Ogah Sentuh PT RPJ, Tim Gakkum KLHK Riau Tunggu Aksi Pemkab Inhu

Eduwar Hutapea Kepala Balai Gakkum Seksi Wilayah II Sumatera KLHK

Rengat, oketimes.com - Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) beralasan menunggu tindakan dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, terkait dugaan Perambahan Kawasan Hutan Lindung diduga dilakukan oleh PT Runggu Prima Jaya (PTRPJ).

Kepala Balai Gakkum Seksi Wilayah II Sumatera KLHK, Eduwar Hutapea di Pekanbaru, Rabu (31/10/18) menyebutkan bahwa saat ini wewenang penindakan ada di Pemkab Indragiri Hulu (Inhu). Hal itu kata dia, didasari dengan penerbitan izin lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

"Yang turun (peninjauan dugaan perambahan) kemarin dari Pemkabnya. Dari sisi kewenangan masih ada di Pemkab Inhu karena mereka yang menerbitkan izin lingkungan," katanya.

Edwar juga mengatakan saat ini KLHK masih menunggu hasil penindakan yang dilakukan oleh pemerintah setempat, amun, dia menegaskan jika dalam waktu tertentu Pemkab Inhu tidak kunjung merilis hasil penyelidikan adanya dugaan perambahan itu, maka KLHK bisa mengambil alih penyelidikan dugaan perambahan kawasan hutan.

"Kementerian bisa ambil alih. Dalam hal tidak diselesaikan oleh Pemda atau tidak ada dampak signifikan," tuturnya.

Dia menjelaskan tidak ada jangka waktu tertentu, agar KLHK mengambil alih penyelidikan tersebut. Dia hanya menjelaskan pihaknya masih perlu memberikan waktu dan jika memang harus turun, maka KLHK akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah setempat.

"Yang pasti kita akan tanyakan dulu, apa kendalanya. Ada tahapannya sebelum kita benar-benar mengambil alih," tegasnya.

PT RPJ atau dengan sebutan PT Mulia Agro Lestari (PT MAL) diduga menjadikan Hutan Lindung Bukit Betabuh seluas 3.000 hektare menjadi perkebunan kelapa sawit di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Meski izin yang diajukan perusahaan itu ke Pemkab Indragiri Hulu ditolak, namun operasional hingga panen sawit diduga tetap dilakukan.

"Iya, izin perusahaan itu (PT RPJ) sangat tidak ada. Pengajuan izin pernah ditolak (Bupati Indragiri Hulu) karena berada di kawasan hutan lindung," terang Kasi Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMP-TSP) Pemkab Indragiri Hulu, Sutrisno, Selasa (14/8/18) lalu.

Perusahaan itu juga diduga memanfaatkan sejumlah massa untuk menjadi bagian dari koperasi yang diketuai pihak perusahaan bernama TJ Purba kala itu. Warga dipekerjakan untuk memanen sawit dengan alasan koperasi. "Kalau Koperasi Tani Sawit Mulia Lestari terdaftar, namun untuk perdagangan sawitnya yang berada di kawasan hutan lindung, itu bukan wewenang kami," kata Sutrisno.

Informasi yang dihimpun, izin lokasi yang diajukan PT MAL kala itu, kini berubah nama menjadi PT Runggu Prima Jaya ditolak Bupati Indragiri Hulu, Yopi Arianto, tahun 2011. Izin yang ditolak itu bernomor 011/MAL/EST/VI/2011 tertanggal 7 Juni 2011 ditandatangani Direktur Utama IR Henry Pakpahan.

Dalam surat itu, PT MAL memohon izin lokasi untuk industri perkebunan kelapa sawit di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap seluas 500 hektare. Pihak perusahaan mengklaim sudah melakukan ganti rugi lahan dengan masyarakat.
 
Ironisnya saat dilakukan peninjauan di lapangan, tidak ada kebun masyarakat, melainkan hutan lindung Bukit Betabuh. Hal itu terungkap ketika DPRD Indragiri Hulu memanggil PT MAL untuk dilakukan hearing. Saat itu hearing dihadiri sejumlah pejabat Pemkab Indragiri Hulu dan anggota dewan, namun pihak perusahaan tidak pernah datang.

Akhirnya, apa yang dilakukan PT MAL pun dilaporkan ke Polda Riau atas dugaan perambahan hutan lindung Bukit Betabuh. Namun sejak dilaporkan pada 2017 lalu, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu belum tersentuh hukum.

Untuk menutupi boroknya, PT MAL mengandeng Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Propinsi Riau di bawah pimpinan Gulat Medali Emas Manurung, mantan narapidana kasus korupsi suap alih fungsi lahan bersama eks Gubernur Riau Anas Maamun.

Staf LBH Pekanbaru, Rian Sibarani mengatakan, pihaknya sebagai pelapor menanyakan kelanjutan laporan mereka ke polisi, namun tidak mendapat kepastian hukum.

Dia menilai, penanganan laporan dugaan perambah hutan lindung dan hutan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit korporasi di Kabupaten Indragiri Hulu lamban.

"Eksploitasi kawasan hutan tanpa izin yang dilakukan korporasi PT MAL hingga ribuan hektare sudah kami laporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada September 2017 lalu. Namun laporan kami tidak direspons," ujar Rian dikonfirmasi.

Perusahaan juga dinilai belum mengantongi izin. Antara lain izin prinsip, UKL UPL, izin lokasi, IUP, HGU bahkan izin pinjam pakai atau izin pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan.

"Kalau kami tanya ke Krimsus tentang progres laporan, jawabannya selalu kalimat masih dalam penyelidikan dan sudah koordinasi dengan DLHK Riau," ketus Rian. (ZP)


Editor      :  Richarde


Tags :berita
Komentar Via Facebook :