton setiap pertandingan. "Tapi ini jelas pekerjaan yang sangat berbeda. Saya mencoba memahami dan saya berpikir,'jika saya tak bisa sampai ke Serie A (Italia) saya akan selesai (sebagai pelatih)," kenang Ranieri.
Ranieri pun tak memulai kariernya sebagai pelatih dengan cara instan. Ia mengawalinya dengan melatih klub amatir Lamezia di Italia Selatan.
Pelatih yang kini berusia 64 tahun itu pun mampu membuat pengaruh besar di klub tersebut saat itu. Namun, ia justru mengaku skeptis dan memutuskan keluar.
"Saya pernah berada di puncak tanpa kehilangan sekali laga pun, tapi di sana benar-benar sangat aneh, saya tak akan memberitahu Anda. Lalu saya katakan selamat tinggal di klub itu," ungkap Ranieri.
Musim berikutnya tepatnya pada 1987, ia mendapat pekerjaan baru melatih klub Serie C Italia, Puteolana di Naples. Tahun berikutnya hampir sama, saya memulainya dengan melatih tim tanpa pemain (yang cukup). Saya melatih tim kecil di Serie C Italia," tuturnya.
Ranieri pun mengungkapkan setiap laga yang ia lewati sebagai pelatih diklub itu, tak ubahnya seperti laga uji coba. "Saya mendapat satu pertandingan dan memulainya dengan 10 pemain, bukan 11 pemain. Bayangkan! Tapi kami aman. Kemudian hal aneh datang lagi dan saya pun dipecat," ungkapnya.
Ranieri pun nyaris putus asa dengan kariernya sebagai pelatih yang baru saja ia mulai. "Saya katakan kepada diri saya: 'Ini bukan pekerjaan untuk saya. Saya senang berada di tempat latihan dan sepak bola, tapi saya tidak suka politik, saya bukan manusia politik," beber pria yang mengakui mulai menemukan ketenangannya bersama Leicester.
Ia beserta beberapa orang lainnya sempat dipecat di klub itu. Kemudian, sampai pada suatu waktu ada pergantian manajemen di Puteolana.
"Pemilik yang baru memanggil saya kembali untuk melatih tim itu. Katanya para pemain masih sangat membutuhkan saya," tutur Ranieri.
Namun, pada akhir musim, ia kembali menganggur sembari menunggu panggilan dari klub-klub lainnya. "Tiba-tiba saya mendapat panggilan dari Cagliari. Mereka tertarik karena kami saat di Puteolana mampu mengalahkan klub besar di Serie C seperti Cagliari," ungkap Ranieri.
Dari Cagliari itulah levelnya melatih semakin terdongkrak hingga Serie A. Dari level Seie C, ia sukses mengantarkan Cagliari ke Serie A Italia.
"Dari Serie C ke Serie B, saya mengganti sejumlah pemain dan kemudian promosi ke Serie A," bebernya.
Namun, ia merasa kesuksesannya yang menakjubkan kala itu bukanlha hal nyata. "Itu hanya mimpi, dongeng. Sepak bola seharusnya tak seperti ini. Semua orang di Cagliari menyukai saya. Ini tak normal, bukan sepak bola," ungkapnya.
Ia kemudian mempelajari lagi tentang sepak bola dan keluar dari Cagliari pada musim 1990/91 dan bergabung bersama Napoli. "Saat saya kembali ke Cagliari dengan tim baru (Napoli), semua orang ingin membunuh saya," terangnya.
Ia sukses mengangkat Napoli ke peringkat empat Serie A Italia. Saat itu Ranieri memperkenalkan Gianfranco Zola menggantikan Diego Maradona. Tapi tetap saja ia dipecat.***/dailymail
Komentar Via Facebook :