Periksa Puluhan Saksi, Kejati Riau Tak Kunjung Tetapkan Tersangka Korupsi Pengadaaan Komputer Diskominfotik Riau

ILustrasi

Pekanbaru, Oketimes.com - Semenjak Kejati Riau melakukan proses penyelidikan atau penyidikan dugaan Korupsi Pengadaan Komputer atau server di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau pada awal Juli 2018 lalu. Hingga kini Kejati Riau, belum juga menetapkan satu pun tersangka yang dinilai sudah merugikan keuangan negara mencapai Rp 3,1 miliar itu.

Padahal, Aspidsus Kejati Riau sudah memangil dan memintai keterangan dari pejabat terkait, mulai dari Kuasa Pengguna Anggaran, PPK, PPTK, Kelompok kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau, rekanan hingga pihak swasta yang menyediakan peralatan TV, audio dan server pengadaan komputer tersebut.   

Terkait hal ini, Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau Muspidauan saat dikontak lewat ponselnya, Rabu (8/8/2018), membenarkan bahwa pihaknya saat ini belum ada menetapkan tersangka terkait dugaan kasus tersebut, dengan alasan pihak penyidik masih melakukan pengembangan. Sehingga pihaknya belum bisa atau ada menetapkan satu pun tersangka, meski sudah puluhan saksi dimintai keterengan.

"Saat ini kita belum ada menetapkan tersangkanya, sebab masih proses pengembangan penyelidikan untuk penyidikan. Sabar saja, nanti kita akan umumkan secepatnya," katanya.

Ditanya, sudah berapa orang saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan terkait seputar kasus korupsi tersebut, Muspidauan tidak bisa memaparkan secara satu persatu siapa saja yang sudah dipanggil. Ia hanya bisa mengatakan bahwa saat ini pihaknya sudah memanggil 10 saksi terkait kasus korupsi pengadaan komputer dan server tersebut ke Kejati.

"Untuk saat ini masih kurang lebih 10 saksi yang sudah kita panggil, hanya saja siapa namanya dari pihak mana saja yang kita mintai keterangan belum bisa kita sampaikan. Yang terpenting, semuanya itu pasti terkait pelaksanaan proyek pengadaan komputer atau server tersebut," pungkas Muspidaun.

Disinggung apakah PPK, PPTK, dan pihak rekanan sudah dipanggil terkait proyek tersebut, lagi Muspidaun hanya bisa mengatakan berkemungkinan sudah diperiksa, sebab ada 10 orang sudah dipanggil terkait itu.      

Informasi yang dihimpun, selain pihak Kejati Riau sudah memanggil pihak Diskominfotik Riau, seperti Edi Yusra selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Dedi Hasfarizal selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), kelompok kerja (Pokja) di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau.

Ternyata pihak Kejati Riau sudah memanggil dan memintai keterangan dari pihak rekanan yakni, PT Solusi Media Ravel Teknologi (SMRT) PT Blue Power Technologi Software Company In South yang merupakan perusahaan pendukung (supporting).

Belakangan Tim Pidsus Kejari Riau, memanggil Pemilik Toko Batam Elektronik di Jalan Nangka atau Tambusai Pekanbaru, yakni Adjuan alias Along yang diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan komputer atau server di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau.

Aspidus Kejati Riau memanggil Along, guna menggali informasi dari bos toko elektronik terbesar di Riau ini atas dugaan kongkalikong soal harga perkiraan sementara HPS yang ditetapkan pejabat Diskominfotik Riau dengan pemilik toko.

Sehingga pihak rekanan PT SMRT Perusahaan ini diketahui membeli alat elektronik di Toko Batam Elektronik di Jalan Tuanku Tambusai Pekanbaru. Barang dibeli dengan harga pasar tetapi, diduga ada rekayasa pengaturan harga perkiraan sendiri (HPS).

Sebagaimana diketahui, pengadaan komputer atau server alat-alat audio, alat-alat komunikasi dan implementation IOC di Dinas Kominfotik Riau berpagu dana Rp 8,8 miliar pada tahun 2016 lalu.

PT Solusi Media Ravel Teknologi (SMRT) dan PT Blue Power Technologi Software Company In South selaku perusahaan pendukung (supporting), memenangkan tender tersebut dengan nilai tawar Rp8,4 miliar setelah menyingkirkan 44 perusahaan lain peserta lelang dan membeli alat elektronik di Toko Batam Elektronik di Jalan Tuanku Tambusai Pekanbaru, dengan modus barang yang dibeli dengan harga pasar tetapi, diduga ada rekayasa pengaturan harga perkiraan sendiri (HPS).

Usut punya usut, dari pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ri Perwakilan Riau, ditemukan adanya kelebihan bayar sebesar Rp 3,1 miliar. Atas hal itu, Kejati Riau melakukan penyelidikan untuk mencari bukti pidana dalam proyek itu.

Hingga akhirnya, jaksa meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor : PRINT-07/N.4/Fd.1/07/2018 tanggal 6 Juli 2018. Sprindik itu ditandatangani Kepala Kejati Riau Uung Abdul Syakur.

Terpisah, Adjuan alias Along saat dikonfirmasikan lewat ponselnya, Rabu sore, membenarkan bahwa pihaknya sudah dipanggil oleh Tim Aspidus Kejati Riau, pada Selasa (7/8/2018) kemarin, terkait seputar pembelian barang elektronik yang dilakukan PT SMRT kepada Toko Batam Elektronik.

"Ya benar, memang saya ada dipanggil kemarin, tapi saya hanya menerangkan saja. Bahwa barang elektronik yang dibeli PT SMRT hanya berupa TV LCD dan audionya saja. Sedangkan komputer dan server tidak ada, yang ada hanya TV dan Audio saja," aku Along.

Ditanya berapa banyak TV LCD dan Audio yang dibeli oleh PT SMRT kepada Batam Elektronik, Along tidak bersdia menjelaskan dengan alasan bahwa hal tersebut ditanyakan saja kepada pihak rekanan.

"Jangan sayalah, saya kan hanya mediakan TV LCD dan Audionya saja, tanya sajalah ke PT SMRTnya ya, saya lagi ada tamu ni," elak Along seraya menyudahi percakapan oketimes.com lewat ponsel. (ars)


Tags :berita
Komentar Via Facebook :

Berita Terkait